Mohon tunggu...
Edmu YulfizarAbdan
Edmu YulfizarAbdan Mohon Tunggu... Guru - Guru Pemula

Penulis Buku Pengabdian Literasi Sang Guru (2023) | Menggapai Cahaya Ramadhan dengan Tadarus Pendidikan (2023) | Guru Pembelajaran Sepanjang hayat (2023) | Antologi 1001 Kisah Guru (2023) | Antologi Dibalik Ruang Kelas (2024) | Guru SMA |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pertarungan Argumen dan Keputusan Sulit: Nasib Siswa di Tengah Kenaikan Kelas Kurikulum Merdeka

15 Juni 2024   14:38 Diperbarui: 15 Juni 2024   15:39 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi

Siang itu disuatu sekolahan negeri sedang terjadi jajak pendapat mengenai nasib 2 peserta didik. Akankah mereka naik kelas atau tidak ? Para guru saling melemparkan argumen baik yang mendukung naik kelas dan mendukung tinggal kelas. 

Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah pun ikut juga memberikan pandangannya mengenai hal itu. Kepala Sekolah  memberikan gambaran pandangannya bahwa atas arahan kepala dinas di daerah tersebut tidak membolehkan untuk anak didik agar tidak naik kelas. 

Wakil pun menambahkan mengenai kriteria kenaikan kelas berdasarkan Panduan Pembelajaran dan Asesmen Kemdikbudristek bahwa keputusan tidak naik kelas itu adalah opsi terakhir jika seluruh pertimbangan dan perlakuan sudah dilaksanakan dengan data yang lengkap.

Ada salah satu guru berkata pada forum tersebut, "Tidak naik kelas bukanlah aib namun tidak memfasilitasi serta tidak mengenal latar belakang, potensi secara utuh peserta didik lalu dengan mudahnya tidak menaikan kelas atau memindahkannya kesekolah lain bahkan mengeluarkannya dengan tidak berbasis data itu adalah tindakan dzalim".

Penelitian dari buku panduan Kemdikbudristek mengatakan bahwa tidak naik kelas secara empiris tidak meningkatkan prestasi akademik,terutama yang mengalami kesulitan belajar. Bahkan ada dampak psikologis dari peserta didik tersebut. Namun ada guru lainnya yang berkata,"Melihat dari 2 tahun ini mengenai anak yang bermasalah baik dari segi kurang tuntasnya ketercapaian tujuan, sering tidak hadir, dan berkaitan tentang kenakalan remaja lalu tetap dinaikan ke kelas, mereka sekalipun tidak ada perubahan malah lebih memudah-mudahkan dan kesalahannya tersebut berulang sehingga wali kelas berikutnya yang mendapat tugas tambahan memberikan perhatian khusus ke mereka. Di kasus lainnya ketika anak tersebut ada yang dipindahkan ke sekolah lain karena bermasalah terkait malasnya ternyata ketika disekolah tersebut malah makin bermasalah".

Ketakutan guru pun diceritakan dalam forum tersebut mengenai hipotesis akibat nantinya mereka tetap dinaikan kelas bahwa akan menyebarnya pengaruh budaya malas di kalangan peserta didik lainnya. Lantas guru lainnya mengatakan bahwa ia lebih setuju jika mereka naik kelas maka dua-duanya dinaikan namun jika tidak naik kelas maka dua-duanya tidak dinaikan agar tidak ada kecemburuan sosial.

Lantas Kepala Sekolah pun mengisi ketegangan di forum tersebut dengan bercerita bahwa "Dahulu ada seorang anak yang ketika sudah sukses bekerja memanggil gurunya di suatu tempat, gurunya tidak ingat dengan nama anak tersebut, lantas anak tersebut mengucapkan namanya lalu ingatlah guru tersebut. Lantas anak tersebut bercerita kepada gurunya kisah suksesnya sekarang ini karena tidak lepas dari peran gurunya tersebut. Gurunya pun bingung dan bertanya mengapa bisa begitu? Anak itu berkata bahwa dahulu ada peristiwa dikelas yang menghebohkan sekolah karena kasus pencurian, akhirnya guru tersebut menyuruh semua yang didalam kelas tersebut untuk memejamkan mata ternyata setelah beberapa lama didapatkan barang yang dicuri tersebut lalu guru tersebut langsung mengembalikan barang tersebut ke pemiliknya tanpa menyebutkan siapa yang mencurinya. Dari situ anak tersebut bertaubat dan berterimakasih kepada gurunya tersebut,andaikan guru tersebut menyebutkan namanya maka mungkin ia tidak akan seperti ini. Dia melakukan itu karena dahulu terlahir dari keluarga kurang mampu dan sangat sulit untuk makan, dan ia terpaksa melakukan itu. Akhirnya guru dan anak tersebut pun menangis bersama."

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah tersebut adalah terkait masa depan seorang anak. Tidak atau naik kelasnya peserta didik akan mempengaruhi masa depannya, kita tidak pernah tahu kedepannya ia bagaimana. 

Oleh karena itu pada dasarnya kepala sekolah membolehkan saja kepada 2 anak tersebut untuk tidak naik kelas namun dengan pertimbangan yang sangat teliti. Ditekankan oleh kepala sekolah bahwa hati nurani diatas dari segala peraturan apalagi hanya peraturan sekolah.

Penulis pun jadi teringat dengan buku berjudul "The Art of Thingking Clearly" karya dari Rolf Dobelli dengan mengatakan bahwa pandangan kepala sekolah tersebut dapat dikategorikan sebagai bias asosiasi pada halaman 155. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun