Namun, pemandangan mesra itu juga bisa ditanggapi skeptis. Bahwa dalam acara formal seperti rakernas merupakan hal yang lumrah jika kemudian saling bertegur sapa baik kawan ataupun lawan. Bersalaman hingga salam komando dinilai sebagai kewajaran dalam seni diplomasi. Apalagi dilakukan para politisi.
Spekulasi apa yang mungkin akan terjadi masih terbuka luas hingga detik-detik akhir pendaftaran pasangan capres dan cawapres ke KPU Pada September 2023 mendatang. Jika melihat pengalaman Pilpres 2019, nama pasangan barus disodorkan parpol di detik-detik akhir.
Bagaimana kubu Prabowo dan Jokowi saling menunggu. Perhitungan calon wapres dan koalisi menyulut ketegangan tetapi juga ketidakterdugaan. Bagaimana Prabowo memilih Sandiaga Uno sehingga mengundang kekecewaan kubu Partai Demokrat di Cikeas. Demikian pula, Jokowi di luar dugaan menggantikan Mahfud MD dengan Ma'ruf Amin.
Jika tradisi mepet-mepet di batas akhir mamasukkan nama pasangan capres-cawapres ke KPU maka peluang Ganjar untuk dibajak partai lain masih sangat terbuka luas. Apalagi, jika PDIP tidak mengakomodir elektabilitas dari Ganjar Pranowo dalam pertarungan Pilpres.
Saat ini, pilihan Ganjar untuk tetap tegak lurus dengan partai merupakan pilihan paling tepat. Pertama, karena masih cairnya rencana koalisi parpol sehingga belum ada yang berani memutuskan secara pasti bakal capres dan cawapres yang diusung. Belum ada kepastian mengenai bakal capres dan cawapres yang diusung.
Kedua, sikap rendah hati Ganjar lebih menguntungkan baginya ketimbang harus secara frontal berhadapan dengan PDIP yang telah membesarkannya. Lompat pagar ke Nasdem, misalnya, sangat tidak menguntungkan karena Surya Paloh baru sekadar menjanjikan angin surga bakal diusung capres.
Ketiga, penegasan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang bakal memecat kader yang main dua kaki. Tentu saja ini peringatan keras bagi para kader yang mulai mencuri start untuk berkongsi dengan partai lain. Peringatan tersebut tentu sangat berlaku bagi Ganjar jika tidak menolak pinangan partai lain.
"Tidak ada dalam PDI Perjuangan yang main dua kaki, tiga kaki, melakukan manuver. Karena saya diberikan kalian hak prerogatif. Hanya ketua umum yang menentukan siapa yang akan menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan," Megawati menegaskan.
Sikap politik Megawati sangat tegas. Ia tidak mentoleransi sikap abu-abu dari para pengikutnya. Megawati mengajarkan konsistensi para kader dalam berpartai. Bahkan, Megawati tidak merasa merugi jika harus memecat kader karena penghianatan kepada partai lain.
Pilihan politik PDIP itu tersebut tentu sangat positif bagi pendidikan politik. Artinya, politisi bukanlah petualangan sekadar untuk menggapai karir politik atau jabatan. Politik lebih luhur dari itu, yaitu membangun loyalitas dan pengabdian kepada partai yang berujung pada rakyat dan bangsa. Bukan pula kepentingan sesaat untuk diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H