Guru merupakan salah satu profesi yang paling banyak melakukan interaksi  baik kepada rekan kerja, atasan, orangtua, murid, paman kebersihan taman, pak satpam, dan lain-lain. Oleh karena itu penulis akui banyak buku yang dibeli mengenai self improvement. Mengapa penulis banyak membeli buku tersebut ? Tiada lain untuk meningkatkan managemen kontrol hati kepada orang lain. Penulis pernah mendengar kalam ulama semakin kita banyak bicara maka semakin banyak juga kita kesalahan tersebut. Untuk meminimalisir kesalahan tersebut adalah dengan banyak membaca.
Juni adalah bulan yang dinantikan oleh peserta didik dan guru. Bulan yang dikenal sebagai bulan pembagian hasil rapot selama proses pembelajaran, disamping itu sebagai ajang liburan cukup panjang.Walaupun seringkali permasalahan untuk kebijakan libur guru selalu terulang untuk dipertanyakan implementasinya. Ada kebijakan untuk guru tetap hadir disekolah karena dianggap sebagai pegawai yang harus mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Managemen Pegawai Negeri Sipil. Ada juga yang tetap meliburkan guru bersama muridnya karena peraturan daerahnya. Sehingga nanti pun kita akan melihat perbedaan kebijakan tersebut di seluruh sekolah Indonesia.
Kemarin sekolah penulis dikunjungi oleh BKD (Badan Kepegawaian Daerah) Provinsi Kalimantan Selatan. Salah satu topik yang disampaikan adalah terkait liburan guru. Pihak BKD mengatakan sebenarnya mereka tidak mengurusi libur guru namun yang diurusi hanyalah terkait cuti. Mereka pun memberikan penjelasan bahwa mengapa guru tidak libur ? Karena sekarang dengan adanya PP Nomor 17 Nomor 2020 itu guru mendapatkan cuti tahunan yang mengakibatkan guru tidak libur, berbeda sebelum terbitnya PP tersebut guru tidak mendapatkan cuti tahunan makanya dapat libur bersama murid.
Adapun untuk libur guru itu tergantung kebijakan instansi dinas pendidikannya, jika terdapat surat edaran atau peraturan yang dibuat untuk libur guru maka BKD pun akan mematuhi hal tersebut. Kepala TAS (Tata Administrasi Sekolah) sekolah kami pun juga menambahkan bahwa aplikasi APIK( sebuah aplikasi absen yang dibuat oleh kominfo Kalimantan Selatan) yang direkap di E-Absen fitur untuk libur guru tidak ada, yang ada hanyalah libur cuti bersama dan libur hari besar lainnya, makanya sekolah pun mewajibkan guru untuk tetap masuk di sekolah.
Terlepas dari polemik liburan guru tersebut akan jauh lebih baiknya bagi seluruh guru untuk mempersiapkan pembelajaran bermaknanya untuk tahun ajaran baru. Pada artikel penulis sebelumnya menulis mengenaiÂ
- https://www.kompasiana.com/edmu9471/665b1382c925c42a4269be52/5-kebiasaan-guru-untuk-menyongsong-tahun-ajaran-baru. Silahkan disimak.
Penulis tadi ketika melihat instagram tercengang membaca tulisan mengenai guru sebagai arsitek peradaban. Tulisan itu bagi penulis terdapat makna ganda, disatu sisi guru adalah profesi yang mulia, disisi lainnya seakan-akan tanggung jawab peradaban hanya ada dipundak guru. Menyikapi pernyataan guru sebagai arsitek peradaban seharusnya menjadikan kita berpacu untuk menjadi selalu berusaha menjadi lebih baik dari hari sebelumnya minimal ada bertambahnya kebaikan di diri kita. Pernyataan tersebut pun dikuatkan dari tulisan Bapak Agustian  Deny Ardiansyah di Kompasiana mengenai menjadi guru yang dirindukan.
Lantas timbul pernyataan dari 2 pernyataan tersebut, apakah selama ini kita dirindukan oleh peserta didik ? Pembaca lah yang dapat menjawab itu. Penulis sendiri mempunyai sudut pandang lain mengenai hal ini. Penulis teringat bacaan mengenai "Kita tidak bisa merubah orang lain, namun kita memiliki kendali penuh untuk merubah diri kita". Dari pernyataan ini penulis berpendapat bahwa seharusnya kitalah yang harus merindukan hadirnya peserta didik di kelas kita. Apakah selama ini kita merindukan kehadiran bersama peserta didik ? Merindukan akan memfasilitasi kebutuhan peseta didik ? Atau malah sebaliknya kita malah ingin cepat-cepat selesai dari proses pembelajaran yang penting materi sudah disampaikan?
Peserta didik bukan hanya sekedar dari pelaksanaan modul ajar yang bersifat dokumen mati. Ia hidup, ia memiliki hati, ia mempunyai tujuan hidup yang masih dicarinya. Tugas seorang gurulah membersamai perjalanan hidup mereka di sekolah. Modul ajar dapat di copy paste namun menanamkan karakter anak butuh perjuangan dari seluruh komponen pendidikan termasuk guru. Oleh karena itu butuh kerjasama semua pihak dari orangtua, guru, dan lingkungannya untuk menciptakan generasi emas bukan generasi cemas.
Ajang MPLSÂ (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) inilah yang harus direncanakan dengan matang untuk merekayasa lingkungan sekolah agar menjadi sumber peradaban yang baik. Tentunya berikut tips dari penulis untuk membuat MPLS lebih bermakna :
1. Utamakan Dialog antara Orangtua dan Pihak Sekolah
Penulis mengamati setiap pertemuan bersama orangtua murid terkesan berjalan satu arah. Tidak ada pembicaraan dua arah yang bermakna untuk sama-sama merancang kegiatan peserta didik dan sekedar mempersentasikan program sekolah. Padahal kita mengetahui akan lebih penting mendiskusikan tantangan pendidikan anak sekarang seperti candu handphone, pergaulan bebas, membangun spiritual anak,dan topik lainnya yang terkait tantangan masa depan anak. Kemungkinan tidak dilakukan hal tersebut adalah kurangnya kompetensi public speaking yang dimiliki oleh penyelenggara. Oleh karena itu seharusnya pemerintah khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menyelenggarakan pelatihan/workshop mengenai public speaking efektif dibanding hanya mengotak-atik pembuatan modul pembelajaran. Integrasi antara program sekolah dan kebiasaan murid di rumah yang dibentuk oleh orangtua itu lebih penting ketimbang hal-hal yang administrasi. Karena peserta didik dan orangtua adalah benda hidup yang harus dimanagemen dengan hati dan pikiran yang hidup pula.