Mohon tunggu...
Edi Sembiring
Edi Sembiring Mohon Tunggu... -

tulisan kini diarsipkan di sebuah huma kecil,\r\nrumah tuannya, \r\nnamun merdeka di tanahnya ----\r\n\r\n\r\njejak-jejak meracau....\r\nwww.edisantana.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Dari Mak Engket, Mak Erot Hingga Mak Beye

12 Juli 2011   00:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:45 1496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1310444303346914973

[caption id="attachment_122168" align="aligncenter" width="640" caption="http://www.bloggaul.com/koesplator/pic/20071106-175201/Wallpaper_Koes_Plus_11.jpg"][/caption]

Entah siapa dia sehingga Koes Plus begitu berharap. Memberi harap akan ada sebuah pertolongan. Dengarlah nyanyiannya :

Mak Engket maukah kau menolongku tunjukkan jalan ke telaga biru di sana kekasihku selalu menunggu aku ingin segera bertemu… Mak Engket dengarkanlah kata-kataku ku rindu kekasihku Mak Engket luluskanlah permintaanku di sisa hidupku

Lagunya cukup tua, setua jawaban yang tak kunjung didapat. Bukan berarti kita sudah pikun apalagi bangkotan. Biarlah mereka saja yang tahu. Tentang Mak Engket.

Tonny K, sang pencipta, teringat telaga biru, di sana ada tempat bersua yang indah, mungkin takkan terlupakan. Ia ingin bertemu kekasihnya. Tetapi mengapa ada Mak Engket di antara mereka? Ada apa dengan Mak Engket?

Sebuah permintaan di sisa hidup, permintaan yang tidak rakus. Permintaan yang tulus. Ia mempertaruhkan penantian, ia ingin bertemu di telaga biru. Ohhh…. Mak Engket malaikat berkain apa?

Mengapa hanya meminta pada Mak Engket? Mungkinkah manusia lain tidak ada yang tahu jalan? Yang pasti bisa dimengerti, Mak Engket tidak pikun. Ia tidak pelupa. Ia tahu jalan. Ia tidak pelupa. Ia tahu jalan. Ia ramah dan tahu kemauan para pecinta. Ia tahu…….

Di sana kekasihku selalu menunggu. Selalu? Ini menandakan kekasihnya setia menunggu, walau hingga detik itu ia tak pernah ke situ. Ia tak tahu jalan. Ia hanya tahu kekasihnya selalu menunggu. Mengapa berjanji di tempat yang tak pasti? Mengapa Mak Engket yang hanya tahu? Tapi Mak Engket bukanlah nama yang menyeramkan, tak ada ingin menuduhnya sebagai penyamun atau mungkin sejenis dedemit menculik perawan. Ia bukan setan, hanya malaikat entah berkain apa. Mak Engket luluskanlah permintaanku. Ohh… begitu berharapnya.

Seperti Mak Engket, saat ini ada Mak Erot. Ia juga tempat berharap yang baik. Panjang, besar dan tahan lama. Itu yang diketahui Mak Erot. Dan tak perlu memelas-melas untuk pergi ke telaga biru, berenang di sanapun akan terwujud. Ada uang ada panjang. Besar dan tahan lama. Mah Erot mengumumkan dirinya. Ia seakan ‘menyandera’ kenikmatan. Terbersit padanya ada jalan ‘memuaskan’ sang kekasih untuk bertemu. Ia tak tulus. Ia perlu fulus dengan akal bulus (atau minyak bulus?) lelaki (oknum lelaki) mempercayakan penisnya. Sebuah rasa tidak PeDe (percaya diri). Tidak berani memiliki apa adanya dan berkata, “inilah aku! Ini PeDe (penis dhewe).”

Ini sebuah penyakit sosial. Ada banyak “orang pintar” yang mengobral jasa untuk itu. Mereka sangat ‘pintar.’ Mengemas isu sehingga memunculkan kerisauan, rasa percaya diri luntur. Dan pada mereka ada jalan. Dan tak disangka, para perempuan (ini juga oknum) ‘terinspirasi’ pada nilai kesempurnaan. Seakan panjang, besar dan tahan lama bisa menghantar menuju ‘telaga biru.’ Terbukti dengan banyaknya minuman vitalitas ‘dijajakan’ perempuan (sekali lagi oknum) di layar beling. Dan para pria (masih tetap oknum) makin ketakutan melihat kuencengnya putaran pinggul Mak Inul.

Ternyata hari-hari menawarkan banyak perubahan. Gamblang tergambar di muka kita. Tak semisteriusnya Mak Engket milik Koes Plus, semua kini bugil di depan mata, tak risih mengeliat, bergoyang, menggerang. Ada banyak iklan tentang Mak Erot. Di iklan baris, di bibir-bibir, di dinding, di otak-otak kita. Virus yang tak mematikan namun mengkhawatirkan. Ada perubahan nilai yang diurutnya. Anehnya, semakin banyak orang mengaku ’sepintar’ Mak Erot. Mengaku diri anaknya, muridnya, cucunya, mungkin tetangganya.

Saya teringat janji mereka pada pemilu lalu pada arena jual ‘obat.’ Berkoar-koar di tengah masa dan massa. Akankah ‘obat’ yang dikatakan sebagai penawar penyakit masyarakat seperti korupsi dan pembodohan telah mujarab? Dan kabarnya pula akan ada ‘obat’ mujarab pengobat lapar dan dapat mematikan tikus-tikus yang berpesta pora di lumbung padi kita. Janjinya tak hanya di jalan dan di pasar. Media cetak dan elektronik memburunya. Mencari tahu jenis formula obat itu. Sekaligus mencari tahu efek sampingnya, cara pakai dan harganya. Olala….. Mak Beye seolah-olah jelmaan Mak Engket (malaikat yang entah berbaju apa).

Sebelum jemu, ada sebuah jeda dan aku akan menyanyi :

Mak Beye maukah kau menolong kami tunjukkan jalan menuju Indonesia baru di sana kemakmuran menunggu kami ingin segera menggapainya… Mak Beye dengarkanlah suara nurani kami tak ingin ditipu lagi Mak Beye bersikaplah jujur permintaan ini disisa harap menuju revolusi

Pemilu kemarin adalah perebutan yang saling sikut-menyikut seperti anjing berebut tulang (atau supaya tak terkesan kasar dipakai saja kata : tongkat estafet). Tak seperti Mak Engket yang tulus. Atau bila pun disandingkan dengan Mak Erot yang mencari fulus, pada Mak Erot selalu ada jalan keluar. Diberi fulus dan dihadiahkan olehnya ’surga.’ Mak Erot masih realistis dan ‘permainannya’ tak kasar dan hina. Bagaimana dengan Mak Beye dan kawan-kawan? Ketika mereka telah mendapat mandat (atau tulang) dari rakyat, akan terbayarkah/terpuaskan rakyat?

Catatan kaki berdebu :

Meminjam sebuah jerit kaum militan, aku berucap lantang “bersatulah!!!!” Mari merapat, akan bergema kata : MAK! (baca Maki) Untuk mereka yang merampas tulang-tulang kita. Merampas tulang-tulang kawan juang di nisan yang kini menganga.

sumber foto klik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun