RIBUAN karangan bunga terpasang memadati pintu masuk Kodam Jaya di Jalan Mayjen Sutoyo, Cilitan, Jakarta Timur. Orang dari kota hujan Bogor pasti melihatnya. Tetapi, tidak bagi Fadli Zon yang mempunyai konstituante warga Bogor itu.
Ia berujar mengenai bunga-bunga itu sebagai kesia-siaan. Dengan menyindir nama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), eks Wakil Ketua DPR itu mengatakan bunga yang dikirim ke Kodam Jaya itu HANYA BUANG UANG.
"Ketimbang buang-buang uang untuk karangan bunga model zaman Ahok dulu mending dikasih untuk mereka yang membutuhkan. Salam akal sehat," begitu persisnya sang wakil ketum partai terbesar kedua Indonesia itu menuliskan di dinding akun Twitternya.
Harap dimaklumi saja bila akal 'sehatnya' berbicara begitu. Semoga akal sehatnya tidak hanya bicara uang dan uang. Ia pun mengingat tentang karangan bunga untuk pasangan Ahok-Djarot yang kalah Pilkada 2017 lalu yang mencapai tujuh ribu. Mungkin, bagi Fadli Zon, bunga untuk Ahok juga kesia-siaan. Wong kalah kok dikasih bunga, mungkin akal sehatnya begitu.
Sayang sekali bunga indah yang bisa berjuta makna itu hanya dianggap sekadar buang-buang uang alias kesia-siaan. Orang dengan sukarela mengirim karangan bunga mungkin nilainya ratusan ribu hingga jutaan. Tentu, uang segitu tidak bernilai dibanding penghargaan yang diberikan kepada Pangdam Jaya Mayjen Dudung Abdurrachman yang mempunyai kewibawaan juga ketulusan.
Bunga-bunga itu adalah simbol. Bukan sekadar seonggok barang yang indah di awal kemudian layu. Mahatma Gandhi saat melakukan perjuangannya melawan kekerasan menuliskan tentang makna dari setangkai bunga mawar.
"Bunga mawar tidak perlu berkhotbah. Ia hanya menebarkan wewangiannya. Aroma itu adalah suatu khotbah tersendiri...aroma kesalehan dan kehidupan spiritual jauh lebih halus dari wewangian bunga mawar."
Di abad ke-17 di zaman Ratu Victoria, bunga adalah bahasa untuk mengkomunikasikan suatu perasaan yang terbelenggu oleh zamannya. Ketika bahasa tidak terangkai dalam ucapan, bunga menggantikan makna.
Ratusan ribu warga Amerika Serikat pada Oktober 1967 menggelar demonstrasi untuk menyerukan diakhirinya perang di Vietnam. Seorang gadis 17 tahun membawa setangkai bunga Krisan berhadapan dengan pasukan bersenjata bayonet.
Peristiwa yang diabadikan dalam foto ikonik itu sangat menggetarkan dengan tajuk 'bunga dan bayonet'. Bunga itu menjadi simbol perlawanan di dunia. Bagaimana setangkai bunga bisa mengubah kehidupan. Perang yang menelan korban terbanyak dalam sejarah Amerika itu pun berakhir.
Bila ada orang yang hendak menihilkan makna kiriman bunga yang terus berdatangan ke Makodam Jaya dan Mapolda Metro Jaya berarti  ia  tengah berupaya untuk membunuh perlawanan dalam bentuk yang paling dalam, yaitu bahasa simbol.