Guru menjadi teladan, namun tidak didukung oleh stakeholder yang berjiwa guru maka menurut penulis sia-sia saja. Karena lebih banyak sistem tersembunyi yang berjalan ketimbang jargon manisnya seperti tidak ada pungli, sekolah gratis, dan lain-lain. Kenyataannya jargon tidak ada pungli di daerah tertentu berbanding terbalik dilapangan hingga menjadi suatu keharusan jika ingin permintaannya dikabulkan dengan cepat baik seperti meminta bantuan hingga meminta pindah tugas karena jauh dari rumah,urusan kenaikan pangkat, dan pengangkatan honor daerah. Bahkan setiap dapat bantuan DAK pun harus berbagi persenan sehingga bangunan tersebut jauh dari anggaran awal. Apakah terjadi hal ini didaerah pembaca?
Sekolah gratis pun hanya menjadi jargon belaka juga. Karena ambisi politik, ia tebar janji-janji yang tidak masuk akal. Walaupun kita mengetahui bahwa undang-undang dasar mengatakan pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga pembiayaannya pun harus ditanggung Negara. Namun pada kenyataannya banyak pembiayaan sekolah yang masih menjadi tanggung jawab sekolah seperti listrik, air, wifi, dan banyaknya kegiatan siswa baik yang resmi maupun non resmi sehingga jika pemerintah tidak turun tangan membantu hal ini sekolah gratis hanyalah utopia karena sekolah tidak mampu membiayai.Â
Mengandalkan BOS semata menurut Indra Charismiaji maka sampai kapanpun pembiayaan pendidikan tidaklah cukup. Harusnya bukan bantuan, tetapi KOS (Kewajiban Operasional Sekolah). Karena jika taat konstitusi pembiayaan seluruh pendidikan adalah kewajiban pemerintah.
Oleh karena itu teladan antara perkataan dengan perbuatan hari-hari ini sangat dibutuhkan terlebih bagi stakeholder di bidang pendidikan. Penulis pernah mendengar anekdot dimasyarakat bahwa banyak orang pintar, namun kepintarannya digunakan untuk kecurangan. Semoga hal tersebut hanyalah sebuah anekdot saja bukan sebuah kenyataan.Â
Kesimpulan
Meritrokrasi dan teladan merupakan langkah awal untuk reformasi pendidikan kearah yang lebih baik. Dari dua hal ini jika dimiliki oleh stakeholder maka akan memudahkan dalam pembuatan peta jalan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Tantangan kedepan semakin banyak, janganlah membuat kebijakan karena tergantung selera namun harus berbasis data. Teladan bukan hanya harus dimiliki oleh guru yang mengajar siswa namun stakeholder pun harus berusaha menjadi teladan yang baik untuk jajaran dan bawahannya.
Mari kita bersama-sama mengkampenyekan meritrokrasi dan teladan dalam dunia pendidikan. Jika suara kita tidak dapat didengar hingga pusat maka mulailah mengubah diri sendiri untuk ditularkan kepada sekitar mengenai meritrokrasi dan keteladanan ini. Guru yang mampu memiliki 2 hal ini maka energi pengabdiannya tidak akan pernah kering, kehidupannya selalu bermakna, dan dapat menghadirkan pembelajaran yang gembira.