WALHI ; Menko LH & SDA untuk Kabinet Jokowi – JK harus Tepat, Efektif, Taat Hukum dan Merdeka
Meningkatnya jumlah persoalan lingkungan hidup dan konflik sumber daya alam di Indonesia dari tahun ketahun, sebaiknya menjadi acuan bagi Jokowi untuk memilih orang-orang yang tepat untuk duduk dalam kabinet pemerintahannya kedepan. Khususnya pada urusan-urusan yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan pengeloaan sumber daya alam, baik yang berkaitan dengan kebijakan dalam negeri maupun yang berhubungan dengan kerjasama pihak luar, seperti kerjasama bilateral maupun multilateral.
Dalam catatan WALHI, di tahun 2012 terjadi bencana ekologis sebanyak 475 kali dengan menelan korban jiwa sebanyak 125 orang sementara di tahun 2013 jumlah bencana ekologis sangat drastis peningkatannya karena diakibatkan oleh menurunnya daya dukung lingkungan, kerusakan ekosistem dan pengelolaan sumber daya alam oleh industri ekstraktif. Jumlah bencana ekologis di tahun 2013 sebanyak 1.392 bencana atau terjadi kenaikan prosentase sebesar 293% dari tahun sebelumnya. Bencana tersebut melanda 6.727 desa/kelurahan yang tersebar di 2.787 kecamatan, 419 kab/kota di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan total korban jiwa sebanyak 565 orang. Sementara dari penelitian dan investigasi yang dilakukan oleh WALHI, bahwa kerusakan lingkungan tersebut akibat dari ulah korporasi-korporasi yang kebijakannya difasilitasi oleh negara dengan prosentase sebesar 82,5%. Seditkitnya ada 52 perusahaan atau korporasi yang teridentifikasi sebagai pelakuterjadinya konflik, baik konflik lingkungan hidup, sumber daya alam maupun agraria.
WALHI juga mencatat secara runut soal peningkatan jumlah konflik yang berujung pada meningkatnya angka kekerasan dan kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan hidup dan HAM di Indonesia. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 147 peristiwa, pada tahun 2013 terjadi peningkatan hampir dua kali lipat yaitu sebanyak 227 peristiwa konflik lingkungan hidup, sumber daya alam dan agraria. Dengan sumber daya yang dimiliki oleh WALHI, sedikitnya 40 kasus yang kemudian ditangani dalam proses hukum dan tersebar di 28 provinsi di Indonesia. Secara strategis, penanganan kasus tersebut diangkat sampai ketingkat nasional karena menyangkut beberapa sektor seperti kehutanan, perkebunan skala besar, pertambangan, kelautan dan pesisir serta yang berkaitan dengan isu-isu urban seperti pencemaran, tata ruang dan reklamasi.
Selama 2 periode SBY berkuasa namun progress untuk melindungi Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam di Indonesia tidak menunjukkan hasil apa-apa. Justru sebaliknya, penghancuran dan pengambilan sumber daya alam justru melebihi dari kebijakan yang dikeluarkan, bahkan bisa dikatakan bahwa antara satu sektor dan sektor lainnya tidak ada saling kordinasi lalu kemudian berlomba-lomba untuk “menjual” sumber daya alam serta mengabaikan daya dukung dan daya tambung lingkungan. Perlindungan lingkungan hidup atau penyelematan ekologis bukan menjadi mainstream dalam setiap kebijakan, tetapi yang ada adalah bagaimana mendapatkan benefit yang banyak dari satu jenis komoditas sumber daya alam.
Kini, diakhir rezim SBY hanya menyisakan kerusakan lingkungan yang cukup parah dan warisan-warisan konflik agraria dan sumber daya alam yang akan menjadi beban pemerintahan kedepan. Bukan hanya kerusakan lingkungan, tetapi juga meninggalkan utang negara yang sangat-sangat fantastis nilainya untuk diwariskan ke pemerintahan akan datang dalam kepemimpinan Jokowi – JK. Untuk bisa menyelesaikan dengan maksimal persoalan-persoalan tersebut, tentu harus di dukung dengan pembantu-pembantu presiden yang akan mengisi gerbong kabinetnya di periode 2014 – 2019.
Jika benar janji-janji Jokowi bahwa kabinetnya bukan kabinet untuk bagi-bagi kursi, maka strategi yang harus diterapkan berikutnya adalah memperbarui struktur kementerian dan mengisi orang-orang yang tepat, bekerja efektif dan efisien, taat terhadap aturan hukum dan perundang-undangan dan orang tersebut harus merdeka. Merdeka dalam artian, orang tersebut bisa menjalankan pekerjaan dengan serius tanpa harus di intimidasi oleh presiden. Apa yang menjadi tupoksinya, adalah menjadi tanggung-jawabnya dan kemudian melaporkan perkembangannya secara berkala kepada presiden. Tidak mengenal istilah, pesanan atasan atau pelayanan khusus tetapi harus memperlakukan semua pihak adalah sama kedudukannya di mata hukum.
Walhi memandang penting untuk meningkatkan peran dan kekuatan Kementerian Lingkungan Hidup di periode Jokowi – JK nantinya, untuk menghindari kesalahan-kesalahan yang pernah di masa pemerintahan sebelumnya. Kementerian LH dianggap lemah meski punya undang-undang yang dikatakan cukup kuat dan tegas, kemudian dari segi anggaran juga bisa dikategorikan sebagai kementerian yang sangat minim anggaran, padahal tanggung jawabnya bisa dibilang sangat banyak dan hampir menyentuh semua bagian yang bersentuhan dengan sumber daya alam, pembangunan infrastruktur, jasa, property, sosial dan budaya dan sebagian isu-isu yang berkaitan dengan hak asasi manusia. Bisa menyentuh segala lini tetapi tidak mampu berbuat, apalagi mengambil atau memutuskan langkah hukum dalam penanganan kasus karena selalu dibenturkan dengan kepentingan politik, baik nasional maupun internasional maupun kepentingan bisnis atau private sektor yang “katanya” bisa mempengaruhi perekonomin nasional dan global.
Pada pemerintahan Jokowi – JK kedepan harus dilakukan perubahan besar-besaran, termasuk menaikkan level dan tupoksi Kementerian LH menjadi Kementerian Koordinator yang kemudian mengkordinir beberapa kementerian yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Targetnya adalah tidak lagi melihat sumber daya alam secara sektoral, baik pengurusan ataupun pemanfaatan tetapi harus dilihat sebagai potensi yang mampu memberikan dampak positif untuk kepentingan negara dengan mengedepankan prinsip-prinsip perlindungan ekologis. Tidak lagi semata-mata menitik beratkan untuk meningkatkan pendapatan secara ekonomi dan bisinis tetapi lebih kepada pemberlakukan prinsip keadilan antar generasi dan memberikan perlindungan atas keberlanjutan hidup manusia. Hal itu serupa dengan janji-janji Jokowi – JK yang selalu disampaikan dalam kampanye sebelum pilpres dan saatnya menagih janji-janji tersebut.
EDO RAKHMAN
Manager Kampanye
Eksekutif Nasional WALHI
-------------------- SEKIAN --------------------
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H