Tadi malam saya sekeluarga menyempatkan keluar rumah untuk makan malam. Meskipun tidak malam minggu, tapi anak saya Danny tetap ikut dalam rombongan. Awalnya Danny menolak untuk ikut dengan alasan ingin makan dirumah aja. Tetapi ketika saya paksa untuk ikut, akhirnya dia menurut saja. Saya pikir daripada dia di rumah sendiri, mendingan ikut "jalan-jalan" sekalian mengurangi stressnya dalam belajar.
Memang hari-hari belakangan ini karena hendak menghadapi UN hari Senin nanti, Danny ini tampak sekali stressnya. Bagaimana tidak stress jika sepanjang hari di sekolah selalu diisi dengan latihan mengerjakan soal-soal ujian untuk persiapan UN yang hanya 3 mata pelajaran, yaitu Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia. Begitu terus setiap hari.
Oleh karena itu setiap hari libur, saya selalu menyempatkan untuk mengajak dia jalan-jalan guna kembali menyegarkan pikirannya. Tapi sepertinya hal itu masih kurang, Danny masih tampak seperti kelelahan sepulang sekolah. Oleh karena itulah, meskipun hari ini bukan hari libur sekolah, semalam Danny tetap saya paksa untuk ikut kami keluar rumah. Saya sendiri juga tak ingin memaksa dia untuk belajar selama di rumah. Kalau saya suruh belajar dan dia mau ya syukur, kalau tidak mau dengan alasan capek ya nggak masalah. Saya hanya menekankan bahwa sekolah itu buat dia sendiri, jadi kalau dia berhasil tentunya dia sendiri yang juga akan menikmati hasilnya. Saya juga selalu mengatakan jika dia tidak bisa dalam pelajaran, kalau di rumah dia bisa bertanya sama mama dan papa. Tapi kalau di sekolah kamu harus bertanya pada gurunya jika kamu kesulitan dalam pelajaran. Itu saja yang sering saya ingatkan padanya.
Dan malam tadi dengan sedikit terpaksa, Danny pun akhirnya ikut serta pergi keluar rumah. Berempat kami beranjak menuju ke warung tenda langganan kami. Danny paling senang kalau diajak ke warung tenda tersebut. Dan menu yang senantiasa dia pesan adalah pecel lele atau jika sedang habis dia memilih ikan baronang bakar. Danny memang tipe anak yang sulit dalam hal makan. Sukanya milih-milih dalam makanan. Sukanya makanan keringan dan susah makan sayur. Lain halnya dengan Darryl adiknya, penggemar segala makanan. Tidak pernah rewel dalam memilih makanan. Mau keringan okey, mau penuh kuah juga tetap enjoy. Memang dua anak saya itu saling bertolak belakang sifatnya. Danny cenderung mirip dengan papanya, pendiam dan milih-milih dalam hal makanan. Sementara Darryl lebih mirip saya, apa aja dilahap dan anaknya juga gaul.
Singkat cerita, sampailah rombongan kecil kami di tempat yang dituju. Suasana warung lumayan ramai. Kami pun langsung mencari tempat duduk dan meja yang kosong. Begitu dapat tempat, seorang pegawai di warung itu yang sudah hapal dengan kami langsung tersenyum dan mendatangi kami sambil membawa buku menu makanan. Beberapa menu makanan andalan kami pesan beserta dengan minumnya. Sambil menunggu pesanan matang, saya lihat Danny mulai mengeluarkan hapenya. Begitu pula dengan papanya. Keduanya yang memang duduk bersebelahan dan berhadap-hadapan dengan saya mulai menunduk dan asyik dengan gadgetnya masing-masing. Sementara saya dengan Darryl yang duduk bersebelahan asyik bercengkrama.
Belum berapa menit kami bercanda, tiba-tiba datang dua orang anak muda. Anak-anak muda yang kalau tidak salah umurnya sedikit diatas Danny anak saya. Saat ini Danny berumur 11 tahun, sementara kedua anak laki-laki itu mungkin sekitar 14 atau 15 tahun. Kalau ditaksir mungkin seumuran anak SMP. Salah satu diantaranya memegang gitar kecil seperti ukelele dan langsung memainkan alat musiknya itu. Sementara yang satunya langsung melantunkan suaranya. Dasar insting saya bemain, maka saya langsung buru-buru mengambil kamera saku saya di dalam tas. Beberapa jepretan berhasil saya abadikan. Si anak "penyanyi" tampak malu-malu begitu wajahnya saya foto.
[caption id="attachment_178948" align="aligncenter" width="640" caption="dua pengamen bocah, salah satunya malu-malu saat saya foto"][/caption]
Saat dua pengamen anak itu menyanyikan lagunya, saya lihat si kecil Darryl begitu terkesima. Dia begitu menikmati lagu yang mereka nyanyikan. Lain halnya dengan Danny, saya lihat dia hanya sekilas melihat ke dua pengamen itu dan kembali menekuni gadgetnya. Begitu selesai menyanyikan sebuah lagu, saya pun menyodorkan beberapa lembar uang ribuan.
"Makasih bu", kata mereka sembari beranjak kearah meja yang lain.
Begitu mereka pergi dari samping saya, Danny anak saya langsung nyeletuk "gak jelas, mosok yang satunya cuman pake tepuk-tepuk tangan"
"Gak jelas gimana? Masih mending mereka gak minta-minta. Lagian ini sudah malam, harusnya mereka belajar di rumah. Ini masih kerja nyari uang." Begitu jawaban saya untuk Danny dan dia pun kembali terdiam entah apa yang dipikirkannya.