Mohon tunggu...
Edo Rusia
Edo Rusia Mohon Tunggu... -

Pekerja swasta tinggal di Jakarta. Setiap hari menggunakan sepeda motor untuk mencari nafkah di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ancaman dari Sang Alternatif

29 November 2011   06:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:03 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SEPEDA motor menjadi alternatif utama transportasi. Para warga Jakarta dan sekitarnya mengandalkan sepeda motor sebagai alat transportasi. Terlebih bagi masyarakat menengah ke bawah. Mereka yang memiliki daya beli tinggi, yakni mereka yang berpenghasilan rata-rata per bulan di atas Rp 10 juta, boleh jadi cenderung memilih kendaraan pribadi berupa mobil untuk mendukung mobilitas di sekitar Jakarta. Sementara itu, masyarakat menengah ke bawah yang berpendapatan rata-rata per bulan Rp 5 juta ke bawah, lebih rasional memilih sepeda motor. Pilihan masyarakat terhadap sepeda motor bukan tanpa alasan. Masyarakat merasa angkutan umum belum memadai. Mobilitas dengan angkutan umum masih kurang efisien dan efektif dibandingkan sepeda motor. Misal, untuk jarak tempuh sekitar 20 kilometer (km), para pengguna angkutan umum harus membutuhkan waktu berkisar 1-2 jam. Dari sisi biaya, membutuhkan sedikitnya Rp 24 ribu. Jumlah uang itu setara dengan membeli sekitar delapan liter beras yang bisa untuk makan selama satu minggu untuk keluarga kecil di Jakarta. Coba bandingkan dengan penggunaan sepeda motor. Dari segi waktu tempuh, paling tinggi menghabiskan waktu sekitar satu jam. Sedangkan dari sisi biaya, seorang penunggang motor hanya mengeluarkan tak lebih dari Rp 5 ribu. Jelas, sepeda motor lebih unggul dalam mendukung mobilitas kebanyakan warga Jakarta dan sekitarnya. Tak heran jika kemudian populasi sepeda motor pada pertengahan 2011 sudah mendekati sembilan juta unit. Jumlah mobil pribadi ditaksir ada sekitar dua jutaan unit. Selebihnya kendaraan angkutan umum dan angkutan barang. Populasi sepeda motor menjadi yang terbesar. Total kendaraan di Jakarta ditaksir sekitar 12 juta unit pada pertengahan 2011. Ancaman Sepeda motor berjasa untuk banyak masyarakat kita. Mulai dari untuk mencari ilmu ke sekolah dan perguruan tinggi. Lalu, untuk mencari nafkah ke kantor atau tempat usaha, hingga untuk interaksi sosial, termasuk untuk rekreasi keluarga. Namun, di balik itu semua, sepeda motor juga memiliki risiko tinggi bagi para pengendaranya. Ancaman tersebut bernama kecelakaan lalu lintas jalan. (data-data kecelakaan di Jakarta 2011) Data Polda Metro Jaya menyebutkan, sepanjang Januari-Oktober 2011, keterlibatan sepeda motor dalam kecelakaan lalu lintas jalan mencapai 60%. Sangat tinggi jika dibandingkan kendaraan pribadi yang berkontribusi sekitar 18% dan angkutan umum yang hanya sekitar 8%. Maklum, pemanfaatan kendaraan pribadi amat dominan di Jakarta dan sekitarnya. Asisten Deputi Infrastruktur Transportasi Kementerian Koordinator Perekonomian Tulus Hutagalung, pernah mengatakan bahwa peran angkutan umum di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) terus melemah. Dia mencontohkan, pada 2002, masyarakat yang menggunakan angkutan umum sebanyak 38,3%. Ironis, pada 2010, menyusut menjadi sekitar 12,9%. Sebaliknya, seperti dikutip Proyek Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan di Jabodetabek atau JUTPI Commuter Survey tahun 2010, penggunaan kendaraan pribadi terus membubung. Jika pada 2002, penggunaan sepeda motor masih sekitar 21,2% dan mobil 11,6%. Pada tahun 2010, penggunaan sepeda motor melonjak menjadi 48,7%. Sedangkan penggunaan mobil pribadi naik menjadi 13,5%. Kembali soal keterlibatan sepeda motor dalam kecelakaan di Jakarta dan sekitarnya. Selain karena populasi sepeda motor lebih tinggi, juga dipicu oleh perilaku pengguna jalan yang tidak disiplin dan lalai. Termasuk para pengguna sepeda motor. Para pemotor berpotensi lebih besar terlibat kecelakaan karena secara fisik sepeda motor lebih mudah tergelincir atau terjatuh. Di sisi lain, para pemotornya juga lebih mudah letih, terpancing emosi, dan mudah terprovokasi. Keletihan pengendara sepeda motor lebih tinggi ketimbang pengemudi mobil pribadi. Apalagi soal emosi, di tengah terpaan debu jalan, terik matahari, asap knalpot, kebisingan mesin dan suara knalpot, serta antreaan kendaraan, merongrong kestabilan emosi pemotor habis-habisan. Ujungnya, emosi yang tidak terkendali atau mudah meledak, bakal mengganggu konsentrasi berkendara. Hal ini riskan untuk memicu kecelakaan lalu lintas jalan. Data Polda Metro Jaya menyebutkan, jumlah korban jiwa akibat kecelakaan lalu lintas jalan sepanjang Januari-Oktober 2011, mencapai sekitar 935 jiwa atau setara dengan tiga orang setiap hari. Tentu saja sebuah angka yang memprihatinkan. Satu jiwa amat berarti. Belum lagi kerugian finansial, secara langsung dan tidak langsung. Dari sudut santunan korban kecelakaan, di Jakarta pada sepuluh bulan 2011, jumlah santunan yang dibayarkan PT Jasa Raharja kepada para korban mencapai sekitar Rp 33 miliar. Sebuah angka yang cukup tinggi jika dimanfaatkan untuk pencerdasan anak-anak tidak mampu yang terpaksa putus sekolah. (edo rusyanto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun