Awalnya ia adalah sebuah kampung ditepian pantai yang dikelilingi gunung gersang bebatuan.
Menghadapi situasi geografis yang sangat keras sejak 1997 membuat masyarakat kompak bergerak dengan berbagai macam cara untuk tidak kalah dalam melawan alam meski harus membelah gunung bebatuan bercadas.
Sinar semakin terang sejak 2015 kolaborasi dengan pemerintah dilakukan. Perlahan namun pasti infrastruktur penunjang pariwisata dibangun, sehingga di 2018 desa yang sebelumnya terbelakang akhirnya bisa mendapatkan Pendapatan Asli Desa mencapai 18 Milyar setahun serta menjadikannya sebagai desa terkaya di Indonesia.
Kolaborasi desa dan pemda ditambah kuatnya ikatan komunitas adat menjadi kunci keberhasilannya dalam mengelola desa wisata yang banyak dikunjungi turis.
Desa dengan 4 banjar dan 700 kepala keluarga adat kompak bersama dalam menjalankan kerja yang semuanya terkait dengan wisata desa.
Semua penduduk adat dijamin sejak lahir sampai meninggal dari urusan kesehatan sampai kepada urusan  sekolah sampai dijenjang sarjana.
Kredit sejumlah 5 juta diberikan tanpa syarat untuk mendorong segala potensi warga agar lebih berkembang lagi.
Hukum adat dalam kehidupan  bermasyarakat diterapkan secara tegas untuk menjaga harmoni kehidupan didalamnya. Sangsi adat tertinggi adalah diusir dari desa dan bahkan tidak berhak mendapatkan tanah kubur setelah meninggal.
Investasi swasta dibatasi yang semua ditujukan demi menjaga kehidupan adat dan masyarakatnya
Cerminan keuletan sekelompok kecil  masyarakat untuk dapat hidup sejahtera yang berpijak diatas kaki sendiri demi menciptakan kehidupan warganya yang lebih baik secara berkelanjutan.