Mohon tunggu...
Edho Surya Dinata
Edho Surya Dinata Mohon Tunggu... Wiraswasta - The Farmer

Be superhero

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Terbuka saja, Cyber Security System kita sedang diretas lagi, kan ? (Derita Negeri Gaptek)

30 Desember 2024   16:05 Diperbarui: 30 Desember 2024   16:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hacker by Edho Surya Dinata 

TERBUKA SAJA, CYBER SECURITY SYSTEM KITA SEDANG DIRETAS LAGI KAN ?
(DERITA NEGERI GAPTEK)

Oleh : Edho Surya Dinata 

     Infiltrasi, intervensi lalu ambil alih, itulah metode para penjajah untuk menjajah, itulah cara pembajak untuk membajak dan itu pula tehnik para hacker untuk menghack. Di dunia cyber hal ini sangat rentan dan seringkali terjadi, bahkan Pentagon Amerika serikat saja pernah di hack sistem keamanan cybernya. Orang orang Pentagon pernah sesumbar bahwa sistem keamanan cybernya sangat kuat dan tidak akan bisa ditembus, bahkan seekor semut pun tidak akan bisa masuk Pentagon tanpa izin, lalu apa yang terjadi ?. Sistem keamanan cyber Pentagon diretas lalu di acak acak, dan siapa yang meretasnya ?, adalah dia seorang bocah atau anak anak, alih alih badan spionase atau profesor pakar IT. Ini ironi dan cukup memalukan. Sesumbar yang sebelumnya di klaim Pentagon sama halnya dengan sesumbar pemilik kapal Titanic yang mengklaim bahwa tidak akan ada yang bisa menenggelamkan kapal Titanic, bahkan oleh Tuhan sekalipun, lalu apa yang terjadi ?, Kapal Titanic menabrak gunung es, lalu patah kemudian tenggelam di dasar samudra yang gelap dan dingin serta menewaskan ratusan nyawa pada pelayaran perdananya. Juga John Lennon, yang sesumbar mengatakan bahwa The Beatles lebih terkenal dari pada Tuhan, lalu apa yang terjadi ? John Lennon tewas di tembak oleh fans atau penggemarnya sendiri. Inilah beberapa ironi akibat kesombongan manusia.
    Memang tidak ada sistem keamanan cyber yang benar benar aman, semua nya berpotensi ditembus, semuanya pasti saja memiliki celah secanggih apapun teknologinya, oleh karena itu perawatan atau maintenence, tata kelola, rencana rencana mitigasi, backup cadangan dan antisipasi plan serta rancangan yang antisipatif sangat diperlukan selain juga harus terus meningkatkan atau mengupgrade baik teknologinya maupun sumber daya manusianya. Bayangkan ada sebuah negeri yang sistem keamanan cybernya rawan serta ringkih, para operator dan stageholdernya hanya gabut dan gaptek, tidak memiliki kompetensi, bukannya bekerja menjalankan tugas kewajibannya malah hanya menuntut privilese yang bukan haknya sembari rebahan dan mager serta sesumbar meneriakkan kesombongan kesombongannya yang dungu dengan mengatakan "hey, pusat data dan sistem keamanan cyber kami dibangun dengan menghabiskan dana sebanyak 700 milyar atau hampir satu triliun uang rakyat kami, itu biaya yang sangat besar dan mahal jadi tentunya pusat data dan sistem keamanan cyber kami kuat dan mewah kan ?Maka dapat diprediksi negeri di antah berantah ini akan menjadi sasaran empuk para penjajah dan hacker hacker.
    Negeri yang sulit move on dan tidak pernah mau belajar dari pengalaman masa lalu akan mudah jatuh beberapa kali di lubang yang sama, akan sangat mungkin kembali terjajah. Bukankah ini bukanlah pengalaman pahit yang pertama ?.  Bukankah pengalaman pahit di hack oleh hacker itu telah beberapa kali kita alami. Tidakkah kita memiliki sense of learning, rasa ingin belajar dari pengalaman pahit agar tidak terulang lagi atau setidaknya agar tidak seringkali terulang.
Dapatkah anda menghitung, telah berapakali sistem keamanan cyber kita diretas serta di acak acak ?. Data data pribadi kita dicuri dan dimanfaatkan, telah berapa kalikah ?. Hal ini telah beberapakali atau sering kali terjadi, bukan sekali atau dua  kali. Jika demikian maka dimana kedaulatan kita, apakah kita masih terjajah ? meskipun Soekarno -Hatta atas nama bangsa Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaan kita hampir genap seratus tahun yang lalu.
    Kasus hacking yang baru baru ini terjadi cukup membuat kegaduhan. Deskripsi sederhananya begini, pusat data kita diretas !,, dan oleh karena itu hampir 300 lembaga, badan dan institusi terdampak serta terganggu, yang menyedihkan hingga masuk televisi di salah satu airport atau bandara modern terkemuka di negeri ini "dipaksa" harus bekerja secara manual dan sangat analog, yaitu dengan mencatat data dan segala sesuatunya yang berkaitan dengan customer service di atas secarik kertas, mungkin seperti menulis simbol simbol diatas kertas lusuh dengan pena yang hampir kehabisan tinta bukan dilayar sentuh atau touchscreen canggih yang terkoneksi. Seperti kembali ke zaman dahulukala dimana dinosaurus mungkin masih exist atau seperti kembali mundur ke zaman ketika kita belum menjadi homosapiens dan yang lebih menyedihkan lagi para stageholder dengan percaya diri yang berlebihan mengatakan hal ini hanyalah masalah tehnis, hingga publik tahu dan paham bahwa sebenarnya ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, ini adalah hacking atau pembajakan. Sang pembajak menginginkan sejumlah tebusan yang harus dibayar jika ingin data itu kembali, yang tentunya sedikit banyak data data tersebut telah rusak, karena bagaimanapun kenyataannya data data tersebut telah mengalami proses tracking dan inskripsi. Pemerintah kelabakan, para yang berkepentingan dan yang bertanggung jawab saling menyalahkan, saling lempar tanggung jawab, saling mengkambinghitamkan, buru buru cuci tangan dan berdalih dengan dalih dalih yang apologis dan ego sektoral. Masalah samasekali tidak terselesaikan dan kegaduhan malah semakin keruh.
    Jadi bagaimana solusinya ?. Menurut hemat kami selaku rakyat jelata, pertamat-tama kita harus mengurangi kadar kesombongan kita di dunia digital cyber ini, karena setiap sesumbar atau flexing dapat menimbulkan rasa penasaran, iri, dengki, cemburu serta sakit hati dan ini dapat membuat orang melakukan kejahatan, ingat, tidak ada jaminan keamanan yang benar benar menjamin keamanan di dunia digital cyber ini. Kita boleh berbangga bahwa kita adalah negara yang besar dan kaya tapi disisi lain kita juga harus tetap rendah hati, harus terus mau belajar dan dapat mengukur diri. Yang Kedua, kita harus berkoordinasi yang koperatif dan kompromistis bukannya saling menyalahkan serta debat kusir yang destruktif dan sangat tidak solutif. Yang ketiga dan seterusnya adalah kita harus terus meningkatkan kualitas teknologi dan mental manusia kita, terus merawat dan menumbuhkan serta seterusnya. Itu saja mungkin langkah langkah yang dapat kita tempuh sementara ini, dari kami rakyat jelata yang gaptek namun berusaha  memiliki kemauan untuk terus belajar dan tetap rendah hati.
    Beberapa negara menawarkan bantuan untuk memecahkan masalah ini, mengembalikan data data kita yang terbajak, kita sangat menghargai dan berterima kasih dengan tawaran ini, namun pertanyaan besarnya adalah apakah bisa ? Karena secara tehnis ini tidak bisa, kita bukannya menyerah tapi kita meski realistis melihat keadaan, jangan arogan, sistem sekuat "iron dome" atau kubah besi milik Israel saja bisa ditembus padahal sistem iron dome itu sangat canggih, mengingatkan kita dengan sistem keamanan udara yang ada di negeri fiksi utopis Wakanda, yang melindungi wilayah mereka dari berbagai serangan apapun, namun itu tadi, pada kenyataannya masih bisa ditembus. Maka sekali lagi tidak ada sistem keamanan yang benar-benar dapat menjamin keamanan di dalam dunia digital cyber. So, lets wake up, ayo bangun dan berkompromilah dengan kenyataan serta menjadi bijaklah di dalam dunia digital cyber. Wellcome To The Real Junggle....

Tentang penulis :
Edho Surya Dinata, lahir di Palembang 6 Juli 1983. Pada awalnya Edho menulis genre sastra puisi dan cerpen. Beberapa tulisan nya pernah di muat di beberapa media. Kini Edho bermastautin di desa Saranglang Pemulutan barat Ogan Ilir Sumatera Selatan, selain bertani, Edho masih tetap menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun