HINGAR bingar soal bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak pernah surut. Tak semata persoalan ekonomi, BBM pun menjadi komoditas politik paling renyah. Apalagi baru-baru ini. Niat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi mendapat reaksi keras. Sejumlah unjuk rasa merebak di berbagai daerah. Klimaksnya saat sidang paripurna DPR RI yang memutuskan penundaan kenaikan harga. Padahal, di sisi lain, harga-harga kebutuhan sehari-hari kadung naik. Penundaan kenaikan harga BBM itu, tak serta merta dibarengi penurunan harga. Kembali soal kendaraan pribadi yang paling banyak minum BBM bersubsidi. Menurut Soeroyo Alimoeso, dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pada 2011, sepeda motor mengonsumsi 40% BBM bersubsidi dan mobil pribadi sebesar 53%. Sedangkan angkutan umum hanya 3% dan mobil barang 4%. Seperti dilansir koran ekonomi Investor Daily, edisi Kamis (5/4/2012), total konsumsi BBM bersubsidi tersebut setara dengan Rp 136,7 triliun. Mobil pribadi minum paling banyak yakni sekitar Rp 77,9 triliun, sedangkan sepeda motor diposisi kedua yakni sekitar Rp 58,8 triliun. Angkutan umum hanya sekitar Rp 4,1 triliun dan mobil barang sekitar Rp 5,9 triliun. Soeroyo mendorong pemakaian bahan bakar gas (BBG) sebagai solusi tingginya subsidi BBM. Penggunaan BBG bisa diterapkan pada angkutan umum, kendaraan dinas pemerintah, dan kendaraan pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H