Salah satu isu dalam pemilu Indonesia 2024 adalah konsep "satu putaran," artinya pemilu hanya akan berlangsung satu putaran jika salah satu pasangan memperoleh lebih dari 50% total suara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang (Pemilihan Umum) PEMILU.
Menurut Pasal 416 Ayat (1) UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, syarat pemilu satu putaran adalah sebagai berikut: Yang dimaksud dengan "Pasangan Calon Terpilih" adalah pasangan yang memperoleh lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah seluruh suara pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dengan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) suara pada setiap provinsi, tersebar lebih dari separuh jumlah suara yang diperoleh dari provinsi di Indonesia.
Simbolisme gerakan
Salam empat jari melambangkan persatuan antara 1 (Anies/Muhaimin) dan 3 (Ganjar/Mahfud) pendukung/pemilih yang bertujuan untuk menegaskan pentingnya memilih Anies-Muhaimin atau Ganjar-Mahfud, memastikan bahwa Prabowo-Gibran tidak meraih kemenangan mutlak dalam pemilu (putaran pertama)
Angka 4 juga melambangkan Sila ke-4 dalam Pancasila Indonesia, kebijaksanaan wakil rakyat. Selain itu, hal ini juga melambangkan kekuatan rakyat dalam melawan oligarki di Indonesia, yang dicapai tanpa menggunakan kekerasan dan didorong oleh gerakan organik yang terdiri dari para pemikir kritis dan mahasiswa Indonesia.
Perspektif Gerakan ini?
Inisiasi ini adalah jawaban sempurna atas kekhawatiran yang muncul dengan mengamati gelombang GolPut yang berbahaya, cara pandang sinis yang menganggap semua kandidat bajingan, ada yang pura-pura tidak tahu dan yang terang-terangan mengatakan, "siapapun yang jadi kita tetap makan hasil sendiri" tren TikTok yang memilih pasangan hanya berdasarkan penampilannya "imut/gemoy," tidak peduli seberapa tidak substantifnya hal tersebut makan gratis, susu gratis toh nantinya tetap pajak kita yang diambil kata temen saya "bersama si gemoy menuju Indonesia mukbang.
Gerakan ini juga menarik bagi mereka yang memprioritaskan siapa pun "kecuali Prabowo Gibran," serta mereka yang menentang dinasti politik Jokowi dan yang masih membekas beralihnya MK (Mahkamah Konstitusi) menjadi (Mahkamah Keluarga)
Gerakan ini bertentangan dengan kebijakan "cawe-cawe" yang diusung Jokowi yang menimbulkan kekhawatiran akan tingginya kemungkinan manipulasi pemilu dalam pemilu.
Kita punya kesenjangan ideologi, tapi kita masih punya harapan.
Saya memahami bahwa gerakan ini sangat menjanjikan dan cemerlang. Namun, kesenjangan ideologis juga perlu diatasi, terutama jika PKS dan PDI-P perlu "tidur bersama dalam satu ranjang."