Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tsunami Tontonan dalam Pendidikan Masa Kini

25 Agustus 2024   20:46 Diperbarui: 25 Agustus 2024   20:52 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penulis malam ini sedang scroll tiktok. Tidak sengaja bertemu dengan cuitan video opini mengenai degredasi akhlak peserta didik dari akun tiktok bernama Ridwan Wiradiansyah. 

Beliau mengatakan bahwa turunnya akhlak dari peserta didik itu disebabkan oleh faktor tontonan. Sebaik apapun kurikulum, metode dan strategi pembelajaran akan kalah dengan derasnya tsunami tontonan yang tidak mendidik. Bagaimana sekolah direndahkan di tontonan televisi yang hanya membuat kesan bahwa sekolah hanya sebagai tempat pacaran, tawuran maupun geng menjadi hal yang populer, guru pun hanya sebagai bahan lelecon bagi anak didik, dan lain-lain.

Bahkan dengan tak terbatasnya konten di dunia maya saat ini pun dapat merubah standar cara pikir masyarakat kita. Dahulu informasi dan tontonan terbatas, sekarang anak-anak bisa menonton apapun dengan akses tidak terbatas dengan handphone yang dimilikinya. 

Ini lah yang menjadi masalah besar pada dunia pendidikan. Seharusnya pemerintah fokus dalam hal ini bukan hanya memikirkan proyek semata dengan alasan menghabiskan anggaran belaka atau lebih parahnya hanya untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.

Pemimpin pendidikan harus berbasis pikiran. Tahu dan paham akar masalah bukan sekedar pernyataan formalitas tanpa adanya kajian akademik. Pemimpin pendidikan harus juga berbasis teladan. Tanpa teladan bagaimana dapat menuntun setiap stake holder dibawahnya termasuk guru dan murid. Pikiran dan teladan ini lah yang menjadi krisis dalam dunia pendidikan saat ini. 

Oleh karena itu menurut Indra Charismiaji salah satu pakar pendidikan mengatakan bahwa pendidikan itu bukan hanya tentang persekolahan, namun juga mengenai pola asuh orangtua dirumah dan masyarakat tempat anak bersosial. Seharusnya kebijakan mengenai pendidikan harus mencakup tripusat ini. Penulis pun dalam 4 tahun bekerja sebagai guru melihat bahwa orangtua hanya dipanggil ketika anak bermasalah, pembagian rapot, dan saat pertemuan komite. Pemerintah harus jeli melihat permasalahan ini.

Guru sebagai garda terdepan untuk memfasilitasi peserta didik pun harus berani merubah mindset pembelajarannya. Sekarang zamannya bukan lagi guru sebagai sumber belajar namun guru harus bisa menuntun peserta didik untuk dapat membedakan informasi yang benar dan yang salah, tentunya keterampilan berpikir kritis dan mengutamakan dialog harus dimiliki oleh seorang guru. 

Walaupun seperti kata Ridwan Wiradiansyah bahwa harusnya guru jangan disibukkan untuk melengkapi administrasi yang tak ada habisnya sehingga guru tidak fokus lagi kepada pemenuhan kebutuhan untuk peserta didik. Ini juga menjadi catatan besar untuk pemerintah.

Dengan kemudahan akses hari ini anehnya guru masih disibukkan untuk memperindah modul ajar daripada meningkatkan kompetensi untuk pemenuhan kebutuhan peserta didik. Seperti kata Sujiwo Tejo kita hidup diatas bumi, bukan diatas kertas. Maka kehidupan diatas bumi itulah yang menjadi fokus seorang guru. 

Guru masih lebih ketakukan modul ajarnya berantakan saat di supervisi kepala sekolah ketimbang anak didiknya hilang tuntunan. Bahkan untuk peningkatan kualitas diri pun masih hanya berbasis pengharapan kepada sertifikat ketimbang mempelajari ilmu yang langsung berdampak kepada peserta didik di kelas.

Tentunya kita sebagai manusia harus menyadari bahwa manusia tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Namun setidaknya kita harus memiliki jiwa pembelajar sepanjang hayat untuk berkontribusi lebih baik di dunia pendidikan. Kita harus mengakui bahwa kompetensi guru di Indonesia sangatlah rendah dengan hasil data PISA terbaru dan dikonfirmasi lagi oleh rapot pendidikan. Oleh karena itu mari kita bersama-sama bergerak serentak untuk kepedulian kepada pendidikan saat ini dengan berusaha menjadi teladan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun