[caption id="attachment_168904" align="aligncenter" width="522" caption="beberapa latihan soal ujian SD yang belakangan ini saya "][/caption]
Sudah 2 minggu ini saya tidak menulis apapun di blog kroyokan ini dan sudah 2 minggu pula saya disibukkan dengan kegiatan "belajar mengajar" yang sebelumnya tidak terlalu sering saya lakukan. Bagaimana tidak sibuk jika anak saya Danny yang sekarang sedang duduk di bangku SD kelas 6, kedapatan nilai try out-nya tidak terlalu memuaskan? Sebagai orang tua wajar dong saya sedih dan prihatin dengan hasil yang diperoleh anak saya itu.
Danny yang biasanya saya biarkan belajar "sesuka hatinya", mau tidak mau harus mulai "mendisiplinkan" diri dalam belajar mengingat UAN (Ujian Akhir Nasional) kian dekat. Bukan tanpa alasan kalau awalnya saya membiarkan Danny belajar sesukanya. Sepulang sekolah atau pada malam hari dia mau mengulang pelajarannya di sekolah ya syukur, kalaupun tidak saya tak akan memaksa karena Danny sudah sekolah fullday setiap hari dari pukul 7 pagi hingga pukul 5 sore. Oleh karena itu ketika pulang sekolah dan dia memutuskan untuk bermain di depan komputer ataupun menonton televisi, saya pun tak pernah melarang. Toh kegiatan bermain dan menonton televisi itu hanya dia lakukan sebentar karena faktor kelelahan dan mengantuk. Rasanya saya ibu yang "kejam" kalau tetap memaksa dia belajar sepulang sekolah. Dia juga butuh refreshing untuk menyegarkan otaknya yang sudah seharian penuh dijejali materi pelajaran. Lagipula sampai menginjak bangku kelas 6 ini, saya sudah cukup puas dengan hasil raportnya yang rata-ratanya tidak pernah dibawah 80 meskipun tidak pernah masuk dalam jajaran ranking 10 besar. Jadi bagi saya tidak ada alasan lagi untuk memaksanya belajar dan belajar demi mengejar ranking di sekolahnya. Akan tetapi setelah mengetahui 2 kali hasil try out yang kurang memuaskan itu, maka mau tak mau sekarang ini Danny harus mau "mendisiplinkan" dirinya sepulang sekolah.Â
Sepulang sekolah dia harus buru-buru mandi dan selanjutnya tidur agar malamnya bisa mengulang kembali pelajaran khususnya materi yang akan dipakai dalam UAN. Main komputer benar-benar dia tinggalkan, sementara menonton televisi hanya sepintas saja itupun dilakukan sambil menyantap makan malamnya. Selebihnya dia pergunakan waktunya di malam hari untuk belajar dan baru tidur sekitar pukul 11 atau bahkan 12 malam. Sebenarnya saya kasihan juga dengan rutinitas Danny beberapa hari belakangan ini, tapi kalau saya biarkan saya yakin nilai try out-nya tidak akan membaik atau bahkan UAN-nya nanti bisa tidak lulus. Bagaimana saya yakin kalau nilai 2 kali try out saja sudah "jeblok" alias diluar standar kelulusan dari sekolah. Memang sih sekolahnya mematok nilai standar kelulusan yang lumayan tinggi yaitu 80 untuk semua materi pelajaran UAN (Matematika, Bahasa Indonesia, IPA) dan UAS atau Ujian Akhir Sekolah (IPS, Bahasa Inggris, PKN, Pendidikan Agama). Sementara nilai standar kelulusan untuk UAN "hanya" 5,5. Hal ini dilakukan sekolah agar semua murid yang akan mengikuti UAN tidak "nyantai" dalam belajarnya.Â
Memang ada baiknya mematok standar nilai yang melebihi standar kelulusan yang sebenarnya, tapi ternyata hasilnya bisa dibilang kurang memuaskan. Contohnya ya seperti yang terjadi pada Danny anak saya. Dari 3 materi UAN yang diujiankan, hanya Bahasa Indonesia dan IPA yang nilainya melampaui standar kelulusan yang 80 itu. Sementara Matematika dibawah nilai standar. Awalnya saya pikir, ini toh baru try out. Lagipula ini adalah pengalamantry out yang pertama. Jadi wajar kalau nilai Danny tidak memuaskan. Tapi begitu try out yang kedua dan ternyata hasilnya tidak beda jauh daritry outyang pertama, saya mulai berpikiran lain. Jangan-jangan kalau saya biarkan terus Danny belajar "sesukanya" bisa-bisa tidak lulus. Orang tua mana yang ingin anaknya tidak lulus? Akhirnya ketika dia belajar di sekolah, saya pun menyempatkan membuka-buka materi soal yang sempat dipakai untuk try outagar pada malam hari saya bisa membantu menjelaskan soal-soal yang dirasa dia kurang mengerti. Kebetulan sekolah Danny mengambil materi dari KPI (Kualita Pendidikan Indonesia) Surabaya, Dinas Pendidikan Bontang dan juga dari soal-soal yang dipakai UAN tahun sebelumnya. Dan alangkah terkejutnya saya melihat materi soal yang demikian.Â
Saya yang tadinya jarang membuka materi soal-soal itu jadi tahu, bahwa ternyata menurut saya soal-soal itu begitu sulit untuk anak seusia SD. Sebagai contoh misalnya materi Matematika begini :Â
Uang pak Parto = 3/4 kali uang Andre. Uang Andre = 2/5 kali uang Nunung. Jika selisih uang Parto dan uang Nunung Rp 35.000,00 maka jumlah uang mereka adalah.....A. Rp 65.000,ooB. Rp 75.000,00C. Rp 85.000,00D.Rp 135.000,00Walaupun tampaknya soal ini sederhana, tapi seingat saya dulu baru saya terima ketika duduk di bangku SMP atau bahkan SMA.
Terus terang saya mengerjakan soal ini lumayan lama, ada mungkin sekitar 5 menitan. Sementara Danny anak saya sulit sekali mencerna soal cerita Matematika ini. Untuk menjelaskannya pun butuh waktu lebih dari 10 menit. Bagaimana dengan pendapat teman-teman yang mungkin berkecimpung di dunia pendidikan, apakah soal ujian semacam ini sudah "layak" diberikan untuk anak SD dan adakah yang merasa kesulitan mengajari anak-anaknya soal Matematika yang semacam ini? Terus terang saya saja pusing, apalagi anak saya. Maka tidak heran jika hasil try out-nya kurang memuaskan. [caption id="attachment_168907" align="aligncenter" width="522" caption="soal Matematika yang membuat saya ikutan puyeng :P"]
Itu baru soal Matematika, soal IPS atau PKN lebih "parah" lagi menurut saya.Â
Anak SD diberikan pertanyaan "jelaskan tugas DPD, tugas MA, tugas Komisi Yudisial atau jelaskan pengertian ZEE!" Apa tidak "parah" anak SD dibebani soal yang menurut saya butuh daya hafal yang kuat. Lagipula tidak semua anak suka menghafal, apalagi ini menyangkut tugas lembaga negara. Salah menyebutkan tugasnya, ya salah pula jawabannya. Kadang saya berpikir apa korelasinya anak SD suruh menghafalkan materi yang seperti itu. Dan perlu diketahui, materi hafalan lembaga-lembaga negara ini sudah ada sejak di bangku kelas 4 SD lho!Â
Mau menyalahkan 'si pembuat soal"? Ah kayaknya koq ya kurang bijak. Mereka yang membuat soal toh hanya membuat berdasarkan materi soal untuk SD yang dalam hal ini adalah kurikulum.Nah jadi siapa dong yang perlu disalahkan? Kurikulumnya? Kalau begitu menurut saya ada baiknya untuk mengkaji ulang kurikulum atau merevisi kurikulum SD. Bagaimana Bapak Menteri Pendidikan, apakah tidak selayaknya kurikulum SD direvisi? Kalau tetap berpegangan pada kurikulum yang sekarang, tidak mengherankan kalau banyak murid yang tidak lulus UAN nanti. Saya yang boleh dibilang mengenyam pendidikan yang agak tinggi saja merasa kesulitan untuk menjelaskan kepada anak saya, apalagi para orang tua yang "maaf" tidak seberuntung saya dalam hal pendidikan, apa tidak 'menyerah" duluan menghadapi soal yang menurut saya belum pantas diberikan untuk anak yang duduk di bangku SD.Â