"andaikan Dia mampu mengembalikan keduanya seperti dulu aku tidak akan seperti ini. Kini dan di sini aku benar merasakan, hidup sebagai anak sebatangkara, tak ada bahu yang membuatku  mampu tuk sandarkan kepalaku walau hanya sebentar saja, tatkala hanya ingin mengadu beratnya hidupku. Tak ada nasihat yang dapat kuterima tuk memulai kehidupanku yang baru, semuanya telah sirna, aku seperti kapas yang beterbangan kian kemari dihempas angin dan tak pernah tahu kapan harus berhenti. Itulah aku Rama, si anak desa". Rama kerap berlabuh dalam alam penyesalan, entah sampaikapankah ia akan seperti ini
Telah dua minggu ia berada di kota, berjalan kesana kemari dengan harapan menemukan tulisan yang berbunyi "lowongan pekerjaan" namun tidak ia temukan. "harapanku akan pupus dalam waktu dekat" kata Rama dalam hatinya. Ia hanya memiliki waktu dua minggu lagi untuk tinggal di kamar itu, kamar yang sudah menampungnya selama dua minggu ini. Setelah itu ia tidak tahu, kemanakah ia akan pergi., ia harus segera mendapatkan pekerjaan agar dapat membereskan segala kebutuhannya. Ia terlihat lelah tak kuasa menanggung beban kehidupan yang sedang ia jalani. Sudah tak ada tempat untuk mengadu bagi dirinya..Â
Keringat dan air mata terus membasahi pipi Rama, siang dan malam perutnya kosong, ia sadar akan keadaannya bahwa ia butuh makan, tetapi apa yang harus ia makan,..nasi...di manakah akan ia peroleh sepiring nasi?? Ia tak punya uang, apakah harus mencuri? Apakah harus mengemis?Â
 "Tidak! Tidak! Aku adalah anak desa aku terlahir dalam segala kekurangan, dibesarkan dalam keluarga miskin, susah dan tak berpendidikan aku menempuh pendidikan atas kemurahan orang lain dan semua telah cukup untukku. Sekarang.. saat ini aku berada di kota.. jauh dari kampungku, jauh dari tempat di mana aku dibesarkan yang penuh keterbatasan, aku adalah sang pemimpin dari mimpi-mimpi yang silam, aku tercipta dari cinta dibesarkan dari kasih dan berjuang tanpa keduanya, aku hanyalah sebuah anugerah dari yang kuasa tuk berjuang merasakan kepahitan hidup di negeri sendiri".
" Aku adalah anak bangsa yang dipojokan dari keramaian dunia, aku tertinggal dalam kemajuan dan aku bahkan tak pernah terpikirkan oleh mereka yang mengais kekayaan di atas penderitaanku. Aku sang pemimpi dari janji yang tak pernah nyata, tetapi aku tak akan pernah tunduk atas penderitaan ini, aku adalah sang pemimpi yang tak perlu menyesali segala kelemahan, kekurangan dan kekacauan karena aku bukanlah sebuah kepastian...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H