Pelayaran hari kedua. Tidurku terjaga saat beberapa petugas jaga mulai membasahi dek paling atas dengan air laut untuk menghindari kekeringan dipermukaan lantainya. Kulirik jam pasir masih menunjukkan angka lima, artinya jam 5 subuh dengan cuaca laut tampak tenang. Sinar matahari pagi dari timur seperti akan bersiap-siap menerangi lautan.Â
Aku beberapa saat tertegun memandangi secarik kertas informasi yang persis ditempel di depan pintu kamarku. Dan tanpa menunggu lagi aku segera bergegas mengecek langsung kebenaran informasi yang dituliskan.Â
Disampaikan ada 2 orang dari 32 petugas pengawas meriam dilaporkan sejak awal malam demam tinggi dan tidak ada secuilpun makanan ataupun cairan yang bisa masuk kedalam lambung kedua pria malang itu.
Semua pelaut akan tahu bahwa makan malam bagi mereka adalah kewajiban yang tidak bisa ditawar. Hal tersebut untuk memberikan efek memperkuat stamina yang lebih prima di keesokan harinya. Memang sebelum keberangkatan, disampaikan bahwa kedua awak kapal tersebut dalam kondisi baru saja pulih dari sakit malaria.Â
Terlihat olehku pada bagian dek tengah awak kapal yang biasa dipanggil Bennet sudah terlihat sangat payah dengan sakit yang dideritanya. Di sekitarnya muntah berceceran dimana-mana. Bau yang ditimbulkannya memicu rasa ingin muntah. Sedang dari tempat yang tidak berjauhan  Bronson, sesuai dengan namanya yang kulitnya terlihat lebih coklat masih bisa menyapaku dan tersenyum. Tidak banyak terlihat muntah disekitarnya.
"Terima kasih telah menjenguk kami, Tuan Stewart" suara Bronson terdengar lemah. Sedang Bennet tergolek lemah tak berdaya.
"Isi segera lambungnya, Bronson!" kataku dan mata pria berkulit coklat itu tampak sedikit bersemangat, sedang Bennet yang tergolek lemas disamping Bronson yang kutemui terlebih dahulu masih tidak meresponku sama sekali.
Aku langsung meminta mereka untuk segera minum dan makan apa saja sebanyak mungkin meskipun gelombang laut pasti mempengaruhi selera makannya. Gejala penyakit 2 orang tersebut terlihat sama yaitu demam tinggi. Sedang diwaktu bersamaan juga kelihatan seperti menggigil kedinginan.
Tidak seperti Bronson yang masih sangat aktif dalam berinteraksi. Bennet terlihat sangat menggigil kedinginan. Beberapa perlengkapan kain yang dibawa sebagai bahan perlengkapan berusaha di selimutkan sampai tidak ada bagian tubuh yang terlihat.Â
Tetapi sepertinya tidak bisa menyelesaikan masalahnya. Beberapa bagian tubuhnya bergetar dan giginya terdengar bunyi gemeretak beberapa kali dari upayanya untuk menahan dingin yang mungkin terasa menusuk-nusuk tubuhnya.
Pada akhirnya aku diberitahukan bahwa mereka berdua hanya bisa meminum beberapa tenggak bir. Tetapi minuman tersebut sepertinya tidak dapat untuk mengatasi penyakit mereka yang terlihat sangat lemah.
Orang-orang asli Batavia sering menyampaikan gejala penyakit diatas adalah penyakit kutukan. Beberapa kolega Eropa di Batavia memberitahuku bahwa pil Kina dapat meredakan penyakit dengan gejala seperti yang kulihat saat ini. Gejala penyakit yang persis sama saat aku dirawat Mayang saat itu. Segera kuminta  Letnan Arthur yang mendampingiku untuk menginspeksi kondisi awak kapal lainnya dipagi yang masih terlihat gelap ini. Kemudian memintanya mengambil obat-obatan yang ada di dikamar petugas paramedis didekat kamar istirahatku.
" Setelah makan, segera minum obat ini dan lanjut istirahat" pintaku yang sama kepada Bronson dan Bennet  dengan serius, yang kebetulan posisinya saling berdekatan. Bronson yang tampak masih sangat aktif berkata
"Siap, Tuan Stewart" sambil tangannya dengan semangat memberikan hormat kepadaku. Tidak demikian dengan Bennet, masih tidak ada respon sama sekali. Responnya malahan seperti orang yang sedang meracau dengan bahasa-bahasa yang tidak kuketahui. Aku meminta Letnan Arthur untuk melaporkan setiap saat jika ada hal yang  diluar kendali. Kuperhatikan wajahnya sangat pucat dan keringat terus keluar. Diareal tubuh tertentu terutama bagian kening tampak keluar  keringat sebesar biji jagung  dengan keadaan tubuhnya yang masih menggigil kedinginan.
Melihat kondisi yang demikian parah, akhirnya aku meminta Bennet untuk segera di pindah keruangan yang dekat denganku. Hal tersebut kutujukan agar mudah memonitor perkembangan kesehatannya serta memberikan kenyamanan bagi serdadu lainnya untuk tetap fokus dan bersemangat menjalankan misi pelayaran.
Bennet kuperhatikan mengidap penyakit yang menakutkan bagi setiap orang dari bangsa Eropa tidak terkecuali Belanda yang telah datang lebih dulu. Tetapi juga termasuk bangsa Portugis dan Cina. Obat yang dapat meredamnya adalah Kina sehingga dalam perjalanan misi penting ini, sehingga menjadi daftar wajib obat yang harus tersedia.
Sinar cahaya pagi yang masuk dari sebelah kiri kapal terasa menghangatkan kulit. Bir kuteguk sedikit untuk melawan angin laut pagi yang terasa masih sejuk. Semua awak kapal kembali sibuk dengan tugasnya masing-masing. Letnan Arthur terlihat berdiri dihaluan kembali sambil memperhatikan samudra luas dengan seksama.Â
Sejak melewati kepulauan Onrust praktis kami tidak menemukan lagi pulau-pulau untuk berlindung jika ada halangan cuaca yang menghadang perjalanan.
Terlihat sekelompok burung entah darimana terbang rendah menuju keselatan. Tampak mereka bekejar-kejaran saling mendahului. Jam pasir menunjukkan pukul 10. Artinya praktis 24 jam kami telah berlepas dari pelabuhan tersibuk di pulau Jawa. Matahari bersinar cerah dan terasa sangat hangat. Angin selatan sepertinya menambah dorongan untuk kapal ini melaju kencang. Â Pasien Bennet kulihat tertidur pulas setelah meminum beberapa obat yang diberikan. Kuharapkan dia dapat memulihkan kesahatannya.
Di haluan, tiba-tiba Letnan Arthur terlihat panik. Tangannya berulangkali menunjuk ke arah utara,dimana arah tujuan kami berlayar sejak awal. Aku berusaha memfokuskan mataku dan segera meraih teropong untuk memastikan isyarat yang di tunjuk oleh pria yang merupakan pesaingku dalam urusan asmara itu.
Oh Tuhaaan! aku berseru seketika. Arah utara yang sedang kami tuju terlihat bibit awan hitam yang membumbung tinggi seluas mata memandang. Badai laut dan gelombang sangat tinggi dilautan tidak bisa  terelakkan lagi. Setiap pelaut yang berani membelah lautan berarti harus berani mengarungi badai yang ada di depan mata dimanapun dan kapanpun itu terjadi.
 Aku bergegas turun ke bagian tengah anjungan memastikan tali temali dan kain layar tidak bermasalah karena cepat atau lambat  badai besar akan menghantam. Setelah itu  aku  berlari-lari kecil kembali ke dek atas dan bawah mengingatkan semua awak kapal untuk selalu berada diposisi masing-masing apapun situasinya.
"Siap dipatuhi Tuan" Bronson berkata tegas. Tambahan permintaanku untuk ia juga memperhatikan meriam disampingnya yang sebelumnya dibawah penguasaan Bennet yang lagi sakit keras dan sedang diruang perawatan khusus.
Perlahan lahan angin berhembus kencang. Badan kapal terasa bergoncang. Perjalanan kapal berlayar terasa melambat secara drastis. Desau angin ribut terdengar mulai menghempas kain-kain layar. Beberapa bagian kain layar telah dilepas untuk mengurangi hempasan angin yang sebentar lagi akan datang.
Gelombang yang sebelumnya hanya setinggi 3 meter saat ini mulai naik 2-3 kali lipatnya. Badan kapal yang tingginya sekitar 8 meter seperti rata dengan muka air laut saat kapal berada dititik terbawah gelombang. Tampak ujung kain layar utama saja yang tersembul diatas permukaan gelombang laut tertinggi tersebut. Beberapa perlengkapan kapal yang tidak terletak pada tempatnya yang kokoh semua telah bergeser dari tempatnya semula.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H