DESEMBER menjadi penutup tahun. Denyut pergantian tahun kian terasa. Bagi pemeluk agama Kristen, Desember memiliki makna penting, Natal. Pada 25 Desember, umat Kristiani merayakan Natal dengan penuh kasih. Kehidupan tanpa kasih di antara sesama umat manusia pasti membuat dunia seperti merana. Saya yakin, semua agama mengajarkan untuk saling mengasihi dan berbagi. Kehidupan penuh harmoni. Kehidupan yang sarat dengan rasa aman dan nyaman. Di benak saya, dalam kehidupan sehari-hari, implementasi dari kasih bermakna saling tolong-menolong. Saling menghargai. Saling mencintai. Indahnya kehidupan. Bisakah makna tersebut diimplementasikan saat kita berlalu lintas jalan? Rasanya bisa. Saling berbagi ruas jalan. Saat berkendara menjadi sebuah fragmen kehidupan dari siklus besar kehidupan. Di jalan raya kita bertemu beragam karakter manusia. Tak jarang kita menyaksikan adegan saling mendahului. Saling serobot. Saling ingin lebih dulu tiba di tujuan. Repotnya, sikap seperti itu kerap berbuah insiden kecelakaan. Kemana rasa sabar kita untuk antre? Kemana sirnanya kasih kita untuk saling berbagi ruas jalan? Kita semua tahu, pemicu utama kecelakaan lalu lintas jalan adalah perilaku para pengendara. Faktor manusia. Memang, ada faktor lain, seperti kendaraan dan lingkungan, termasuk faktor jalan. Namun, tetap saja, faktor manusia adalah pengendali utama kendaraan yang dikendarainya. Konsentrasi saat berkendara menjadi mutlak. Fokus dalam mengendalikan sikuda besi atau siroda empat. Akal dan pikiran sekaligus nurani kita diuji. Sanggupkah kita melewati tantangan dalam fragmen kehidupan di jalan? Rasanya, kasih Natal bisa membanjiri jalan dengan perilaku orang-orang yang sabar dan peduli dengan sesama pengguna. Kita sudi untk berbagi ruas jalan. Cuma satu harapan, selamat hingga tujuan. (edo rusyanto)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H