Mohon tunggu...
Edo Rusia
Edo Rusia Mohon Tunggu... -

Pekerja swasta tinggal di Jakarta. Setiap hari menggunakan sepeda motor untuk mencari nafkah di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Andai Motor Tak Boleh ke Tengah Kota

2 Desember 2011   07:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:55 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BISA kebayang gak kalau kota besar seperti Jakarta steril dari kendaraan pribadi? Bakal lebih ‘sehat’ dibandingkan saat ini? Boleh jadi. Saat ini, di Jakarta sedikitnya ada sekitar 9,3 juta sepeda motor dan sekitar tiga juta mobil pribadi. Bayangkan, kalau kendaraan tersebut bergerak berbarengan, berapa bahan bakar minyak (BBM) yang dihisap? Berapa gas emisi buang yang dikeluarkan dari knalpot mereka? Dan, ini yang penting, seberapa besar potensi kecelakaan lalu lintas jalannya? Soal yang satu ini, kita tahu, dalam tiga tahun terakhir, rata-rata korban yang tewas sebanyak tiga orang per hari. Angan-angan kota yang sehat mencuat dalam Urban Transport World Asia 2011, di Hotel Mandarin, Jakarta, Rabu (30/11/2011) pagi. Menurut Hans Ulrich Fuhrke, principal advisor, GIZ SUTIP, Indonesia, dalam 25 tahun, kebijakan kendaraan pribadi tak boleh masuk ke tengah kota bisa diwujudkan. Asalkan moda transportasi publik berbasis bus yang aman dan nyaman juga diwujudkan. Dia bercerita, transportasi publik yang bagus butuh kebijakan politik yang kuat dari pemerintah. Memang bukan hal mudah karena pasti ada sandungan ego sektoral. “Kompleks kalau soal ego sektoral di kalangan pemerintah,” tutur Hans. Sekalipun demikian, rasanya bukan hal tidak mungkin mewujudkan transportasi publik yang aman, nyaman, tepat waktu, terjangkau, dan selamat. Di mata Ketua Umum Organda Eka Sari Lorena, salah satu hal yang penting untuk mewujudkan itu adalah, pemberian insentif oleh pemerintah kepada para operator angkutan umum. “Berikan insentif pengadaan pembelian kendaraan untuk revitalisasi armada,” kata Eka, di Mandarin, Rabu. Selain itu, lanjutnya, para operator juga melatih para awak kendaraan agar terampil, tertib, dan santun. “Disisi lain, para awak bus juga diberi penghargaan jika berprestasi tidak pernah kecelakaan,” sergah pemilik armada Lorena itu. Di Jakarta, pasti banyak warga yang mengaku angkutan umum belum maksimal. Wakil Menteri Perhubungan, Bambang Susantono mengatakan, angkutan umum kereta api baru menampung penumpang berkisar 600-700 ribu. Sedangkan bus Transjakarta sekitar 300-400 ribu. “Padahal, ada sekitar lima juta orang di Jakarta dan sekitarnya yang bermobilitas setiap hari,” kata dia, seusai memberi sambutan, Rabu. “Banyak manfaat jika transportasi publik yang nyaman bisa terwujud,” jelas Hans. Kata dia, tingkat kesehatan penduduk bisa lebih baik. Dengan demikian, tuturnya, produktifitas penduduk juga bisa meningkat. Di sisi lain, ruang publik menjadi lebih memungkinkan dimanfaatkan warga karena jalan-jalan tidak dipadai mobil pribadi dan sepeda motor. “Kita juga bisa lebih hemat energi dan keselamatan lalu lintas lebih terjaga,” sergah Hans. Tentu saja menjadi harapan kita semua agar angkutan publik yang nyaman segera terwujud. Jangan sampai angkutan umum membikin jera para warga. “Saya naik sepeda motor. Sebelumnya saya naik angkot, tapi trauma karena pernah ditodong,” kata Satria Loka, dalam renungan untuk korban kecelakaan yang digelar Adira, di Jakarta, Rabu malam. (edo rusyanto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun