Mohon tunggu...
Duduh A Ruhdin
Duduh A Ruhdin Mohon Tunggu... -

Saat ini bekerja di Penerbit Universitas Indonesia (UI Press) sebagai Business Development and IT Manager. Spesialisasi yang ditekuni antara lain Komunikasi, Perencanaan Strategis, Sanitasi dan Kependudukan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Optimalisasi Media Berteknologi dalam Transparansi Pengelolaan Sekolah

18 Juli 2012   13:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:49 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan

Bulan Juni dan Juli ini bagi sebagian besar masyarakat Indonesia merupakan hari-hari yang diwarnai dengan urusan-urusan yang berkaitan dengan sekolah atau pendidikan pada umumnya.  Walaupun subyek utama kegiatan-kegiatan itu adalah anak didik atau pelajar, yakni kelompok anak-anak yang sedang mempersiapkan masa depannya dan menjalani proses penyelesaian pendidikannya di sekolah. Namun tak pelak, hal itu menyeret para orang tua untuk memikirkan dan mempersiapkan sebaik-baiknya rencana dan realisasi pendidikan anak-anaknya.

Memang, para orang tua sudah sewajarnya dituntut untuk mempersiapkan pendidikan anak-anaknya dengan baik. Setelah anak-anak mereka menghadapi ujian akhir nasional, mereka harus sigap mencari dan membantu anak-anak mereka untuk mendapatkan sekolah yang diinginkan yang berkualitas serta memenuhi standar nasional. Lalu, setelah pengumuman penerimaan diterima, mereka harus memastikan bahwa sekolah yang menerima anak-anak mereka benar-benar mempunyai kualitas dan pengelolaan yang baik. Hal itu seharusnya mereka dapatkan dari Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS).

Ironisnya, saat-saat seperti ini,  justru, bagi sebagian besar masyarakat mungkin menjadi sumber masalah yang cukup membuat mereka tertekan (stress). Persoalannya adalah informasi yang diperoleh para orang tua ini kadang masih belum transparan, tidak rinci dan relatif belum mudah diakses. Mereka kadang tidak memperoleh informasi yang jelas berapa besaran uang sumbangan pembangunan atau Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) yang harus mereka siapkan. Lalu berapa besar Sumbangan Penyelenggaraan Pendidikan (SPP) yang harus dibayar setiap bulan. Kegiatan apa saja yang akan diadakan untuk para siswa sekolah tersebut. Pembangunan sarana dan prasarana apa saja yang direncanakan oleh sekolah. Sehingga ketika mereka mencari informasi-informasi tersebut, yang mereka dapat adalah hal-hal yang masih bersifat gosip di masyarakat yang belum bisa dipastikan.

Informasi Lengkap Tentang Sekolah

Contohnya, saat ini,  banyak anggota masyarakat yang mengambil keputusan untuk memilih sebuah sekolah untuk anak mereka dengan menitik beratkan pertimbangannya berdasarkan besarnya DSP dan SPP yang akan dikenakan di samping hal-hal lain seperti Nilai Ujian Akhir Nasional (UAN) yang diterima, Kualitas fisik Sekolah, Prestasi siswa dan alumni sekolah, dan Akreditasi sekolah. Namun, banyak sekali informasi-informasi yang mereka terima bukan dari sumber yang seharusnya dan sifatnya tidak utuh, melainkan sepotong-potong.

Semua informasi tersebut sebenarnya telah diatur pemerintah untuk dimuat dalam Rencana Pengembangan Sekolah (RPS) dan Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS). Sehingga ketika para orang tua membutuhkan informasi yang dapat diandalkan tentang sekolah yang mereka inginkan, mereka dapat mengakses informasi tersebut dengan membacanya dari dua dokumen tersebut. Namun realitanya saat ini para orang tua relatif tidak dapat mengakses informasi tersebut dengan mudah.



Undangan Komite Sekolah

Setelah pengumuman penerimaan siswa telah dipublikasikan, tibalah saatnya para orang tua menerima undangan dari Komite Sekolah untuk memusyawarahkan besaran DSP dan SPP dan menerima penjelasan tentang proses belajar mengajar yang akan dijalani para siswa. Momentum ini sebenarnya merupakan saat untuk mengkonfirmasi informasi-informasi yang sudah mereka terima saat pencarian sekolah sebelumnya. Sehingga pada pertemuan itu, akan disepakati secara musyawarah besaran DSP dan SPP yang harus dibayarkan oleh para orang tua siswa baru.

Namun pertemuan yang penting seperti ini, seringkali menjadi pertemuan yang seremonial belaka. Pertemuan yang dijadwalkan berlangsung selama dua jam itu biasanya diisi oleh sambutan dan cerita Kepala Sekolah dan Komite Sekolah tentang kondisi dan kemajuan yang telah dicapai sekolah. Selebihnya pembicaraannya sering tidak relevan (ngalor-ngidul-red) dan kadang diembel-embeli pesan sponsor untuk menyampaikan kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung di sekolah serta kampanye-kampanye sosial, seperti: penyuluhan tentang anti narkoba, keluarga berencana, kampanye anti rokok, dan sebagainya. Sementara, terlepas dari pentingnya isi pembicaraan-pembicaraan tersebut, esensi dari pertemuan dengan Komite Sekolah seperti ini menjadi kurang produktif, boros dan tidak efektif. Bahkan terkesan menunjukkan tidak transparannya pengelolaan sekolah.

Hal inilah yang sering membuat para orang tua menjadi pusing tujuh keliling. Pada saat pertemuan tersebut, mereka mengharapkan banyak informasi tentang sekolah yang menjadi pilihan putra-putri mereka tersebut. Namun, informasi yang mereka harapakan kenyataannya tidak utuh dan bertele-tele, sehingga habis waktu dua jam, pertanyaan-pertanyaan mereka seputar kondisi dan rencana kegiatan sekolah masih banyak yang belum terjawab.

Lebih parahnya lagi, para orang tua murid ini kadang diberi informasi mengejutkan yang mempunyai konsekwensi pada sejumlah uang yang harus mereka bayarkan. Tiba-tiba apa yang selama ini mereka dengar sebagai rumor, ternyata benar, dimana uang DSP dan SPP yang harus mereka tanggung adalah sebesar tertentu. Bahkan, entah darimana perhitungannya dan cerita detilnya, ada permintaan pihak sekolah untuk menaikkan besaran uang DSP dan SPP tersebut beberapa puluh ribu rupiah.

Transparansi Pengelolaan Sekolah

Berbicara tentang transparansi akan meliputi pembahasan tentang definisi, ruang lingkup dan metode penyampaian informasi. Ketiga hal ini harus benar-benar dipahami agar proses  transparansi tersebut sesuai dengan cita-cita ideal masyarakat. Jika tidak dipahami, maka istilah transparansi hanya merupakan slogan belaka.

Transparansi seperti yang digunakan dalam istilah politik berarti keterbukaan dan pertanggung-jawaban. Istilah ini adalah perpanjangan metafor dari arti yang digunakan di dalam ilmu Fisika : sebuah obyek transparan adalah obyek yang bisa dilihat tembus. Aturan dan prosedur transparan biasanya diberlakukan untuk membuat para pejabat yang terlibat bertanggung-jawab dan untuk memerangi korupsi. Bila hasil rapat suatu lembaga atau instansi dapat diakses untuk umum dan media massa, atau anggaran dan laporan keuangan bisa diperiksa oleh siapa saja, atau bila undang-undang, aturan dan keputusan terbuka untuk didiskusikan, semuanya akan terlihat transparan dan akan lebih kecil kemungkinannya pejabat  bersangkutan menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan sendiri.

Dalam definisi tersebut tampak terlihat bahwa transparansi itu dimaksudkan untuk mengawasi atau mengendalikan pengelolaan, khususnya keuangan atau anggaran, sehingga memperkecil kemungkinan untuk adanya penyimpangan. Lebih jauh lagi, aspek transparansi yang perlu diwujudkan adalah aspek pengelolaan kegiatan. Artinya, rencana kegiatan dari para pengelola, manajemen atau pejabat yang bersangkutan juga perlu diawasi, dapat diakses, diberikan masukan dan dikritisi oleh masyarakat. Sehingga jika ada kegiatan yang anggarannya perlu ditanggung oleh masyarakat, maka masyarakat dapat memahami dan menerima kondisi tersebut.

Kembali kepada pengelolaan sekolah, misalnya, dimana wujud rencana kegiatan dan anggarannya, terdapat dalam RPS dan RAPBS, maka untuk memenuhi kriteria transparan tersebut, kedua dokumen itu harus dapat diakses oleh masyarakat. Penyampaiannya dapat dilakukan, salah satunya, dalam musyawarah besar Komite Sekolah sebagaimana yang telah disinggung di atas.

Yang lebih penting daripada penyampaian melalui musyawarah tersebut adalah dapat diaksesnya RPS dan RAPBS secara tertulis, baik melalui selebaran fotocopy materi rapat, melalui website sekolah, atau melalui media-media lainnya. Sehingga tidak terjadi kebingungan yang membuat stress bagi para orang tua siswa yang ingin mendapatkan informasi sejelas-jelasnya.

Optimalisasi Media Berteknologi untuk Transparansi

Walaupun saat ini bisa dikatakan sebagai abad teknologi, khususnya dalam media informasi, namun kenyataanya masih banyak ditemukan kasus-kasus gagap dalam memanfaatkan teknologi sebagai media informasi. Sering pihak-pihak tertentu belum mampu memanfaatkan media berteknologi yang ada untuk mempermudah aktifitas-aktifitas mereka. Tidak terkecuali pihak sekolah. Sebagai institusi intelektual, sarana dan prasarana yang ada seharusnya dapat digunakan seoptimal mungkin. Tetapi dalam kasus musyawarah Komite Sekolah seperti di atas, seringkali, media berteknologi yang ada tidak dimanfaatkan secara optimal.

Entah sengaja atau tidak sengaja, tidak dimanfaatkannya media berteknologi ini, menyebabkan informasi-informasi yang diberikan dalam musyawarah besar seperti itu, sering tidak dapat dipahami. Sebagian besar pertemuan seperti itu, tidak memberikan materi tertulis yang memadai. Sehingga sepanjang pertemuan musyawarah tersebut, para orang tua murid, tidak dapat fokus memberikan masukan dan berpartisipasi secara aktif untuk memperbaiki rencana-rencana kegiatan yang telah disusun oleh sekolah.

Kata kuncinya adalah optimalisasi media berteknologi. Sebab bicara tentang peralatan teknologi, kadang sekolah tertentu sudah memiliki beberapa peralatan media berteknologi yang memadai, seperti: LCD Projector, Server Internet, Hotspot, Website, dan paling tidak mesin fotocopy.  Hanya saja, pemanfaatannya sering mengalami kendala. Di saat seperti itulah, dibutuhkan inisiatif dalam mencari media teknologi lain yang dapat memberikan solusi. Sebagai contoh, jika pemaparan melalui layar LCD projector kurang optimal, maka seharusnya Komite Sekolah dapat memberikan copy RPS dan RAPBS yang sudah disusun oleh Kepala Sekolah dalam bentuk fotocopy. Tanpa adanya bahan tertulis seperti ini, ditambah kondisi hiruk pikuk pertemuan besar seperti itu, dan banyaknya urusan yang ada di dalam benak para orang tua, maka apa yang disampaikan relatif masih tidak transparan, sebab ada gangguan dalam penyampaiannya. Akibat selanjutnya pertemuan musyawarah seperti itu menjadi membosankan, membingungkan dan tidak efektif dan akhirnya tidak transparan.

Penulis:

Duduh A. Ruhdin


Pengamat Komunikasi, tinggal di Bogor

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun