diunduh dari indomigas.com Rekan-rekan kompasianer yang berlangganan SPBU Pertamina, pasti pernah memperhatikan bahan bakar yang ditawarkan bukan solar atau pertamax. Sebagian SPBU sudah beralih pada biodiesel atau biopertamax. Secara harfiah, biodiesel dikatakan substitusi dari bahan bakar (BB) jenis solar. Perbedaannya di sumber bahan bakunya ces. Umumnya BB mesin diesel (solar) ini berbasis fosil, digolongkan sebagai sumber yang tak terbaharui (akan habis). Tetapi karena cadangan minyak bumi di Indonesia semakin tipis dan ditambah lagi konsumsi minyak bumi semakin meningkat, mau tidak mau, dibutuhkan sumber alternatif. Hingga saat ini Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar berbasis fosil sebagai sumber energi. Data yang didapat dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menunjukkan bahwa dengan persediaan minyak mentah di Indonesia, yaitu sekitar 9 milyar barrel, dan dengan laju produksi rata-rata 500 juta barrel per tahun, persediaan tersebut akan habis dalam 18 tahun (dikutip dari www.majarimagazine.com). Akhirnya muncullah biodiesel ramah lingkungan yang dapat dihasilkan dari bahan baku terbaharui (tidak akan habis), misalnya minyak kelapa sawit, minyak jarak, minyak kacang kedelai, minyak jelantah, dan bahkan dari minyak hewan. Mengeksploitasi hewan untuk mendapatkan minyak tentu tidak disarankan. Mengalihfungsikan hasil pertanian termasuk bijak, kekurangannya karena fungsi awalnya digunakan sebagai bahan pangan. Yang paling layak untuk direkomendasikan adalah biodiesel yang berbahan baku minyak jelantah. Alasannya, harga bahan baku pasti lebih murah dan sekaligus ditemukan juga sistem penanganan limbah industri rumah tangga yang selama ini langsung dibuang ke lingkungan dan berujung pencemaran. Anthony satrio, peneliti dari Universitas Indonesia mengatakan terdapat dua rute dalam hal proses produksi biodiesel, yaitu rute alkohol (konvensional) dan rute non alkohol (baru). Saat ini produksi biodiesel skala komersil/industri dilakukan melalui rute alkohol, melalui reaksi transesterifikasi senyawa trigliserida yang ada dalam minyak nabati dengan methanol menggunakan katalis alkali. Tetapi terdapat kelemahan penggunaan katalis ini, yaitu tercampur homogen dengan produk sehingga membutuhkan biaya tambahan untuk separasi katalis dari produk dan juga relatif sulit dilakukan. Selain itu, adanya gugus alkohol dalam reaksi memicu terjadinya reaksi saponifikasi (penyabunan) yang akhirnya menurunkan yield produk dan semakin membebani purifikasi produk. Dr. Heri Hermansyah, Dosen sekaligus peneliti asal Universitas Indonesia, terinspirasi oleh kelemahan-kelemahan rute alkohol di atas. Dia berpendapat kelemahannya dapat dihilangkan pada rute non-alkohol, dan telah dibuktikan melalui riset-riset yang beliau pimpin. Pembuatan biodiesel rute non-alkohol dengan bahan baku minyak jelantah itu dilakukan dengan reaksi interesterifikasi antara trigliserida dengan metil asetat menggunakan biokatalis (enzim terimmobilisasi). Reaksi itu bertujuan mengubah senyawa trigliserida dalam minyak goreng bekas menjadi biodiesel sebagai produk utama dan triasetilgliserol sebagai produk sampingnya. Metil asetat digunakan untuk mensuplai gugus alkil, sehingga reaksi saponifikasi bisa dihindari dan senyawa ini mampu menjaga stabilitas dari biokatalis selama proses reaksi berlangsung. Biokatalis diimobilisasi sehingga tidak tercampur homogen dengan produk biodiesel. Nilai tambah lainnya didapatkan dari triasetilgliserol yang memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan gliserol yang merupakan produk samping rute alkohol. Saya sependapat dengan Dr. Heri yang menyatakan biodiesel rute non-alkohol dari minyak goreng bekas dapat menyiasati semakin menipisnya ketersediaan bahan bakar mesin diesel berbasis minyak bumi. Harapan saya, rekan-rekan kompasianer ikut berkontribusi untuk menghemat cadangan minyak bumi kita yang semakin habis dengan mulai beralih pada biodiesel. Teknik baru ini cocok diaplikasikan untuk reaktor kontinyu karena katalis bisa digunakan berkali-kali tanpa harus ada pemurnian kembali produk untuk mendapatkan katalis. Reaktor yang sudah diterapkan adalah jenis packed bed reactor (lebih lanjut di part. 2 ces..).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H