Mohon tunggu...
Edo Rusia
Edo Rusia Mohon Tunggu... -

Pekerja swasta tinggal di Jakarta. Setiap hari menggunakan sepeda motor untuk mencari nafkah di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wow! Kendaraan Pribadi Sedot 93% BBM Bersubsidi

21 April 2012   10:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:19 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

HINGAR bingar soal bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi tak pernah surut. Tak semata persoalan ekonomi, BBM pun menjadi komoditas politik paling renyah. Apalagi baru-baru ini. Niat pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi mendapat reaksi keras. Sejumlah unjuk rasa merebak di berbagai daerah. Klimaksnya saat sidang paripurna DPR RI yang memutuskan penundaan kenaikan harga. Padahal, di sisi lain, harga-harga kebutuhan sehari-hari kadung naik. Penundaan kenaikan harga BBM itu, tak serta merta dibarengi penurunan harga. Kembali soal kendaraan pribadi yang paling banyak minum BBM bersubsidi. Menurut Soeroyo Alimoeso, dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pada 2011, sepeda motor mengonsumsi 40% BBM bersubsidi dan mobil pribadi sebesar 53%. Sedangkan angkutan umum hanya 3% dan mobil barang 4%. Seperti dilansir koran ekonomi Investor Daily, edisi Kamis (5/4/2012), total konsumsi BBM bersubsidi tersebut setara dengan Rp 136,7 triliun. Mobil pribadi minum paling banyak yakni sekitar Rp 77,9 triliun, sedangkan sepeda motor diposisi kedua yakni sekitar Rp 58,8 triliun. Angkutan umum hanya sekitar Rp 4,1 triliun dan mobil barang sekitar Rp 5,9 triliun. Soeroyo mendorong pemakaian bahan bakar gas (BBG) sebagai solusi tingginya subsidi BBM. Penggunaan BBG bisa diterapkan pada angkutan umum, kendaraan dinas pemerintah, dan kendaraan pribadi.

Kondisi seperti itu tak bisa dilepaskan dari fakta saat ini. Jumlah angkutan umum lebih sedikit dibandingkan kendaraan pribadi. Masyarakat lebih gemar memakai kendaraan pribadi. Bukan semata karena angkutan umum massal dirasa belum aman, nyaman, selamat, tepat waktu, serta terjangkau secara akses dan finansial. Ada unsur lain, di antaranya, kemudahan membeli kendaraan pribadi dan budaya konsumerisme. Gabungan kedua faktor itu kian menguat manakala di masyarakat berkembang sudut pandang kebendaan. Maksudnya, status sosial seseorang bakal terdongkrak jika memiliki kendaraan pribadi. Apalagi jika memiliki lebih dari satu. Kian dianggap sebagai kelompok masyarakat mampu.
Terlepas dari hal itu, tanggung jawab pemerintah sebagai penyedia transportasi publik, harus direalisasikan. Kita semua berharap transportasi publik yang aman, nyaman ,selamat, tepat waktu, dan terjangkau, dapat terwujud. Kebiasaan memanfaatkan angkutan umum bakal lebih mudah terbangun jika transportasi seperti itu. (edo rusyanto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun