Dengan sedikit lobi ke PKS, pasangan JK-Anies dipastikan akan mendapat dukungan dari partai dakwah itu. Namun gabungan Golkar-Nasdem sebenarnya  sudah menjadi modal dasar yang cukup untuk  lolos sebagai calon kandidat Pilpres 2024.
Tentu jalan mulus itu bisa dilakukan karena Partai Golkar adalah partai pragmatis. Meski saat ini getol mensosialisasikan Ketua Umum Airlangga Hartarto sebagai capres tetapi partai beringin akan kembali realistis ketika berbicara elektabilitas.
Dengan bekal bahwa JK adalah tokoh senior Golkar maka akan gampang diterima di seluruh jajaran kader. Kubu penolak kemungkinan mudah luluh jika melihat sejarah partai yang selalu menggantung pada penguasa itu.
Menghadirkan duet JK-Anies juga memberikan nilai tawar dari wawasan keterwakilan. JK mewakili sosok dari luar Jawa sedangkan Anies meski berdarah Arab tetap harus bisa di representasi Jawa. Meski soal Jawa tentu akan kalah pamor bila dibanding Prabowo atau Puan.
Pasangan JK-Anies bila mau digarap dari sisi generasi pun bisa dijadikan komoditas kampanye. JK yang berpengalaman di pemerintahan hingga dua kali wapres di usia sangat matang yaitu 78 tahun tentu memberi nilai tambah. Sebaliknya Anies dengan pengalaman sebagai gubernur berusia 51 tahun bisa mewakili generasi produktif meski juga bukan muda lagi.
Mau tidak mau jika duet ini berhasil menyusun kekuatan hingga menjadi pasangan kandidat calon maka nuansa politik identitas akan kembali mengental. Latar JK sebagai pemimpin DMI tak bisa dihindarkan. Demikian pula pendukung Anies saat menjadi gubernur DKI tak bisa ditutupi. Identitas di sini lebih pada benturan antara ideologi agama dan nasionalis. Â
Namun, lebih dari itu. JK pernah menyampaikan tidak ingin berkecimpung dalam pemerintahan. Tokoh Bugis yang dipanggil Daeng Ucu ini pernah menyatakan keinginannya untuk fokus di bidang keagamaan dan sosial. Bahkan, kesakralannya sebagai juru damai akan lebih menjadi fokus perhatiannya.
Kita hanya bisa melihat ke depan apakah JK kokoh dalam pendirian untuk tidak kembali ke panggung politik. Ataukah karena merasa terpanggil, kemudian ingin kembali mengepak sayap sebagai orang nomor satu di negeri ini. Satu hal yang belum diraih dalam karir politik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H