[caption id="attachment_165714" align="aligncenter" width="522" caption="Danny dan Darryl adiknya, sering saya bawa refreshing walaupun hanya dipantai dekat rumah (dok.pribadi)"][/caption]
Danny, anak saya yang sulung sekarang kelas 6 SD, selain ngegame juga punya hobby nyanyi. Mandi di kamar mandi sambil nyanyi. Pas diantar papanya ke sekolah, di dalam mobil juga nyanyi. Dan saya yakin sampai di sekolahpun ia juga suka menyanyi. Kenapa saya yakin karena pernah suatu ketika saat duduk di bangku kelas 4 ia pernah berkata : “Mah….temanku Hanif tuh lagu favoritnya Repvblik ‘Hanya Ingin Kau Tahu’ lho!”. Waduh….lagu orang dewasa nih, batin saya. “Terus kenapa emangnya?”, saya balik bertanya. “Enggak, cuman kita sering pura-pura bikin band di kelas”, katanya. “Kadang-kadang kita nyanyi ‘Ular Berbisa’, Kuburan Band, Keris Patih….banyak deh, Hanif pura-pura main gitar pake sapu, Fajar ngedrum pake meja trus stiknya pake kemoceng, aku yang nyanyi mah pake penggaris!”, begitu ia melanjutkan ocehannya. Mendengar anak saya bercerita waktu itu, saya langsung membayangkan betapa riuhnya ruang kelas anak saya itu setiap hari.
Anak-anak jaman sekarang memang kreatif kayaknya, segala benda yang ada disekitarnya dapat dijadikan sarana untuk mengekspresikan diri. Ada sapu lantai "disulap" jadi gitar, ada kemoceng dijadiin stik drum, ada penggaris kayu panjang jadi mic, meja jadi drumnya. Apa gak kreatif tuh namanya. Dan saya juga yakin berpuluh-puluh lagu dengan bait yang banyak setiap hari bisa dihapalkan oleh anak-anak jaman sekarang, termasuk anak saya. Luar biasa memang kemampuan hapal anak-anak sekarang di blantika musik Indonesia. Lalu kapan anak-anak kita (termasuk anak saya) berhenti menyanyi? Menurut informasi yang saya peroleh mengatakan bahwa saat belajarpun anak-anak banyak yang bernyanyi dikelas. Buktinya, pada saat guru menerangkan pelajaran, banyak anak yang bergoyang kaki dan lututnya dikolong meja sambil menggoyangkan kepalanya. Ini menandakan bahwa matanya memperhatikan guru, tapi hati dan pikirannya bernyanyi. Mulai bangun tidur sampai mau tidur lagi nyanyi terus…ckckckck….. Pernah kira-kira jam 10 malam saya masuk ke kamar tidurnya, saya kira Danny sudah bobo, eeee…..jebul masih rengeng-rengeng, nyanyi lagi! ……..sleep no, tapi nyanyi yess (hayyaaa…..salah sopo iki???).
Tidak dapat dipungkiri bahwa televisi mempunyai andil yang cukup besar dalam hal ini. Anak saya lebih cepat menghapal lirik lagu daripada pelajarannya. Anak saya juga lebih mudah meniru gaya penyanyi idolanya daripada menghapalkan pelajarannya. Terus kapan anak saya belajarnya hiks…hiks….? Mana mau ujian lagi. Lantas apakah saya marah dengan kondisi yang demikian? Tentu saja tidak. Saya justru perlu toleran dengan situasi yang demikian. Saya merasa tak ada untungnya saya paksa-paksa anak saya belajar dan belajar terus. Mana bisa saya tega mengharuskan anak saya belajar dirumah sementara waktu bermainnya sudah habis di sekolah. Bagaimana tidak, Danny masuk sekolah pukul 7 pagi dan baru sampai rumah sekitar pukul 5 sore. Begitu terus setiap hari Senin hingga Jum'at. Sabtu yang seharusnya libur saja saat ini diisi dengan bimbel jelang ujian akhir. Praktis hari luangnya hanya hari Minggu dan dia sepertinya masih merasa kurang. Beruntung sekolah Danny hanya berjarak sekitar 3 km dari rumah, jadi dia tak perlu berangkat pagi-pagi sekali seperti anak-anak yang umumnya sekolah fullday di kota-kota besar. Saya tidak bisa membayangkan anak-anak yang sekolahnya jauh dari tempat tinggalnya, apa tidak berangkat sekolah masih gelap pulang juga sudah gelap?
Jadi saya cukup maklum jika saya suruh Danny belajar di malam hari, dia akan menjawab "Belajar terus, kapan mainnya ma?". Iya juga sih, dulu jaman saya SD sekolah cukup sampai siang jam 12 sudah pulang, toh nyatanya bisa saja melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Terus kenapa saya nekad memasukkan Danny ke sekolah swasta yang fullday, tidak ke sekolah negeri yang notabene waktunya lebih "bersahabat". Anak-anak masih bisa main di siang hari sepulang sekolah, bila perlu tidur siang. Nah kalo di sekolah fullday, waktunya habis di sekolah terus. Ehhh jangan salah, awalnya saya sudah mendaftarkan Danny ke sekolah negeri. Tapi boro-boro diterima, Danny sudah "ditolak" duluan lantaran "kurang umur". Lho koq bisa? Iya di kota saya sekolah negeri itu gratis, mau itu SD hingga SMA gratis dengan catatan diprioritaskan bagi umur yang sudah memenuhi yaitu minimal 7 tahun untuk SD (kalo ada sisa kuota baru umur yang dibawahnya bisa masuk) dan ternyata anak saya jauh dari kriteria umur cukup itu. Danny masuk SD ketika umurnya baru 5 tahun 9 bulan. Dan dia juga telah menyelesaikan 2 tahun di bangku TK. Tak ada pilihan lain selain memasukkan ke sekolah swasta. Terus kenapa fullday, memang tidak ada sekolah swasta lain yang tidak fullday? Ada tapi jarak dari rumah ke sekolah terlalu jauh, sudah begitu biaya masuk dan juga SPP-nya jauh lebih mahal dari sekolah Danny yang sekarang. Itulah alasan mengapa Danny sekolah di situ. Jadi sangat sangat maklum jika pada akhirnya Danny sering mengeluh di saat pulang sekolah "capek ma, ngantuk ma?". Tak jarang dia tertidur di mobil ketika dijemput sekolah. Saya bisa apa coba kalo mendengar anak mengeluh begitu? Saya saja dulu yang sekolah hanya sampai siang aja juga sudah merasa capek apalagi Danny yang sekolahnya melebihi jam kantor papanya. Mending papanya kalo jam istirahat bisa pulang barang 1 jam, bisa minimal tidur walaupun sebentar. Sementara Danny, istirahat juga dilewatinya di sekolah dengan makan catering ramai-ramai di sekolah. Sudah begitu dilanjutkan sholat Dhuhur berjama'ah. Jadi gak ada waktu barang sebentar untuk ia merebahkan badannya di ranjang.
[caption id="attachment_165710" align="aligncenter" width="522" caption="Danny sering ketiduran sepulang sekolah (dok.pribadi)"]
Ya sudah selepas Maghrib saya biarkan saja Danny menghilangkan rasa capeknya dengan nonton tv atau malah bermain game di komputer, walaupun sebentar lagi dia sudah akan ujian akhir. Saya biarkan ia menikmati hobby bernyanyinya dengan menyetel lagu-lagu boyband Korea kesayangannya. Saya pikir tak apalah, toh dia melakukan aktifitasnya itu juga tak lama, sebentar juga sudah ngantuk. Beruntungnya saat ini sekolah Danny tidak lagi membebani dengan PR, sehingga di malam hari dia cukup menyusun jadwal untuk esok harinya. Dulu sewaktu masih duduk di kelas 4, gurunya sering betul memberikan PR, sudah begitu kadang-kadang juga ada ulangan besok paginya. Apa gak stres anak saya. Akhirnya saya komplain ke sekolah, mohon tidak lagi dibebani PR, apalagi jika ada ulangan esok harinya, kasihan anak-anak. Akhirnya sedikit demi sedikit PR ditiadakan hingga sekarang.
[caption id="attachment_165711" align="aligncenter" width="522" caption="nilai raport yang menurut saya tak terlalu mengecewakan (dok.pribadi)"]
Memang sih dengan begitu tolerannya saya terhadap anak saya itu akibatnya anak saya tak masuk ranking 10 besar. Tapi apalah arti ranking jika dengan begitu waktu bermain anak saya menjadi tersita? Bukankah wajar jika saya toleran terhadap anak saya karena memang diusianya yang sekarang ini adalah masa dia masih ingin menikmati masa bermainnya. Bukankah saya dulu di seusia dia juga masih suka main petak umpet, main jamuran, engklek dan lain sebagainya. Sedangkan Danny mana bisa menikmati masa-masa seperti saya dulu jika tetap saya paksa untuk belajar dan belajar untuk mengejar ranking. Toh saat ini pun menurut saya nilai Danny tidak terlalu mengecewakan. Dengan nilai rata-rata yang sekarang 80,34 sudah cukup melegakan saya, walaupun tidak ranking sama sekali. Nilai dia sekarang justru lebih baik daripada nilai saya semasa SD dulu. Karena itu biarlah dia menikmati waktu bermainnya. Tak perlu saya merampas hak bermainnya hanya demi mengejar peringkat di kelas. Saya justru sering mengajaknya bermain diluar, entah itu pergi ke pantai yang kebetulan ada di sekitar rumah atau sekedar makan diluar pada hari liburnya. Saya juga tak ingin mendengar dia bilang "belajar terus, kapan aku mainnya ma?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H