[caption id="attachment_388476" align="aligncenter" width="600" caption="(ANTARA News) - Serial animasi Adit & Sopo Jarwo "][/caption]
“BOS, Sopo takut, Bos,” suara itu muncul dari mulut lelaki bertubuh bongsor tetapi terkesan blo'on bernama Sopo kala diminta Sang Bos untuk menyeberangi jembatan kayu yang melintang di atas sungai untuk mengejar Adit yang bersepeda bersama Denis dan si mungil Adel.
Tentu saja si Bos marah. Jarwo, nama si Bos itu, memang cerdik sekaligus licik. Dalam alam cerita (animasi) rekaan atau dalam alam nyata, berbuat licik tentulah tidak baik, yang ganjaran untuk perbuatan itu tentu juga hal yang tidak baik. Jarwo (dan termasuk pula si blo'on Sopo) sering sekali ketiban sial gara-gara perbuatannya sendiri.
Film animasi yang tayang saban sore diMNCTVini tentu saja diniatkan memuat pesan-pesan tertentu. Bahwa, jangan sampai penonton cilik (saya duga film ini segmen yang dibidik memang anak-anak) meniru kelakuan Jarwo dan Sopo. Untuk memperkuat penyampaian pesan moralnya, melengkapi yang tersamar, sering kali Pak Haji (yang suaranya mirip Deddy Mizwar, walau sebenarnya sang pengisi suara bukan Wagub Jabar itu) menyampaikan nasihat untuk si duet maut; Sopo-Jarwo.
Barusan, bersama beberapa teman, saya iseng membahas tentang film animasi yang sedang naik daun ini. “DibandingKeluarga Somad, aku lebih sukaSopo-Jarwo,” kata seorang teman yang segera diiyakan dua teman saya yang lain.
Ya, secara visualisasi saya sependapat dengan mereka.Keluarga Somad(tayang diIndosiarsaban Minggu siang) gerakannya terkesan kurang 'halus', walau tentu saja lebih halus dibandingSi Huma, film animasi produksi dalam negeri yang tayang diTVRItahun 80-an. Namun, dengan hadirnyaKeluarga SomaddanSopo-Jarwo(beserta kekurangan dan kelebihannya) tentu saja adalah suatu hal yang patut diapresiasi. Animator kita ternyata bisa. Dan, pernah kita dengar, banyak ternyata animator Indonesia yang pergi ke luar negeri menggarap film di negara lain yang dipasarkan secara global, sementara film animasi di dalam negeri seperti mati suri.
Sopo-Jarwo, kalau begitu, semoga menjadi semacam garisstartbaru untuk mengejar ketertinggalan kita di bidang film animasi. Tak usahlah muluk-muluk mengalahkan (atau sekadar menyamai) garapanWalt Disney, tetapi untukngelahinUpin-Ipinmasagakmungkin?
Ya, lawan terdekat kita adalah duo kembarUpin-Ipinyang saban petang rajin sekali menyambangi rumah kita juga lewat layarMNCTV. Teman bicara saya yang saya ceritakan di atas termasuk pihak yang menilaiSopo-Jarwomasih kalah dibandingUpin-Ipin. Ya garapan geraknya, ya variasi ceritanya.
Atau secara paketan,Sopo-Jarwo + Keluarga Somad, kalau dipers(t)andingkan denganUpin-Ipin + Boboi Boy, secara jujur saya bilang milik kita masih kalah. Tetapi, seperti pernah disinggung seorang motivator, untuk mengejar ketertinggalan, diperlukan langkah pertama diikuti langkah-langkah selanjutnya secara kontinyu dan tak mudah menyerah.
Keluarga SomaddanSopo-Jarwoadalah langkah itu. Kita kudu mendukungkannya agar ia makin maju, makin 'halus' sekaligus makin bervariasi tema ceritanya. Apakah kita tidak gundah manakala anak-anak kita lebih fasih menyapa Ibu guru mereka dengan ucapan“Selamat Pagi, Cik Gu”dibanding“Selamat Pagi, Bu Guru”hanya karena dia lebih sering (dan senang) menonton nonton film animasi dari negeri jiran ketimbang buatan dalam negeri?
Ya, saya bertanya kepada Anda, bukan kepada Ipin yang pastilah ia akan bilang, “Betul, betul, betul...” *****