Mohon tunggu...
Edi S. Mulyanta
Edi S. Mulyanta Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@edismulyanta seorang penulis, mengelola penerbitan di Jogjakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ternyata Ilegal Rekaman Setya Novanto

8 Desember 2015   10:21 Diperbarui: 8 Desember 2015   10:21 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jape Methe, atau Cahe Dewe kata anak Jogja kalau ngomong tentang paseduluruan satu trah atau satu habitat. Saya terkesan dengan singkatan dari Gus Solah atau KH Salahuddin Wahid pengasuh Pesantren Tebu Ireng, yang memberikan istilah MKD= Mahkamah Koncone Dewe, dan menjelaskan bahwa di negara mundur ada budaya maju terus salah tetap maju.

Namanya koncone dewe atau teman satu lingkungan atau satu komunitas ya memang menyatu baik itu kepentingan pribadi, maupun kepentingan golongannya. Sidang dengan  satu habitat dengan Ketua DPR, yang diharapkan terbuka seperti sebelumnyapun menjadikan muka MKD menjadi semakin berada di titik tertinggi kepercayaan masyarakat, bahwa MKD adalah memang Mahkamah Koncone Dewe, menutup hati nurani masyarakat yang menginginkan keterbukaan. Maka tidak heran Speech Composing Sidang MKD oleh Eka Gustiwarna menjadi hiburan yang cukup mengobati rasa jengkel terhadap wakil rakyat ini.

Inti dari tertuduh yang mempermasalahkan legalitas rekaman, dari awal sudah di gulirkan menuai banyak reaksi. Apakah rekaman itu asli atau tidak, yang jelas telah memberikan bukti adanya pertemuan tersebut, dengan konteks adalah perpanjangan Freeport. Bapak Maroef Sjamsoeddin sudah menganalogikan bahwa rekaman tersebut merupakan catatan atau notulen dari beliau tentang pertemuan tersebut bukan sadapan. Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tipikor, pada pasal 26A sudah menyebutkan bahwa:

Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari :

  1. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
  2. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

Nah, sampai saat ini pun diskusi mati terjadi di MKD karena debat kusir legalitas bukti rekaman yang tidak asli. Ibaratnya rekaman CCTV yang saya pasang di depan rumah, kemudian menemukan ada tindak kejahatan dari seorang tokoh terkenal yang terkekam CCTV tersebut, tetapi kemudian rekaman CCTV dianggap melanggar hukum dan tidak sah sebagai barang bukti.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun