Mohon tunggu...
Edo Rusia
Edo Rusia Mohon Tunggu... -

Pekerja swasta tinggal di Jakarta. Setiap hari menggunakan sepeda motor untuk mencari nafkah di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Berbagi di Pinggir Kali Ciliwung

21 November 2011   04:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:24 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

CILIWUNG cukup akrab di telinga warga Jakarta. Sungai itu berhulu di Bogor, Jawa Barat, membelah Jakarta, dan bermuara di Laut Jawa. Saat ini, kian ke hilir, air Ciliwung kian keruh, bahkan sebagian berwarna hitam pekat plus aneka sampah. Hal itu membuat sejumlah komponen masyarakat memberdayakan diri mengurangi pencemaran terhadap sungai Ciliwung. Salah satunya adalah Komunitas Ciliwung Condet, Jakarta Timur. Mereka berjuang mengurangi sampah yang mencemari. Salah satu aktifitas mereka untuk menggaungkan semangat peduli dan aksi nyata menjaga kebersihan Ciliwung, mereka menggelar Nimbrung di Ciliwung. Program yang menghimpun sekitar 30 komunitas di Jakarta dan sekitarnya itu, cukup mengundang banyak peminat. Saat saya menjejakan kaki di kawasan Jl Munggang, Condet Balekambang, Minggu (20/11/2011) pagi, tampak puluhan anak remaja dan dewasa. Ada yang sedang asyik diskusi, ada yang bermain, bahkan ada yang sedang bermusik dan main sulap. Tampak juga kolega saya bro Adhi aka alonrider. “Nimbrung di Ciliwung merupakan kegiatan wisata pendidikan ramah lingkungan,” jelas Sudirman Asun, penggagas kegiatan tersebut. (foto-foto kegiatan Nimbrung di Ciliwung) Nimbrung di Ciliwung digelar oleh Jejaring Komunitas Peduli Ciliwung Jakarta. Jejaring tersebut terdiri atas lintas komunitas yang mengerjakan isu lingkungan, seni, dan pendidikan. “Bicara lingkungan itu luas. Tidak semata penghijauan, tapi juga bicara ekosistem, termasuk lingkungan jalan,” papar Abdul Khodir, aktifis Komunitas Ciliwung Condet (KCC), saat berbincang dengan saya, Minggu. Pantas saja ada stand sulap dan ekspresi musik di area yang dikelilingi pohon salak Condet itu. Saya sempatkan berkeliling sejenak. Hingga akhirnya memilih sebuah saung bambu untuk beristirahat. Suasana sekeliling teduh karena dinaungi rerimbunan aneka pohon. Betapa nyamannya Jakarta jika memiliki banyak hutan kota seperti ini. Masyarakat tidak seenaknya menebang pohon untuk membangun hunian. Terlebih para pengembang yang gencar membangun superblok dengan gedung pencakar langitnya. Belum lagi sesaknya Jakarta oleh jutaan kendaraan yang ramai-ramai membuang gas emisi buang. “Aturan soal gas emisi buang sudah ada, tinggal penerapannya saja di lapangan,” kata Panggung, staf kementerian lingkungan hidup (KLH), saat berbagi di area KCC. Faktanya, di lapangan aneka kendaraan dengan gas emisi buang yang bisa menyesakan dada masih berseliweran di jalan. Selain itu, juga banyak yang memakai knalpot dengan suara memekakan telinga. Butuh masyarakat yang peduli kepada lingkungan. “Yang peduli banyak mas, tapi yang berbuat aksi nyata masih kurang,” papar Khodir. Ya. Aksi nyata untuk lingkungan sekitar memang masih dibutuhkan. Tak semata soal menanam pohon, membuang sampah pada tempatnya, tapi juga mencakup lingkungan yang lebih luas. Termasuk tentu saja di lingkungan jalan. Berkendara yang peduli dengan sesama untuk keselamatan seluruh pengguna jalan. Jakarta mesti menjadi kota yang lebih manusiawi. Cukup sudah tiga orang tewas sia-sia setiap hari akibat kecelakaan lalu lintas jalan. (edo rusyanto)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun