Beberapa hari lalu, sepulang dari suatu KPP dalam rangka tugas LO terkait penerimaan pajak, penulis dapat kabar dari rumah anak sakit, yang harus segera ke dokter. Alhamdulillah dirumah ada Mertua yang sedang silaturahim. Penulis sendiri tidak bisa langsung pulang, karena ada pekerjaan yang jatuh tempo. Akhirnya saya minta tolong kepada Mertua untuk mengantarkannya ke rumah sakit. Kebetulan ada kartu asuransi dan rumah sakit, sehingga bisa ditangani dengan baik, tanpa mengkhawatirkan biayanya.
Penulis merasa sangat terbantu dengan adanya asuransi kesehatan. Namun jujur Penulis akui, keikutsertaan penulis pada program asuransi kesehatan kantor, lebih karena adanya dana talangan dari Koperasi Pegawai Ditjen Pajak, sekiranya tidak ada, barangkali penulis juga tidak ikut. Hal ini disebabkan, karena untuk membayar tunai premi bagi empat orang, penulis, istri dan dua orang anak, cukup terasa. Dengan adanya dana talangan, maka Penulis dapat mengangsur premi bulanan, dan hal itu terasa cukup ringan.
Berdasarkan hasil pengamatan, hal yang terjadi pada penulis, yakni ikut asurasi kesehatan karena ada dana talangan, juga banyak terjadi pada pegawai lain. Dan bagi yang tidak ikut asuransi, salah satu pertimbangannya adalah angsuran pembayaran premi, yang keburu ada alokasi biaya lainnya, sungguhpun beberapa orang sebenarnya berkeinginan untuk ikut asuransi.
Berangkat dari manfaat dana talangan bagi asuransi kesehatan tersebut di atas, maka penulis berpikir, alangkah besar manfaatnya jika terdapat dana abadi bagi petugas pajak. Dana abadi dimaksud untuk pembelian rumah, kendaraan, pendidikan dan asuransi kesehatan pegawai, anak dan keluarga para petugas pajak. Manfaat dana abadi selain bagi petugas pajak, juga akan dirasakan oleh masyarakat. Bagi masyarakat, dengan terjaminnya kehidupan petugas pajak, maka kinerja diharapkan lebih baik, dan akhirnya penerimaan pajak makin meningkat.
Sumber dana abadi diambil dari mana ?
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Undang-Undang PBB (UU PBB), dan Undang-Undang Penagihan Dengan Surat Pajak (UU PDSP), petugas pajak berhak atas imbalan prestasi kerja, upah pungut, dan imbalan atas tindakan penagihan. Dana abadi petugas pajak dapat berasal dari dana-dana dimaksud, baik imbalan prestasi kerja, upah pungut, maupun imbalan lainnya, yang sudah sepatutnya menjadi hak petugas pajak, namun selama ini belum terealisir. Jika dana dimaksud dikumpulkan, penulis yakin dapat menjadi dana abadi bagi petugas pajak, dengan jumlah yang memadai.
Bagaimaa penyalurannya ?
Penyaluran dana abadi dapat berupa pinjaman lunak, bahkan sekiranya memungkinkan tanpa bunga, misalnya per petugas pajak dapat meminjam maksimal Rp500 juta. Perhitungan jumlah Rp500 juta adalah, Rp200 juta untuk pembelian rumah, Rp150 juta adalah kendaraan, dan sisanya Rp150 juta untuk pendidikan dan asuransi kesehatan yang bersangkutan dan anak atau keluarga. Kemudian dana dimaksud dikembalikan secara diangsur sesuai kemampuan, misalnya 30% dari gaji, dan dipotong gaji oleh bendaharawan.
Dengan dana tersebut, diharapkan petugas pajak mempunyai rumah, kendaraan, pendidikan, kesehatan dan keluarga yang berkualitas. Sehingga petugas pajak dapat bekerja dengan totalitas, fokus, tidak disibukkan dengan angsuran rumah, kendaraan, dan kesehatan keluarga yang cenderung memberatkan. Sungguhpun itu bukan pembagian cuma-cuma, melainkan pinjaman yang harus dikembalikan, penulis yakin itu pantas bagi petugas pajak yang dituntut untuk mengumpulkan pajak mencapai ribuan trilyun rupiah, atau sekitar Rp35 milyar per petugas pajak per tahun.
Semoga bermanfaat. Tulisan ini adalah opini pribadi, tidak mencerminkan opini instansi tempat penulis bekerja. (Edi Purwanto, PNS Kanwil DJP Khusus).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H