JUDUL di atas tentu tidak berkaitan meski waktunya hampir bersamaan. Seiring dengan pernyataan Presiden Joko Widodo agar cinta produk dalam negeri disertai benci produk asing ternyata anak bungsu Kaesang Pangarep dikabarkan memutus cinta Felicia.
Keduanya bikin heboh. Pertama, meskipun Indonesia  menganut perdagangan bebas menyerukan untuk cinta produk lokal adalah kewajiban. Namun, ketika Jokowi mengatakan benci produk asing kesannya bukan malah produktif tetapi konfrontatif.
Pernyataan Jokowi itu menjadi pemberitaan banyak media asing, apakah Indonesia benar-benar siap menolak produk asing. Pertanyaannya, siapkah Indonesia?
Meskipun bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yaitu 270 juta jiwa, mungkinkah memutus mata rantai produk asing. Produk asing membanjir ke Indonesia bahkan produk Tiongkok yang terkenal murah meriah sudah merambah ke pasar lokal hingga di pelosok kampung di seantero negeri.
Membenci produk asing yang hendak digalakkan Jokowi hanyalah sebatas jargon yang sulit diwujudkan dalam era digital semacam ini. Jika Jokowi menghendaki agar gerai produk asing disingkirkan di pojokan suatu mal kemudian di etalase depan dipasang produk lokal bahkan hasil UMKM tetaplah tidak akan mujarab mencekal intuisi orang terhadap barang asing apalagi yang branded.
Di era digital ini, apalagi di masa pandemi, hasrat belanja tidak lagi hanya di pusat perbelanjaan seperti mal tetapi juga di gadget tiap orang. Pemilik duit bisa belanja apa saja dan kapan saja.
Pernyataan Jokowi benci produk asing, bagaimanapun, adalah suatu bentuk penyadaran kembali akan nafsu barbar berbelanja, bahwa ada produk lokal yang memerlukan perhatian, bahwa produk UMKM bisa mengisi kebutuhan.
Harus dimaknai bahwa seruan Jokowi itu untuk kembali pada pemenuhan kebutuhan bukan keinginan. Juga berbelanja berdasarkan fungsi bukan gengsi. Andaikan seruan itu sebagai upaya gerakan moral tentu perlu disambut. Namun, apakah harus dengan menyampaikan kebencian? Meski itu hanya kebencian terhadap barang atau produk-produk. Namun, barang itu hasil olah karya manusia juga bukan?
Penjelasan disampaikan Menteri Perdagangan yang membisiki Jokowi hingga keluar diksi 'benci barang luar negeri'.  Mendag M Lutfi mengatakan sebelum Jokowi membuka acara pertemuan kementeriannya itu, ia bisiki bahwa terjadi praktik ilegal yang dilakukan perusahaan e-commerce dunia yang disebutnya sebagai predatory pricing.
Mantan Dubes Indonesia di Amerika Serikat di era Presiden Trump itu membeberkan tulisan lembaga internasional yang menyebutkan hancurnya UMKM akibat perdagangan tak adil itu. Ia mencontohkan harga jilbab luar negeri yang ditawarkan dengan harga 1.900 lewat suatu platform e-commerce.
"Inilah yang menyebabkan kebencian dari produk asing yang diutarakan presiden karena kejadian-kejadian perdagangan yang tidak adil, tidak untungkan, dan tidak bermanfaat," teman kuliah Sandiaga Uno dan Erick Thohir itu dalam keterangannya menjelaskan makna Jokowi benci produk luar negeri.