Kimya, Batu Gurun Itu Tak Setegar Dirimu* oleh : edi sst Kimya, batu gurun itu tak setegar dirimu Yang begitu bisu menapaki jalan berbeda Sang Perindu Mengembara dengan jiwa bercahaya dan wajah merah jambu Kini kata-kata kutuliskan begitu dangkal Meniupkan tafsir-tafsir tua yang melindap tentang sebuah kisah Mawar mungil kuning pucat yang mekar dengan hati berdarah-darah - seperti kata lelaki dari Tabriz Di sini dihempaskan angin barat yang tak lelah bergeriap Wahai, di tanah rumpillah kujejakkan langkah Terasa telah begitu jauh jalan ini berliku dan berdebu Melupakan Cinta yang mengajarkan untuk melepaskan Apa pun yang melekat pada diri ini selain kepedihan - ah, betapa jauhnya! Kimya, batu gurun itu tak setegar dirimu Yang begitu bisu menapaki jalan berbeda Sang Perindu Mengembara dengan jiwa bercahaya dan wajah merah jambu Akulah si tanpa nama yang gagap dan kelu Terkapar oleh makna cinta yang tak tertanggungkan - seperti dalam mata Maulana Tidak juga aku, walau hanya seperti pohon tua saat itu Yang tergigil memercikkan warna keemasan di dinding waktu Kimya, kunang-kunang yang menerima cinta sang angin Pun siap terbakar sang api menjadi abu, bukan? Wajahku masih terselip di batu-batu. Semarang, Agustus 2012 * Terinspirasi novel Rumi’s Daughter karya Muriel Maufroy * Gambar dari fundalina.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H