“ Anda dipecat ”Suara dengan nada tinggi memecah kebisuan diruang kepala teknik tambang.suara itu terdengar sampai keruang para karyawan. Ruangan yang hanya disekat oleh kaca nako dapat dilihat dari luar dan dalam ruangan.
“ Tapi pak “ Saya ingin mencoba menjelaskan.
“ Tidak ada tapi-tapiuan. Anda dipecat karena telah memakai pasilitas perusahaan untuk urusan pribadi. Bukan hanya itu saja uang perusahaan pun anda pergunakan untuk menutupi hutang-hutang anda di salah satu toko perbelanjaan di daerah ini ” Dengan marah dan rasa kesal kepala tehnik tambang menerangkan alasan saya dipecat.
“ Tapi dengar dulu penjelasan saya pak “ Saya mencoba meyakinkan kepala teknik tambang agar mau mendengarkan penjelasan saya.
“ Sudahlah.! keluar anda dari ruangan saya “ Kepalah tehnik mendorong saya keluar ruangannya hingga saya terjatuh dilantai dan kepala saya membentur lantai
“Tunggu dulu pak, mohon dengar penjelasan saya pak” Saya mencoba meyakinkannya sekali lagi sambil menggedor-gedor pintu ruangannya. Tapi kemarahan beliau sudah memuncak dan kesabarannya sudah habis.
Dengan rasa bersalah saya keluar dari kantor sambil merundukkan kepala. Berjalan berlahan-lahan sambil menahan kesedihan.Karyawan lain dengan mata yg tajam seperti mata elang yg sedang siap menerkam mangsanya memandangi saya sampai keluar dari pintu depan. Saya mencoba menerima kenyataan bahwa saya dipecat dari pekerjaan ini. rasa sedih dan menyesal menyelimuti saya.
Sampainya dirumah, saya tak sanggup menceritakan kejadian itu pada ibu saya. Ibu sudah lama sakit dan tidak ada obat yang menyembuhkannya, saya juga tidak tahu apa penyakit ibu saya,dokter sudah meyerah dengan penyakit ibu saya. Sudah banyak biaya yang saya keluarkan tapi tidak ada tanda-tanda positif untuk kesembuhan ibu saya. Penyakit yang sudah diderita ibu 3 tahun lalu itu membuat tubuhnya kurus kering dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.
Semenjak ditinggal sang ayah 20 tahun lalu, ibu bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan keluarga kami, bersyukur karena saya adalah anak satu-satunya di keluarga ini. Semenjak ibu saya sakit, maka tugas yang seharusnya ditangggung ayah kini berada dipundak saya.
“ Assalamu’alaikum bu.” Saya membuka pintu secara berlahan
“ Waalaikum salam “ Ibu menjawab dari dalam kamar. Suara ibu terdengar sangat pelan.
Saya langsung mendatangi ibu saya dan duduk disamping beliau.
“ Kok sudah pulang nak ? “Tanya ibu sambil menahan sakit yg dideritanya
“ Iya bu, ananda minta ijin sebentar untuk lihat-lihat ibu dirumah “ Jawab saya pelan. Rasa tak tega untuk menceritakan semua yang baru saja terjadi.
“ Ibu sudah makan ? “ Tanya saya untuk mengalihkan pembicaraan sambil memijati kaki sang ibu.
Dalam hati saya berbisik inilah kaki yg paling kuat yang perna ada. membawa ku dalam kandungan kemanapun ia melangka, kuat menahan berat badanku yang semakin bertambah selama sembilan bulan dalam kandungan. Inilah kaki kuat itu melangkah sejauh yang ia mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.
“ Belum anakku “ Ibu menjawab dengan senyuman. Senyuman yang dapat menyejukkan hati yang sedang galau.
“ Ibu makan dulu ya,ananda bawa makanan. Sebelum nanda pulang, nanda tadi singgah di warung depan gang untuk beli makanan. “ Saya membuka bungkusan nasi yang berlaukan sepotong ikan goreng. Sisa uang dikantong hanya cukup untuk membeli satu bungkus nasi.
“ Kamu sudah makan nak ? “ Tanya ibu yang berusaha untuk duduk sebisanya.
Seperti itulah setiap ibu, selalu berusahan untuk mementingkan anaknya terlebih dahulu walau dalam keadaan sakit.
“ Sudah bu “ Jawab saya dengan senyum sambil memegan sendok yang sudah berisikan nasi dan ikan goreng yang sudah saya potong kecil kecilk.
“ Allahumma baarik llanaa fiima razaqtanaa waqinaa adzaa ban-naar ”do’a sebelum makan ibu lafadz kan dengan pelan.
Mungkin hari ini cuman ini lah yang bisa saya berikan untuk ibu saya. saya sudah tidak punya uang lagi untuk membeli makan malam nanti. Entahlah, yang penting siang ini ibu bisa makan terlebih dahulu.
***
shalat dzuhur pun tiba.
sebagai seorang mukmin laki-laki saya harus shalat di masjid,hanya masjid yang kini dapat menenangkan hati saya. bertemu Allah dirumah-Nya dan curhat kepada-Nya. Dalam do’a saya limpahkan semuanya, bercerita semua kejadian hari ini dari dipecanya saya dari pekerjaan saya sampai tidak punya uang lagi untuk membeli nasi bungkus untuk ibu. Ya,semuanya saya ceritakan.
“ sob, ada apa sob? Dari tandi muka ente murung terus? Ada masalah apa? “
Tanya sapa seseorang saat selelai shalat dzuhur di luar masjid yang ternyata adalah teman saya dari kecil, dia bernama Roman.
“ Aah, tidak ada apa2. ” Jawab saya singkat sebari merunduk
” Sudahlah sob,ceritakan saja. Aku tahu kau pasti punya Masalah. “
Roman coba meyakinkan saya untuk menceritakan masalahnya yang sedang saya hadapi.
“ Gini man. Aku baru saja dipecat dari perusahaan di tempat aku bekerja. Uangku sudah habis man untuk beli obat ibuku kemaren .Dan aku tak punya uang lagi untu membili makanan buat ibu ku nanti malam. Aku bingung mau cari uang dimana untuk makan nanti malam “ saya coba memberanika diri menceritan masalah saya kepada teman saya semenjak kecil itu
“ Oo. itu rupanya masalahmu. “Tanggap Roman dengan tenang.
“ Kamu sudah makan siang lom sob? “Tanya Roman
“ belum man, uang terakhir tadi aku belikan nasi bungkus untuk ibu “
Jawab aku sebari memegang peruk yang dari pagi belum diisi makanan sedikitpun.
“ Ayo kita makan dulu, kita tenangkan dulu pikiran kita dengan makan, nati kita cari solusinya. Gimana ? “
Ajak Roman sambil menarik tangan ku
Sejurus kemudian kami suda berada di warung tidak jauh dari rumah Roman. Di warung pun saya masih memikirkan ibu saya yang dirumah. Saat makanpun hati dan pikiran selalu tertuju kepada ibu yang dirumah. Ibu, ibu dan ibu.
“ Sudahlah sob. Jangan mellow gitu” tepok Roman dibahu saya sembil menyodorkan selembar uang kertas 100 ribu.
“ Apa ini man ? “ tanya saya menoleh ke Roman
“ Ya uanglah, untuk beli nasi bungkus entar malam buat ibu mu. “
Jawab Roman sebari tersenyum
“ Tapi man. “ belum selesai saya ngomong.
“Enggak ada tapi tapian, ambilah” Potong Roman sambil menyantap goreng pisang yang ada di depannya.
“ Terimakasih ya man “ Ucap saya sambil menggenggam uang pemberian Roman.
“ Ya “ Jawab Roman singkat sambil tetap menyantap gorengan.
Terimakasih ya Allah atas rezeki-Mu hari ini. Engkau cukupkan rezeki buat ibu hamba hari ini, terimakasih ya Allah. Ibu.! Ini rezeki ibu untuk hari ini. Lihatlah ibu betapa sayangnya Allah kepada hamba-hambanya. Saya jadi ingat sebuah Hadits
“Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah dan aku tinggalkan kedua orangtuaku dalam keadaan menangis.”
Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah kepada kedua orangtuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Al-Baihaqi dan Al-Hakim, shahih).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H