PRESIDEN Joko Widodo tidak membalas surat yang dikirimkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Mensesneg Pratikno secara tegas mengatakan tidak ingin campur tangan masalah internal partai.
Surat tersebut, sebagaimana disampaikan Politikus Partai Demokrat Andi Mallarangeng, mempertanyakan apakah benar Jokowi dan pejabat lain telah memberi restu kepada Moeldoko untuk ambil alih alias kudeta Partai Damokrat.
Isu yang disuarakan AHY terbilang bukan hal yang bisa dianggap sepele. Simak kata yang diucapkan AHY saat jumpa pers, Senin (1/2/2021) ketika mengumumkan adanya upaya penggulingan dirinya sebagai ketua umum.
"Pengambilalihan posisi Ketum PD (Partai Demokrat) akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang," ujar AHY di Taman Politik Wisma Proklamasi, Jakarta.
Ia menyebutkan pihak yang diduga melakukan gerakan ambil alih kepemimpinan secara paksa di Partai Demokrat melibatkan pejabat penting pemerintahan. "Yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo," ujarnya.
Mengenai restu Jokowi termasuk menyeret nama Kepala BIN, Menko Pohukam, Menkum HAM kepada Moeldoko memang muncul dari elite pengurus partai tersebut. Bahwa ada kehadiran negara dalam rencana kisruh partai yang kemudian diterjemahkan sebagai kudeta merupakan perkara besar dalam politik nasional.
Pernyataan keterlibatan pemerintah dalam kudeta ini disebutkan berdasar kesaksian para pimpinan daerah dan cabang partai yang disebut dibujuk para senior. Bahkan iming-iming duit sebesar Rp 100 juta. Kesimpulan penyebutan restu Jokowi memang kemudian menjadi bola liar.
Adanya campur tangan eksternal dan adanya 'restu' Istana tersebut yang membuat AHY percaya diri mengumumkan upaya 'kudeta' padanya. Berbeda dengan upaya penggulingan yang dilakukan sebatas internal yang cukup diatasi dengan tangan besi mendepak mereka melalui mahkamah partai.
Penelusuran partai, katanya berdasar kesaksian kader, muncul nama Moeldoko yang digadang dijadikans sebagai ketua umum dan Istana dari sisi legalitas di kemudian hari setelah berlangsung KLB. Bagi AHY, ini masalah sangat besar menyangkut eksistensi partai dan memiliki gaung nasional sehingga harus diekspose.
Diharapkan ini memberi nilai positif bagi partai di depan publik. Satu sisi menunjukkan sukses intelijen di balik kebesaran partai dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membongkar kasus ini. Sisi  yang lain membangun citra partai di balik buruknya pemerintahan Jokowi yang diduga melakukan campur tangan terhadap kehidupan partai demokrat.
Namun menjadikan isu kian liar kemungkinan akan menemukan jalan buntu. Pasalnya, Jokowi tegas menolak memberikan tanggapan atau pun memberikan balas atas surat. Istana memandang bahwa masalah itu merupakan internal partai karena adanya faksi-faksi yang ada terutama dari kubu senior partai setelah regenerasi partai dari SBY beralih kepada AHY.