[caption id="" align="aligncenter" width="416" caption="image from http://mailindra.cerbung.com"][/caption] Sebenarnya pertanyaan itu lebih tepat ditujukan untuk para novelis, bukan untuk saya. Saya yang lebih sering nulis curhatan aja, suruh bikin novel dalam 1 bulan? Gila, apa! Mana mungkin! Bahkan mungkin seorang novelis besar saja belum tentu bisa kalo harus satu bulan. Apalagi saya yang hanya penulis kacangan, emak-emak pula. Bisanya juga cuman nulis curhat. Nggak pandai nulis fiksi. Lha sekarang malah "ditantang" nulis novel, sebulan pula dan minimal harus 50000 kata. Haiyah apa bisa??? Tapi gara-gara dikomporin teman-teman di Kampung Fiksi, makanya saya pun membulatkan tekad, tepatnya nekad mengikuti even J50K, yaitu membuat novel sepanjang minimal 50000 kata dalam satu bulan selama bulan Januari. Dan tepat di tanggal 31 Desember 2011, yakni hari terakhir pendaftaran even ini, saya pun mendaftarkan nama saya di perhelatan besar ini. Bersama dengan para nekadter yang lain saya berlomba-lomba menulis novel, yang saya sendiri masih ragu, apakah mampu saya menyelesaikan target satu bulan menulis. Lagi-lagi komporan teman-teman di Kampung Fiksi membuat nyali saya semakin besar. Saya yang biasanya berada di "zona aman" dalam menulis karena hanya bisa nulis opini atau curhatan, kali ini mencoba masuk ke "zona ketakutan". Takut gagal, takut tidak bisa, takut nggak sesuai target, dan beragam ketakutan menyelimuti saya. Tapi saya percaya dan yakin dengan ungkapan "ketika seseorang berada di zona ketakutan, maka ia akan cenderung berbuat lebih baik daripada jika ia berada di zona aman." Analoginya begini, jika seseorang merasa takut akan hantu, maka ketika berhadapan dengan hantu otomatis pasti ada yang dia lakukan. Entah itu menjerit, minta tolong, atau malah lari dan saya yakin kalo ia lari pasti akan lari sekencang-kencangnya. Kenapa, karena ia ketakutan. Beda jika dia lari karena memang sedang ingin jogging di pagi hari. Larinya juga pasti nyantai. Dia baru akan lari kencang jika ada anjing mengejarnya. Kenapa, karena takut. Nah berbekal itulah saya mencoba melawan ketakutan saya ini. Akhirnya saya pun mencoba menulis fiksi bersambung atau novel ini terhitung sejak tanggal 1 Januari 2012. Walaupun tertatih-tatih saya berusaha menuangkan kata-kata lebay saya ke dalam tulisan. Bagaimana tidak saya bilang lebay, lha wong dalam kepala saya ini rasanya cerita yang saya ambil untuk tema pada novel yang insya Allah adalah yang perdana bagi saya, mungkin bisa saya tuntaskan hanya dalam 2 kali postingan yang tak lebih dari 3000 kata. Tapi karena berusaha untuk menjadikan sebuah novel yang panjangnya tak kurang dari 50000 kata, akhirnya saya pun berusaha memanjang-manjangkan kata sesuai imajinasi saya. Lebay bukan? Selain itu saya juga berusaha memunculkan konflik-konflik lain yang baru dalam alur cerita yang saya tulis nantinya. Dan itu sulitnya minta ampun. Tapi kalo tidak saya coba dari sekarang, kapan lagi ada even semacam ini. Kapan lagi saya tahu, sampai dimana batas kemampuan saya dalam menulis fiksi. Kalo dibilang ini resolusi di tahun baru, bisa juga. Tapi saya sendiri tidak ingin terlalu mentargetkan untuk selesai dalam satu bulan. Kalo saya targetkan dan nanti gagal di tengah jalan, takutnya saya malah kecewa. Syukur kalo bisa selesai dalam satu bulan, kalo tidak ya tidak apa-apa. Mungkin bisa saya selesaikan dalam waktu 2 atau 3 bulan, ya nggak masalah. Yang penting saya sudah mencoba, saya sudah berusaha, masalah hasilnya ya saya pasrahkan sama Allah SWT aja. Doakan ya teman-teman, saya mampu menyelesaikan "proyek" saya ini. Untuk judul, sengaja saya pilih "Kidung Cinta Girli" Sebuah cerita yang bergenre urban, tapi tetap saja dibumbui romantisme anak muda. Kenapa saya pilih judul itu karena setting cerita itu saya ambil di pinggiran kali atau biasa di sebut girli. Selain itu, Girli sebenarnya juga nama tokoh rekaan dari novel saya itu. Seorang pemuda yang lahir dan besar di pinggir kali. Karena itulah orang tuanya sengaja menamai dirinya Girli. Sementara Kidung adalah nama tokoh rekaan saya juga, seorang mahasiswi yang tengah menggarap skripsi yang mengambil lokasi penelitian di pingiran kali. Di pinggir kali inilah akhirnya mereka berdua dipertemukan. Tentu saja ceritanya tidak akan sesimple itu. Ada tokoh-tokoh lain yang saya munculkan nantinya, diantaranya adalah Jono. Jono adalah teman sefakultas Kidung yang sama-sama tengah membuat skripsi. Hanya saja tema dan lokasi penelitian mereka yang berbeda. Jono inilah tokoh yang akan menjembatani konflik antara Kidung dan Girli. Sebenarnya banyak konflik yang bisa dimunculkan mengingat setting cerita ini di pinggir kali. Seperti kita ketahui, pinggir kali biasanya merupakan pemukiman warga yang padat dengan berbagai permasalahan dan karakter yang beragam. Inilah yang akan saya coba angkat dalam cerita saya. Mudah-mudahan saya bisa. Sekali lagi doakan saya ya, agar mampu menuntaskan "Kidung Cinta Girli" saya. Okey... NB : awalnya curhatan ini saya share di blog pribadi saya, tapi berhubung tadi saya di-sms "tukang kompor" saya untuk mempublish disini, makanya sekarang saya posting juga disini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H