Mohon tunggu...
Jan Bestari
Jan Bestari Mohon Tunggu... Lainnya - Merayakan setiap langkah perjalanan

Refleksi kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Catatan Perjalanan Sang Kapten (9.Derita Membawa Cinta)

26 Januari 2022   16:15 Diperbarui: 26 Januari 2022   16:16 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah rutinitas yang dilakukan Mayang setiap hari saat sore menjelang malam. Sebulan penuh tanpa ada seharipun yang terlewat. Sebuah dedikasi tanpa syarat dari seorang pembantu perempuan muda pribumi.

Kamarku di Batavia yang tampak luas namun terasa dingin. Semakin banyak waktu yang kami habiskan bersama Mayang dikamarku justru dalam masa-masa kritisku. Karena disaat inilah Mayang, mau tidak mau harus menginap siang dan malam dirumahku. Hal yang tidak pernah dilakukannya disaat aku sehat. Tidak jarang dia harus menungguiku sampai aku tertidur disampingnya. Ia terus menjagaku dari menggigau dan demam tinggi tanpa kendali. Lap basah selalu berada dikeningku dan tidak sempat mengering. Terkadang ia memijit badanku yang sendi-sendi badanku terasa lepas dari ikatannya. Sampai saat ini tidak ada yang kuragukan akan kesetiaan dan ketulusan Mayang dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Seorang gadis belia yang tegar. Sepanjang kegawatdaruratan yang kulalui, Mayang telah melaksankan pekerjaannya dengan sangat mengesankan dan sangat membekas dalam jiwaku yang sebelumnya terasa kosong.

Dengan kejadian ini justru memperkuat keputusanku untuk dapat memiliki Mayang seutuhnya. Perasaan yang sebelumnya sempat kulawan dan kutahan sekuatnya untuk menyukainya, saat ini seperti tidak dapat lagi kubendung.  Memiliki hati sekaligus raga gadis pribumi yang cantik sekaligus sangat tabah. Bahkan sampai terkadang aku ingin merasakan kembali kesakitan-kesakitanku yang parah, agar beralasan Mayang tetap selalu berada disisiku.

 "Tuan telah menggigau dan berteriak Pruistine berkali-kali," Mayang tampak bertanya-tanya dan berbisik pelan kepadaku. Memang aku tidak pernah menceritakan tentang seorang Pruistine, karena tidak ada alasanku untuk menceritakan kepadanya. Saat malam hari, terutama semenjak sakit sering aku bermimpi yang Pruistine telah pergi. Tidak jarang juga aku bahkan menangis tersedu-sedu sambil berlinang air mata. Tetapi rasa rinduku dengan istriku Pruistine ternyata tidak membuatku berhenti untuk menyukai Mayang, saat ini yang lagi sedang berada dekat disampingku.

Setelah malariaku bisa dikendalikan, sesekali Arthur menjengukku untuk memastikan perubahan kondisi kesehatanku. Dokter Eropa juga masih seminggu sekali mengecekku kondisiku dan memberikan resep obat yang harus kuminum rutin, meski tetap melalui bantuan Mayang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun