Waktu zaman sekolah, pelajaran yang paling aku nggak suka itu pelaharan bahasa. Bahasa apa saja. Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, sampai dulu ada ekstra Bahasa Jepang, aku ngerasa paling bodoh, kalau bisa ganti ekstra, pasti aku ganti, sayangnya waktu utu Bahasa Jepang jadi ekstra wajib. Aku lebih baik dikasih soal matematika seabrek daripada ngerjain soal bahasa. Seiring bertambahnya umur dan membaca soal multiple intelegence. Makin percaya kalau kecerdasan berbahasa itu 'nggak gue banget'.
Sampai kemudian aku mempelajari pembelajaran metode Charlotte Mason (CM) yang berbasiskan living book dan narasi. Dari sini bergumul dalam pikiranku, membaca dan menarasi itu kan pelajaran bahasa banget, kenapa CM menekankan itu? Katanya anak dihargai sesuai potensinya masing-masing, kok ini semua anak 'dipaksa' harus menguasai bahasa?
Waktu zaman sekolah, pelajaran yang paling aku nggak suka itu pelaharan bahasa. Bahasa apa saja. Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, sampai dulu ada ekstra Bahasa Jepang, aku ngerasa paling bodoh, kalau bisa ganti ekstra, pasti aku ganti, sayangnya waktu utu Bahasa Jepang jadi ekstra wajib. Aku lebih baik dikasih soal matematika seabrek daripada ngerjain soal bahasa. Seiring bertambahnya umur dan membaca soal multiple intelegence. Makin percaya kalau kecerdasan berbahasa itu 'nggak gue banget'.
Sampai kemudian aku mempelajari pembelajaran metode Charlotte Mason (CM) yang berbasiskan living book dan narasi. Dari sini bergumul dalam pikiranku, membaca dan menarasi itu kan pelajaran bahasa banget, kenapa CM menekankan itu? Katanya anak dihargai sesuai potensinya masing-masing, kok ini semua anak 'dipaksa' harus menguasai bahasa?
Setelah aku renungi lebih dalam lagi, benarlah adanya bahwa keterampilan berbahasa adalag mutlak harus dikuasai semua orang. Kalau nggak bisa berbahasa dengan baik, bagaimana bisa berkomunikasi? Padahal komunikasi adalah soft skill yang wajib dimiliki. Mau seberapa pun hebatnya kita, bila tidak mampu berkomunikasi dengan baik, ya tetep zonk ya kan?
Sejalan dengan hal itu, makanya aku tertarik ikutan les Bahasa Inggris gratis yang diadakan Kjog pada tanggal 23 Juli 2021 lalu. Dengan pembicara Mbak Dita, aku jadi semakin yakin untuk harus bisa berkomunikasi dengan Bahasa Inggris lebih baik lagi. Karena sebagai bahasa internasional, menguasai Bahasa Inggris setidaknya membuka peluang untuk berinteraksi dan berelasi dengan banyak orang di luar negeri.Ternyata, bahasa inggris sangat dekat di kehidupan sehari-hari kita yang mulai serba digital. Coba cek kata-kata di bawah ini. Banyak yang sudah familiar kan?
Setelah pemaparan soal pentingnya Bahasa Inggris untuk komunikasi di era digital dan dunia pariwisata, selanjutnya masuk ke bagian yang ditunggu, yaitu tes gratis untuk mengetahui level kemampuan berbahasa Inggris kita. Tes gratis ini sebenarnya tidak terlalu representatif mengingat hanya 10 soal yang diajukan. Tapi so far, hasilku memang gak jauh beda sama skor TOEFLku, hihi. Buat yang mau cobain, bisa ke link ini ini:Â
https://tinyurl.com/proficiencytest-kompasiana
Hayo skormu berapa? Kalau skornya masih kecil nggak perlu berkecil hati. Pelajaran bahasa adalah soal kebiasaan, asalkan dibiasakan untuk terus menggunakan Bahasa Inggris, nanti skornya pasti meningkat. Yang jelas, tetap semangat belajar Bahasa Inggris ya.Â
Dengan kemampuan berkomunikasi bahasa asing yang baik maka peluang untuk mengembangkan diri dan memiliki kehidupan yang lebih baik akan lebih besar.