Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Murid Baru, Sepatu Baru?

17 Juli 2012   03:15 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_194545" align="aligncenter" width="480" caption="sepatu Danny yang baru saya belikan seminggu lalu"][/caption]

Hari Senin kemarin Danny anak sulung saya yang sekarang sudah duduk di bangku kelas 7 atau 1 SMP, pulang sekolah tak seperti biasanya. Biasanya ia selalu pulang dengan ceria sambil bercerita tentang keseruan belajar di sekolah yang baru. Bertemu dengan teman-teman baru yang beragam sifatnya, ada yang lucu, ada yang cerewet, ada pula yang pendiam. Bertemu pula dengan guru-guru yang baru, ada yang baik hati, ada yang berwibawa, ada juga yang suka membanyol. Belum lagi dengan kakak kelasnya, ada yang merasa senior, ada yang freindly, ada pula yang cantik yang katanya selalu mengajak ngobrol dirinya di dalam mobil jemputan langganannya selama dalam perjalanan pulang atau berangkat sekolah. Pokoknya selalu ada hal-hal baru yang dia ceritakan sepulang sekolah.

Senin kemarin memang bukan hari pertamanya masuk sekolah. Ini adalah minggu keduanya ia belajar di sekolah baru. Minggu pertamanya sudah dilewati sejak seminggu yang lalu setelah sebelumnya diawali dengan acara MOS (Masa Orientasi Siswa) selama 4 hari. Memang untuk wilayah Kalimantan Timur pada umumnya hari pertama masuk sekolah sudah dimulai seminggu yang lalu. Jadi euforia hari pertama masuk sekolah sudah Danny rasakan seminggu yang lalu. Ada kebanggaan didirinya karena akhirnya berhasil diterima di SMP negeri. Semua terpancar jelas diwajahnya ketika ia seperti tak sabar menunggu langganan jemputan sekolahnya datang. Sekolah baru, seragam baru, dan juga sepatu baru. Kebetulan tas lamanya masih bagus, sehingga saya tidak perlu lagi membelikannya tahun ini. Sepatu casual hitam dengan sedikit sentuhan strip putih dibagian bawahnya. Keren sekali anak saya minggu lalu.

Tapi Senin kemarin terlihat lain dari hari-hari sebelumnya. Dia tak bercerita sesemangat hari-hari sebelumnya ketika saya tanya "Bagaimana sekolahmu hari ini, Dan? Kamu lapar ya, koq lesu begitu?". Bukan jawaban yang saya terima atas pertanyaan saya, melainkan justru keluhan yang membuat kening saya berkerut. "Sebel aku Ma, besok Mama harus belikan aku sepatu baru lagi!" , dengan tampang sedih sambil bersungut-sungut Danny mengeluh. "Lho koq minta belikan sepatu baru lagi?", tanya saya masih belum mengerti. "Iya tadi pas upacara gurunya bilang sepatunya harus benar-benar hitam, gak boleh ada strip putihnya. Minggu depan kalau masih pakai sepatu yang ini, sepatunya akan disita dimasukin kotak gak dikembalikan. Tadi yang anak-anak kelas 8 dan 9 sudah pada disita. Pulangnya pada nyeker." Danny menjelaskan dengan panjang lebar sambil menunjukkan sepatunya yang dianggap "tak seragam".

[caption id="attachment_194546" align="aligncenter" width="480" caption="akhirnya saya semprot pylox di bagian strip putihnya"]

13424859832128132417
13424859832128132417
[/caption]

Danny memang baru saya belikan sepatu baru pada minggu lalu. Sepatu casual hitam dengan sedikit sentuhan strip putih dibagian bawahnya. Sepatu itu juga Danny sendiri yang memilihnya dan menurut saya memang tampak keren kalau dipakai. Itupun juga baru saya belikan karena sepatu lamanya sudah jebol dibagian alas kakinya.

[caption id="attachment_194549" align="aligncenter" width="480" caption="berubah hitam mutlak...jreng...jreng :P"]

1342486075947570692
1342486075947570692
[/caption]

Sebetulnya dia sudah mengeluh akan sepatunya yang jebol pada alasnya sejak mulai UAN kelas 6 SD yang lalu. Hanya saja karena saya pikir sebentar lagi toh dia masuk SMP, siapa tahu nanti di SMP di suruh membeli semua keperluan sekolah di sekolahnya sekalian daftar ulang. Jadi daripada beli hanya dipakai sebentar, sayang khan? Untungnya Danny mau mengerti dan menurut untuk menunda keinginan beli sepatu baru sampai nanti benar-benar sudah diterima di SMP.

Ternyata sampai waktu pendaftaran ulang murid baru, saya tidak menerima pemberitahuan bahwa sebagai murid baru harus memakai sepatu hitam sama sekali. Saya sempat menanyakan apa saja yang harus dibeli untuk kepeluan sekolah, misalnya seragam atau buku-buku anak saya itu dan pihak sekolah waktu itu menyuruh saya langsung menuju ke koperasi sekolah. Di koperasi saya sudah disodorin kertas berisi keperluan apa saja yang harus saya beli, diantaranya adalah seragam batik, seragam olah raga, topi, dasi, kaos kaki, dan badge sekolah. Untuk seragam putih biru, seragam pramuka, sabuk dan  sepatu saya dipersilakan membeli diluar.

Karena dipersilakan mengusahakan sendiri itulah, makanya saya pikir tak masalah seandainya sepatu anak saya ada strip putihnya. Kenyataannya toh saat MOS, anak saya melihat kakak kelas dan juga teman-teman barunya memakai sepatu yang juga hampir sama dengan yang saya belikan untuk anak saya sekarang. Dan waktu MOS itu pun, Danny saya masih mengenakan sepatu lamanya karena saya belum sempat membelikannya yang baru. Bahkan minggu kemarin disaat Danny upacara bendera untuk pertama kalinya, peraturan "sepatu harus benar-benar hitam tanpa boleh ada strip warna lain  sedikit pun" juga tidak disebutkan pihak sekolah. Kenapa baru kemarin peraturan "sepatu harus hitam mutlak" diberlakukan sehingga yang sudah terlanjur membeli sepatu,  meskipun hitam tapi ada sedikit strip putih harus nyeker pas pulang sekolah?

Sempat kaget juga saya mendengar cerita Danny. Masak hanya gara-gara "tak seragam" sampai harus pulang nyeker.  Mengapa ya ada peraturan sekonyol itu? Apa jadinya dunia pendidikan kita kalau anak-anak dididik di bawah ancaman, diteror dengan mangatasnamakan disiplin? Bagaimana tidak diancam kalau sampai ada yang masih mengenakan sepatu hitam tidak mutlak di minggu depan, sepatunya akan disita dan tidak dikembalikan? Kenapa anak-anak tidak dibiarkan leluasa mengekspresikan dirinya melalui sepatu yang dikenakannya? Toh kenyataannya sepatu mereka juga tidak akan mengganggu dalam proses belajar mengajar. Tanpa sepatu pun mereka juga bisa koq belajar dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun