Baru pertama dalam sejarah, instruksi seorang presiden kurang direspon cepat dan taktis oleh jajaran pemangku keamanan laut. Presiden Joko Widodo sampai tiga kali harus mengeluarkan perintah untuk menenggelamkan kapal asing pencuri ikan. Tapi instruksi yang banyak didukung rakyat dan meningkatkan kewibawaan negara di kawasan maritim itu, lamban dilaksanakan. Bahkan Presiden harus menunggu dua bulan baru bawahannya melaksanakan.
Banyak dalih dikemukakan mereka yang masih ragu atas ketegasan Jokowi. Yang beralasan harus memakai prosedur hukum laut internasional. Yang katanya armada, personel dan dana yang belum siap. Bahkan ada yang takut dikecam negara tetangga yang jelas-jelas, selama ini nelayannya banyak mencuri kekayaan laut kita.
Betapa sulitnya saya memahami alasan tersebut. Jika beralasan, penindakan harus mengikuti tata aturan hukum laut internasional. Apa benar konvensi laut PBB melarang tindakan tegas pelanggar kedaulatan laut sebuah negara? Dalam konvensi hukum laut internasional, tidak ada larangan bagi sebuah negara yang berdaulat menindak kapal asing yang memasuki wilayah perairannya.
Jadi negara yang melakukan tindakan hukum tegas, termasuk menenggelamkan kapal yang melanggar wilayah perairan mereka, bisa dibenarkan. Sementara awak kapal dideportasi ke negaranya. Apalagi kapal asing tersebut melakukan tindakan ilegal, mencuri ikan.
Jika kemudian alasan lain dikemukakan, takut dikecam dan dikucilkan negara tetangga yang selama ini nelayannya mencuri ikan di laut kita, apa kita perlu takut? Saya katakan tidak perlu takut! Kita adalah negara kepulauan berdaulat. Wilayah terbesar kita lautan dibandingkan daratan. Kedaulatan laut adalah kedaulatan negara kita, bukan kedaulatan negara A atau B, tetangga kita. Kita wajib dan berhak menjaganya, bukan terpengaruh opini negara asing.
Yang lebih ironis dan memprihatinkan lagi alasan dana, armada dan personel. Betapa sedihnya kita punya Angkatan Laut yang kita bangga-banggakan. Kemudian kita sendiri tidak percaya diri dengan kekuatan yang kita miliki. Utamanya mengubah mindset mental pemenang bukan pecundang.
Triliunan rupiah dana APBN dikeluarkan untuk membeli kapal-kapal tempur canggih kelas Sigma yang semua sudah dikendalikan dengan sistem digital. Kapal-kapal canggih yang didatangkan dari Inggris itu seakan tiada artinya jika kemudian mental kita berubah jadi penakut.
Tentu, negara membeli kapal bernilai triliunan ini bukan sekadar untuk latihan saja. Tapi dioperasikan sebagai kapal penjaga kedaulatan wilayah kelautan kita. Ancaman negara bukan hanya perang atau agresi militer asing. Tapi pencurian ikan adalah bagian dari ancaman secara ekonomi.
Masalah menenggelamkan kapal pencuri ikan asing bukan sekadar penegakan hukum di laut. Kebijakan ini sangat strategis sebagai upaya menjaga kehormatan bangsa. Jika kita saja ragu menjalankan amanat Presiden bagaimana kekuatan pertahanan kita akan disegani dunia. Menjaga keutuhan wilayah laut dari pencurian ikan saja, kita terkesan peragu dan penakut.
Ini bisa menjadi pendorong semangat seperti di masa pemerintahan Bung Karno manakala Bung Karno membuka konfontrasi dengan Singapura dan Malaysia. Karena kedua negara tersebut memberikan fasilitas pangkalan sekutu yang saat itu memang sedang membantu Belanda memborbardir Indonesia.
Persoalan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing seringkali dipersepsikan sederhana dengan dalih Angkatan Laut kita bukan bertugas menangkap pencuri ikan asing tapi menjaga pertahanan.
Menurut hemat kami pandangan tersebut tidak seratus persen benar. Peran dan tugas Angkatan Laut kita adalah menjaga kedaulatan wilayah perairan RI dari ancaman dan gangguan asing, termasuk pencurian ikan. Karena ikan adalah kekayaan laut kita yang harus dijaga dan hasilnya dipergunakan untuk mensejahterakan rakyat.