Mohon tunggu...
Edo Tensai
Edo Tensai Mohon Tunggu... -

My Life, My Advanture Jangan Hanya Menjadi Pembaca, Tapi Jadilah Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemuda sebagai Generasi Penerus, Apa Benar?

20 Desember 2013   17:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sejarah lahir dan tumbuh kembang NKRI tidak pernah lepas dari satu nama; “pemuda”. Sejak dari Boedi Oetomo (1908) sebagai Kebangkitan Nasional; Sumpah Pemuda (1928) sebagai kelahiran bangsa Indonesia; Proklamasi Kemerdekaan (1945) sebagai kelahiran negara Indonesia; sampai Gerakan Reformasi (1998) sebagai perjuangan mengembalikan kehormatan bangsa dari otoritarianisme adalah bentuk partisipasi pemuda yang umum dikenal dalam mengawal bangsa ini.

Dalam konteks gerakan, ada dua hal yang menonjol pada diri seorang pemuda. Pertama, kedudukannya sebagai basis operasional dan kedua, perannya dalam proses kaderisasi. Semangat serta kekuatan membuat seorang pemuda sangat efektif untuk peran operasional yangmemang membutuhkan energy besar. Banyaknya organisasi-organisasi kepemudaan (OKP) yang memiliki hubungan mesra dengan kekuasaan menjadi penjelas poin pertama di atas. Harus diakui kehadiran beberapa OKP cenderung berjibaku dengan urusan struktural kekuasaan ketimbang kultural. Bahkan tidak jarang mereka mengakui diri sebagai organisasi onderbouw kelompok kepentingan tertentu. Parahnya lagi, beberapa oknum yang terbilang tua, menyebut diri ”pemuda” dalam aksi politiknya.

Ini fakta menyedihkan dalam membaca peran pemuda atas republik belakangan ini. Makna peran yang hanya didefinisikan sebagai partisipasi politik praktis bukan saja sebentuk pengerdilan lingkup peran pemuda. Ia juga menurunkan derajat pemuda dengan menjatuhkan citranya pada haus kekuasaan. Peran besar pemuda dalam Proklamasi adalah drama heroik nasional yang tidak haus kekuasaan, jarang direnungkan. Dalam episode hari Proklamasi Kemerdekaan misalnya. Ketimbang melantik diri menjadi ”proklamator kemerdekaan”, sosok-sosok pemuda seperti Soekarni dan kawan-kawan lebih memilih menjadikan diri sebagai ”penculik” sang Proklamator (Soekarno-Hatta). Semangat peran pemuda ketika itu tidak dipenuhi oleh syahwat politik, tetapi kesadaran melihat fungsi peran diri untuk NKRI. Tercatat sejarah menjadi ”penculik” pun tidak masalah, jika memang itu yang terbaik untuk bangsa ini. Kurang lebih demikian yang mereka pikirkan.

Konsekuensi lain dari penyempitan peran pada ranah politik kekuasaan adalah matinya peran ilmu pengetahuan. Gambaran peran-peran historis di atas sekali lagi tentu tidak menitikberatkan pada wilayah hasrat kekuasaan. Berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908 sebagai titik ”Kebangkitan Nasional” dan Sumpah Pemuda 1928 sebagai titik ”kelahiran Bangsa Indonesia” adalah gerakan yang sukses justeru diuntungkan oleh posisi para pemuda sebagai sosok-sosok terpelajar.

Di tengah keadaan bangsa Indonesia yang sedang krisis moral dan nasionalisme, peran pemuda sangat diharapkan dalam menjadikan bangsa dan negara ini menjadi lebih baik. Sebuah tanggung jawab yang tidak mudah untuk dipikul bagi pemuda untuk bisa memperbaiki krisis ini. Ironinya, banyak pemuda yang sudah terkontaminasi dengan budaya-budaya lain yang agaknya menyebabkan rasa cinta terhadap budaya bangsanya sendiri sedikit demi sedikit memudar bahkan akan lebih memuja dan mengagungkan budaya bangsa lain. Generasi muda, dewasa ini, telah terkontaminasi dengan budaya,life stylemengikuti budaya-budaya barat. Mereka mengadopsi budaya barat tanpa proses ‘filterisasi’, diterpakan ‘plek’ seperti apa yang diterapkan di barat yang berlatar belakang jauh berbeda dengan budaya Indonesia. Pemuda saat ini terlalu asik dengan diri mereka sendiri(narsisme),terlalu terlena dengan dunia kesenangan mereka sendiri(hedonisme), yang mereka pikirkan adalah untuk kesenangan mereka sendiri tidak terlalu perhatian dengan apa yang terjadi di lingkungan atau bahkan negaranya sendiri.

.Berbicara mengenai generasi muda pasti yang ada pada pikiran kita adalah para pemuda yang dalam hal ini lebih dikhususkan lagi yaitu mahasiswa. Mahasiswa yang dikenal sebagai ‘agent of change’ diharapkan mampu menjadi generasi muda yang nantinya mampu menjadi ‘agen perubahan’. Agen yang siap merubah bangsanya menjadi bangsa yang besar dengan menjadi warga negara yang sadar akan nasionalisme. Nasionalisme berarti mencintai bangsa dan negaranya termasuk mencintai budaya, produk dan segala yang dimiliki oleh bangsanya. Kemudian kata ‘perubahan’ terdapat dua makna di dalamnya,pertamaadalah peruabahan menjadi lebih baik. Ini merupakan harapan bagi seluruh bangsa, mempunyai generasi muda yang mampu merubah bangsanya menjadi lebih baik dalam segala hal.Kedua,adalah perubahan menjadi lebih buruk. Inilah yang menjadi kecemasan, ketika generasi mudanya bukan memperbaiki mmenjadi lebih baik tetapi malah menghancurkan dan merobohkan ‘tata bangunan’ kebangsaan yang telah dibangun para pendahulu. Jadi,agent of changeadalah agen yang bisa membawa dan meperbaiki bangsa ke arah yang lebih baik, kalaupun sudah baik diperbaiki ke arah yang sempurna menurut manusia karena hanya Tuhan yang Maha Sempurna di alam semesta ini.

Dengan adanya ini semua, maka patutlah kita sadar diri akan pentingnya peran kita sebagai pemuda yang akan menggantikan dan menerusakan estafet kepemimpinan negri dan bangsa ini, bahwa masa depan bangsa ini ada di tangan pemuda yaitu kita sendiri. Jika Indonesia ingin bersih dan NKRI tetap utuh, maka potong saja satu generasi. Generasi yang sudah terkena virus wajib hukumnya diamputisi dan digantikan dengan generasi yang lebih bersih.

Pertanyaanya sekarang, apakah itu bisa berhasil ?. Jangan pesimis terhadap masa depan bangsa ini. Bila pesimisme itu sampai berubah menjadi apatisme, masih bisakah kita melihat masa depan bangsa ini dengan kepala tegak dan percaya diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun