ADA tujuh fokus penegakan hukum polisi lalu lintas (polantas) untuk menekan peluang kecelakaan lalu lintas jalan. Ketujuhnya tertuang dalam rencana aksi Polri dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) Jalan, khususnya di pilar ke-4. Mari kita kenali satu persatu. Bukan untuk apa-apa, kecuali demi keselamatan kita bersama selaku pengguna jalan. 1. Over speeding Kecepatan kendaraan yang berlebihan bisa merusak konsentrasi pengendara. Di sisi lain, tingkat kemampuan sistem pengereman juga bisa terganggu, terlebih jika alat pengereman dalam kondisi tidak bagus. Belum lagi jika ditambah kondisi jalan yang basah alias licin. Batas kecepatan maksimal, selain diatur secara nasional juga dapat diatur dalam peraturan daerah sesuai dengan kondisi jalan di sekitarnya. Saat ini, dalam Undang Undang No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), aturan soal kecepatan yang jelas-jelas diatur adalah batas kecepatan paling rendah pada jalan bebas hambatan, yakni 60 kilometer per jam dalam kondisi arus bebas. Terkait aturan soal kecepatan kendaraan, kepolisian sudah semestinya menerapkan alat elektronik sebagai penunjang. Alat tersebut bisa berupa kamera CCTV dan alat pengukur batas kecepatan. Selain itu, harus dibuatkan rambu yang jelas agar pemakai jalan faham ketentuan yang ada. Tentu saja, sebagai dasarnya harus dibuat aturan batas kecepatan di setiap jalan. 2. Penggunaan alkohol Pengemudi atau pemotor yang berkendara dalam pengaruh alkohol bakal terganggu konsentrasinya. Praktis, reflek yang bersangkutan bakal berkurang, termasuk dalam melakukan manuver jika menghadapi situasi tertentu. Misal, menghadapi obyek bergerak yang hadir tiba-tiba atau menghadapi lubang di jalan. Aturan mengenai pemakaian alkohol juga tertera dalam UU No 22/2009, khususnya dalam pasal 106. Aturan tersebut terkait dengan kewajiban para pengendara untuk tetap konsentrasi saat berkendara. Sanksinya bisa berupa denda maksimal Rp 750 ribu atau penjara maksimal tiga bulan. Kepolisian semestinya memiliki alat pengukur atau pendeteksi seseorang dalam kondisi pengaruh alkohol. Perlu juga diatur mengenai batas kandungan alkohol yang dilarang. Tentu saja yang mutlak adalah jika pengendara dalam keadaan mabuk, maka bisa dikenai sanksi. 3. Penumpang berlebih Kapasitas angkut kendaraan pasti ada batasnya. Jika sebuah mobil memiliki batas maksimal daya angkut tujuh orang, semestinya ditaati oleh para pengendara mobil. Demikian juga dengan sepeda motor. Dalam UU No 22/2009, khusus pemotor, jelas-jelas diatur maksimal hanya dua orang. Artinya, satu pengendara dan satu penumpang. Jika berlebih bakal kena sanksi denda maksimal Rp 250 ribu atau penjara maksimal satu bulan. Bagi pemotor, jika berkendara lebih dari dua orang dikhawatirkan bakal mengganggu konsentrasi dan reflek sang pengendara. 4. Mendahului pada marka tidak terputus atau pada tikungan Penegakan hukum terkait perilaku mendahului pada marka tidak terputus atau pada tikungan harus konsisten. Maklum, situasi seperti itu kerap sulit dikontrol. Namun, terpenting adalah sosialisasi soal risiko yang dipikul jika mendahului di tikungan. Kita semua tahu, marka tidak terputus bermakna mirip sebuah separator pemisah jalan. Tidak boleh dilintasi. Fungsinya agar mengurangi potensi terjadi tabrakan adu kambing dari arah yang berlawanan.
5. Tidak menyalakan lampu utama Aturan ini khusus sepeda motor. Kita tahu, tujuan menyalakan lampu utama pada siang dan malam hari agar pemotor dapat terlihat oleh pengguna jalan. Terkait menyalakan lampu utama pada siang hari, cahaya yang dikeluarkan lampu diharapkan mampu membantu pengendara mobil untuk melihat keberadaan motor dari kaca spion. Cahaya lampu itu diharapkan mengurangi risiko motor di area blind spot. Sebuah area yang tak terpantau oleh kaca spion. 6. Tidak menggunakan helm Pemotor diwajibkan memakai helm pelindung kepala agar jika terlibat insiden kecelakaan tidak mengalami cedera serius. Helm mengurangi fatalitas kecelakaan. Dalam UU No 22/2009 ditegaskan bahwa selain pengendara sang pembonceng juga wajib memakai helm. Bahkan, helm yang dipakai pun wajib yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Ada sanksinya juga, yakni denda maksimal Rp 250 ribu atau penjara maksimal satu bulan. 7. Kendaraan Tidak laik jalan dan tanpa kelengkapan utama (lampu, kaca spion dsb) Setiap kendaraan yang dipakai untuk transportasi jelas harus memenuhi standar kelaikan jalan. Bila salah satu standar kelaikan tidak terpenuhi, sudah semestinya para penegak hukum memperingatkan pengendara yang bersangkutan. Risiko terjadinya kecelakaan kian lebar jika kelengkapan utama tidak tersedia, seperti misalnya, lampu dan kaca spion. Bagi saya, ketujuh fokus penegakan hukum polantas itu cukup bagus jika dalam implementasinya cukup tegas dan konsisten. Tanpa kedua aspek tersebut, sebaik apapun peraturannya, bakal karut marut dalam implementasinya. Penting untuk kita fahami bahwa ketaatan pada aturan yang ada memiliki satu tujuan, selamat dalam perjalanan. Siapa sih yang tidak mau selamat? (edo rusyanto)Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H