Kemarin penulis bersama kekasih menonton film hasil adaptasi karya novel Pidi Baiq berjudul Ancika:Â Dia yang bersamaku 1995Â yang disutradarai oleh Benny Setiawan.Â
Luarbiasa penulis maupun sutradaranya dengan menyajikan latar sekolah dapat membuat novel dan film tersebut laku keras di dunia perfilman Indonesia. Menandakan bahwa masa suasana sekolah adalah hal yang tetap dikenang dan dirindukan oleh jutaan pasang mata yang menontonnya. Apakah sekolah sekarang ini masih menjadi hal-hal yang dirindukan atau malah mulai ditinggalkan ? Â
Sekolah lahir karena adanya masyarakat yang berekspetasi bahwa guru dapat menanamkan nilai-nilai serta moral yang disepakati dengan kebanyakan masyarakat kepada muridnya.Â
Oleh karena itu lebih luas daripada itu pendidikan tidak lepas dari kultur masyarakat di zaman tersebut. Dilan digambarkan dalam film tersebut sosok orang yang menyukai kebebasan dan penikmat buku sehingga setiap dialognya mengandung kekayaan diksi seperti ketika Ancika mengatakan ada mempunyai PR dari sekolah, Dilan menimpali ucapan Ancika itu bukan PR tapi "Perum".Â
Bahkan ketika Ancika meminta membuatkan sinopsis mengenai buku wanita dan kebebasan kalau tidak salah judulnya, Dilan dengan tenang mengerjakannya. Tanpa di cek oleh Ancika isi dari "Perum" tersebut, dibacakannya lah didepan kelas karena diperintah guru, kurang lebih isinya sebagai berikut:
"Buku ini menceritakan mengenai wanita dan kebebasan. Buku ini sangat menarik dan seru. Tetapi lebih seru Ancika. Dia mempunyai nama terserah, dan aku menyukainya" sontak seluruh kelas tertawa.
Sekolah bagi Dilan adalah sebuah petualangan, kebebasan dan sumber kepekaan sosial. Dimana pada saat itu rezim otoriter sedang berkuasa. Oleh karena itu dengan instrumen gitar,lagu,dan kata ia menyampaikan keresahannya. Meskipun tantangan sekolah pada saat itu adalah hidupnya geng-geng motor yang anarkis dikalangan pelajar. Â
Kemungkinan menurut penulis yang belum lahir pada saat itu, munculnya tantangan tersebut karena suasana hidup terlalu kaku dan cenderung terstruktur hingga pendidikan pada saat itu belum bisa menampung makna kreativitas ,dinamis, serta kemerdekaan diri.Â
Di dalam buku berjudul "Menjadi Guru Panggilan Hati" halaman 88 karya I Dewa Nyoman Sarjana seakan mengkonfirmasi hipotesa penulis bahwa pada tahun tersebut masih menggunakan Kurikulum 1994 dengan sistem caturwulan yang dikritik beban belajar murid dinilai terlalu berat dari muatan nasional sampai muatan lokal. Jadi apa sebenarnya permasalahan pendidikan sekarang ini ?
Di dalam buku berjudul "Pendidik Karakter di Zaman Keblinger" karya Doni Koesoema dikatakan bahwa "Persoalan terkait pendidikan khususnya guru di Indonesia sangatlah kompleks sehingga sulit untuk menemukan satu penyebab tunggal mengapa semakin tahun guru semakin memprihatinkan. Diskusi lantas menjalar pada berbagai macam persoalan dan kesulitan, baik itu ekonomi, beban administrasi, gaji, keinginan guru untuk maju tetapi tidak didukung kultur, sampai pada persoalan kemalasan guru untuk mengembangkan diri, enggan membaca, memperbarui pengetahuan dan materi yang diajarkan. Para guru tergencet bukan hanya karena masalah ekonomi, melainkan juga sosial, politik, kultural, profesional, dan individual".