Mohon tunggu...
Vox Pop Pilihan

Nafas Nelayan Cilincing

11 Juni 2016   12:01 Diperbarui: 11 Juni 2016   12:30 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah keadilan berpihak pada rakyat kecil? Pak Ambo hanya bisa tertawa dan berharap masih menunggu bantuan dari Pemerintah. Entah karena disengaja atau tidak, nyatanya sampai sekarang tidak menerima bantuan itu. Sungguh ironis negeri ini ketika bantuan pemerintah tidak tepat sasaran.

Sabtu, 19 Maret 2016 kutinggalkan aktivitasku sejenak, untuk melakukan observasi tentang kehidupan masyarakat pesisir, khususnya nelayan. Pagi itu sekitar pk. 09.00 aku berangkat dari Cikarang menuju Jakarta, tepatnya ke Cilincing. Dengan modal keyakinan dan rasa penasaran terhadap kehidupan para nelayan aku tiba di sana seitar pk. 12.00. Berjalan kesana kemari di kampung nelayan kulihat banyak sekali aktivitas yang dilakukan masyarakata di sana. 

Aku pun tertarik dengan salah satu dari mereka dan kuhampirinya yang sedang asyik mengotak-atik jala dengan kedua tangannya. Pak Ambo Tuo, lelaki berusia separuh abad lebih. Menjalani aktiviitas sebagai nelayan di laut Jakarta, lebih tepatnya di Cilincing Jakarta Utara. Sudah 20 tahun lebih menjalani profesinya sebagai nelayan. Serok dan bambu adalah alat yang digunakan untuk menangkap ikan. Tak mudah memang, karena hasil tangkapan bergantung pada musim angin, jadi tak menentu berapa pendapatan yang diperolehnya. 

Hidup dengan satu istri dan tujuh orang anak,  tak lantas membuat Pak Ambo untuk pantang menyerah menjalani pekerjaanya demi keluarga. Ketujuh anaknya ada yang sudah tumbuh dewasa dan berumah tangga, juga ada yang masih bersekolah. Pak Ambo yang hanya lulusan Sekolah Rakyat ini, berharap kepada anaknya untuk bisa menjadi orang yang berpendidikan, tidak seperti bapaknya, ujarnya.

Dalam aktivitasnya sebagai nelayan ikan, Pak Ambo berangkat menuju laut sekitar pk. 04.00 s/d pk. 10.00, itu dilakukannya setiap hari pada saat musim angin timuran. Ketika musim angin baratan Pak Ambo hanya sesekali melaut, dan lebih memperbaiki alat-alat melautnya termasuk serok. Nah, kenapa serok?? Ya, kelompok nelayan Pak Ambo ini adalah nelayan serok. 

Cara menagkap ikan dengan memasang bambu kedalam laut kemudian dipasangkan jala (Serok) di sekitar bambu-bambu itu. Berbeda dengan nelayan lain yang menagkap ikan dengan menyebar jala ke tengah laut. Area melaut Pak Ambo sendiri tidak sampai ke tengah laut, hanya disekitaran pesisir saja. Ikan yang didapat pun sangat bervariasi ada tongkol, udang, cumi, bahkan kepiting pun kadang ikut tersangkut kedalam seroknya. 

Hasil pendapatan setelah menjual ikan tangkapannya itu pun tidak menentu. Rata-rata hanya Rp. 100.000,- s.d 200.000,- pada saat musim timuran dan itu pun jika sedang beruntung mendapatkan ikan yang cukup banyak. Aku pun sempat menanyakan kepada Pak Ambo, “Apakah dari pemerintah di sini tidak memberikan bantuan buat para nelayan gitu pak ?“. 

Tanyaku dengan sedikit penasaran. Dua tahun lalu kami para nelayan di sini sempat di data oleh orang berseragam, bilangnya sih dari Dirjen gitu. Dan kami di data satu per satu setiap kelompok nelayan. Katanya sih mau dikasih bantuan perlengkapan melaut. Jawab Pak Ambo. Terus sampai sekarang belum ya pak? Tanyaku kembali. Betul mas, sampai sekarang saya tidak menerima apapun dari bantuan itu, tapi teman-teman saya yang lain sudah pada dapat. Bahkan teman saya yang bukan nelayan pun malah dapat bantuan mesin kapal. 

Jawab Pak Ambo. Loh, kok gitu pak? Kenapa yang lain sudah dapat tapi bapak enggak?? Kan aneh, apalagi bukan nelayan tapi malah dapet mesin kapal. Tanyaku sambil penasaran. Tapi dari pernyataan Pak Ambo itu aku dalam hati bertanya kenapa bisa terjadi seperti ini, sungguh aneh rasanya. Ketika pemerintah memberikan bantuhan tapi tidak tepat sasaran. Pak Ambo hanya bisa tersenyum kepadaku pada saat menceritakan itu dan sabar dalam menerima kenyataan yang seperti itu. Dalam hati kecil Pak Ambo sendiri pun sebetulnya ingin sekali merasakan yang namanya bantuan dari pemerintah. 

Padahal seberapa pun dan dalam bentuk apapun bantuan itu tetap akan diterima dan disyukuri oleh Pak Ambo, tapi apalah arti semua ini dan lebih menunggu sambil berharap bantuan itu masih bisa didapatkannya. Tidak hanya itu yang diceritakan Pak Ambo kepadaku, ada hal yang cukup membuatku menjadi penasaran lagi adalah ketika Pak Ambo bercerita soal wilayah kerjanya di sekitar laut. 

Beberapa bulan yang lalu, untuk kelompok nelayan serok sempat diadakan rapat terkait dengan isu pembatasan wilayah oleh orang-orang penguasa. Pak Ambo menceritakan untuk wilayah yang selama ini digunakannya untuk memasang bambu dan serok, sekarang digeser menjadi lebih sempit akibat akan dibangun proyek-proyek oleh para penguasa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun