Kubu yang tidak tertampung AHY inilah yang melakukan manuver. Mereka melakukan pendekatan kepada jajaran penguasa yang sekiranya mampu diposisikan dengan harapan dapat mengambil alih kepemimpinan AHY. Kebetulan, mereka bisa menyampaikan keluh kesah kepada Kelapa Staf Kepresidenan Moeldoko. Kedekatan Moeldoko dengan Jokowi ini yang dikapitalisasi kubu penentang AHY ini untuk meyakinkan pengurus daerah dan cabang untuk bersama melakukan gerakan.
Apalagi dalam beberapa waktu ini, daerah dan cabang akan melakukan musda atau pun muscab. Gesekan-gesekan tidak mungkin terhindarkan. Ada yang kemungkinan akan tersisih dari jaringan DPP ada pula yang ingin mencari muka ke AHY. Pertarungan ini menjadi waktu yang tepat untuk menyaring pimpinan demokrat  di daerah dan cabang yang ragu dengan AHY.
Di dalam partai ini tak bisa dipungkiri terdapat banyak faksi. Tiap ketua umum membawa gerbongnya masing-masing. Apalagi partai ini sudah berkembang 21 tahun. Persaingan antar kubu ini dari generasi awal tak bisa terelakkan. Misalnya, pernyataan I Gede Pasek Suardika yang kini telah menyeberang ke Partai Hanura dan menjadi senator di Senayan.
Ia menyerang Nazaruddin yang pernah menjabat Bendahara Partai di era Ketua Umum Anas Urbaningrum. Pasek yang satu barisan dengan Anas tetapi berseberangan dengan Nazaruddin yang merupakan eks koruptor menilai Moeldoko terjebak. Â
"Dulu sukses ikut jebloskan @anasurbaningrum, setelah keluar penjara, ia sukses lagi jebloskan @GeneralMoeldoko ke pusaran konflik politik di PD. Itulah Nazaruddin," kata Pasek lewat akun Twitternya, @G_paseksuardika, Kamis (4/2/2021).
Tudingan Pasek bukan tanpa dasar. AHY menyebutkan kader pecatan partai sembilan tahun karena kasus korupsi menunjuk Nazaruddin. Bahkan, dalam pertemuan dengan Moeldoko disebutkan ada Nazaruddin dan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Johny Allen.
Moeldoko sendiri mengakui pertemuan dengan kader demokrat baik di rumah atau pun di lokasi lain. Tampaknya faksi di luar AHY berhasil menyeret mantan Panglima TNI itu dalam sengkarut persoalan internal partai. Kepala KSP itu bahkan menegaskan bahwa persoalan itu tidak melibatkan Jokowi atau pun pejabat di lingkaran Jokowi. Moeldoko menyebutkan itu sebagai murni pribadinya. Ia mengancam agar tidak ganggu Jokowi.
Jika terjadi blunder, tentunya ini hanya terjadi pada Meoldoko pribadi. Jika tudingan Demokrat benar bahwa Moeldoko berambisi nyapres 2024, tentunya menunjukkan kelemahan strategi purnawirawan jenderal itu dalam menyusun upaya untuk mengakuisisi partai yang didirikan seniornya di TNI itu.
Kegagalan strategi ini bisa disebabkan oleh kesalahan dalam berkongsi. Misalnya, mengenai keterlibatan Nazaruddin yang sudah mendapat stempel hitam sehingga memberikan ketakutan dan kegamangan pimpinan partai di daerah sekalipun ada tawaran materi yang cukup menggiurkan.
Namun, Moeldoko menegaskan bantahannya bahwa ia tidak berniat mengambil alih posisi AHY melalui Kongres Luar Biasa (KLB) seperti disampaikan para elite partai. Seiring berkembang liarnya informasi sejak Senin lalu, Moeldoko dalam posisi yang lemah.
Ia pun merasa perlu menyampaikan dua keterangan bantahan dua kali. Pada Senin lalu, dan Rabu kemarin. Keduanya, membantah segala tudingan. Bahkan sampai berdalih sekadar ngopi-ngopi dengan kader demokrat yang ia sebut tidak hapal siapa saja.