Mohon tunggu...
Edho Surya Dinata
Edho Surya Dinata Mohon Tunggu... Wiraswasta - The Farmer

Be superhero

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jika saja Syeh Siti Djenar

30 Desember 2024   00:19 Diperbarui: 30 Desember 2024   00:19 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Syeh Siti Djenar by Google image screenshoot 

Oleh : Edho Surya Dinata
   
    Jika saja Syeh Siti Djenar (Syeh Lemah Abang) mengatakan "Manunggaling Kawula Gusti" "Bersatu Dengan Tuhan" atau "Saya Adalah Tuhan" di zaman sekarang, maka mungkin ada banyak orang yang dapat menerimanya, terbuka dan dapat menangkap maksudnya dan tidak akan pernah menjadi polemik, namun masalahnya, ia mengatakan itu pada zaman dahulu kala, pada zaman berabad abad silam di tengah masyarakat yang sangat feodalistik, pada masyarakat yang terjajah, pada masyarakat yang pondasi keimanan dan ketauhidan mereka masih sangat rapuh atau sama sekali belum mapan untuk mencerna kalimat kalimat sufiistik dan tasawuf itu. Inilah kemudian yang memantik konflik antara ia dan Wali Songo. Dari peristiwa historik ini, kita dapat mengambil hikmah, bahwa segala sesuatu butuh proses, dan dalam setiap proses pasti membutuhkan waktu. Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Kita sama tahu, bahwa Abu Hurairah adalah salah satu ahlu suffah yang paling familiar, Dia pernah hidup bersama Nabi Muhammad Sawlaullahu alaihi wasallam selama beberapa tahun, Dia juga salah satu sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Abu Hurairah Radhiyallahuanhu pernah berkata bahwa ia memperoleh "dua bejana" ilmu atau hadits dari Rasulallah Muhammad Sawlaullahu alaihi wasallam. Satu bejana ilmu atau hadits itu telah dia sampaikan kepada umat, sedangkan satu bejana ilmu atau hadits lainnya ia simpan atau ia tahan (dulu) karena jika langsung ia sampaikan tanpa memperhatikan kondisi atau situasi terlebih dahulu maka ia dapat dipenggal atau dibunuh orang karena satu bejana ilmu atau hadits lainnya itu cukup sensitif dan riskan jika langsung disampaikan pada kondisi atau waktu itu. Nah sayangnya hal semacam ini tidak dilakukan oleh Syeh Siti Djenar.
    Abu Hurairah Radhiyallahuanhu adalah pelopor tradisi sufi dalam khazanah Islam. Abu Hurairah menjalani segala syariat yang diajarkan langsung oleh nebi Muhammad Saulallahu alaihi wasallam, ia mengamalkan rukun iman dan rukun islam, ia bersyahadat, ia mendirikan shalat lima waktu dalam sehari semalam serta sholat sholat sunnah lainnya, ia juga melaksanakan puasa wajib bahkan puasa sunnah, ia berzakat sebagai penerima zakat atau mustahiq, ia juga melaksanakan haji serta berlaku ihsan. Abu Hurairah bukanlah nama sebenarnya, ini adalah nama kunyah atau nama julukan. Nama Abu Hurairah berasal dari bahasa Arab, Abu Hurairah berarti " Bapak Kucing". Nama ini diberikan kepadanya karena ia mengasihi banyak kucing. Dia pernah melihat anak kucing yang terlantar di jalan, kemudian anak kucing itu ia masukkan ke dalam kantong bajunya untuk ia rawat dan adopsi, melihat ada yang bergerak gerak di dalam kantong bajunya, Rasulallah bertanya "apa itu?", Ia lalu mengeluarkan anak kucing itu dan menjawab "anak kucing ya Rasulullah". Nabi tersenyum dan berkata "Kamu adalah Abu Hurairah/Bapak Kucing". Abu Hurairah pada zaman Rasulallah tinggal di masjid suffah, dia miskin, tidak memiliki rumah ataupun harta dunia dan tidak berkeluarga demi berkhidmat dan belajar kepada Rasulullah Muhammad Sawlaullahu alaihi wasallam. Menjadi sufi bukanlah pilihan, ini adalah takdir. Dia yatim dan masih memiliki seorang ibu yang pada awalnya sangat tidak menyukai Rasulallah Muhammad Sawlaullahu alaihi wasallam. Abu Hurairah pernah berkata kepada Rasulullah "ya Rasulullah, aku masih memiliki seorang ibu yang sangat tidak menyukai mu, maka doakanlah ibu ku agar ia mencintai Allah dan rasul-nya. Rasulallah tersenyum dan mendoakan ibu Abu Hurairah serta berpesan untuk tetap terus berbirul walidain, berbakti dan berbuat baik kepada orang tua, terutama kepada ibu.
    Abu Hurairah Radhiyallahuanhu hidup bersama Rasulullah selama beberapa tahun, dalam beberapa tahun itulah ia belajar dan mencatat semua Sunnah dan hadits nabi Muhammad Sawlaullahu alaihi wasallam. Setelah Rasulallah wafat, Abu Hurairah juga masih sempat hidup pada zaman Khalifah Khulafaur Rasyidin Abu bakar Ash-Shiddiq dan Khalifah Umar bin Khattab. Saking banyaknya meriwayatkan hadits, Abu Hurairah pernah di tegur oleh Umar bin Khattab, Umar berkata " hal Abu Hurairah, mengapa setiap apa yang kau dapatkan dari Rasulallah, setiap itu pula kau sampaikan kepada kami, mungkin saja Rasulallah sedang marah, sedang ini atau sedang itu". Rasulallah kemudian bersabda "Biarkan dia Umar, biarkan dia menyampaikan segala sesuatu dari ku, karena apa yang aku ucapkan dan seluruh yang datang dari ku bukan berasal dari nafsuku, semua yang dariku hanyalah berasal dari wahyu yang diwahyukan".
    Sebenarnya dari biografi Abu Hurairah dan para ahlu suffah lah tradisi sufi dan tasawuf dalam khazanah Islam itu berasal yang kemudian di Nusantara mazhab sufi ini sepertinya dijalankan salah satunya oleh Syeh Siti Djenar (Syeh Lemah Abang) pada zaman ekspansi wali Sanga atau sembilan wali, di masa awal penyebaran Islam di Nusantara beberapa abad silam. Namun sayangnya itu tadi, walau sepertinya menjalani mazhab sufi, Syeh Siti Djenar tidak melakukan kebijakan pelopor tradisi sufi dan tasawuf, seperti yang dilakukan oleh Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, yaitu menyampaikan sesuatu pada kondisi dan waktu yang tepat. Padahal kita juga sama paham, bahwa Syeh Siti Djenar ( Syeh Lemah Abang) bukanlah orang yang bodoh, ia adalah seorang yang memiliki ilmu yang tinggi, pemikirannya sangat mendalam, hanya saja mungkin agak kurang bijaksana dalam hal ini.
    Syeh Siti Djenar pernah berkata "Saya adalah Tuhan", Firaun juga pernah mengatakan "Ana Robi ul akla" bahkan Firaun memproklamirkan diri "Saya adalah Tuhan". Lalu apa bedanya Syeh Siti Djenar dengan Firaun ?. Yang membedakannya adalah Syeh Siti Djenar mengatakan hal itu jutsru karena ketawaduan dan kezududan Syeh Siti Djenar, Dia mengatakan itu justru karena kerendahatiannya, Syeh Siti Djenar memahami bahwa segala sesuatu itu adalah milik dan kehendak Tuhan yang Maha Agung, termasuk dirinya, karena itulah dia berkata "Tidak ada itu Siti Djenar, aku adalah Tuhan". Jadi Syeh Siti Djenar mengatakan itu justru karena ilmu ketawaduan dan kerendahatiannya, sedangkan firaun mengatakan " ana robiul akla" atau "saya adalah Tuhan" karena kezaliman, kejahilan dan kesombongannya yang melampaui batas.
    Tradisi sufi dan tasawuf akan beradaptasi dan bahkan berakulturasi dengan zaman dan tempat nya. Sufisme bukanlah tradisi yang eksklusif. Sufisme adalah kehendak Tuhan, Tuhan menginginkan ada sufisme di dalam khazanah Islam yang sangat kaya, luas dan dalam. Ada filosofi Islam yaitu tasawuf. Jika di Eropa, sufi berakulturasi dengan topi kerucut dan antara lain dengan tarian melintirnya maka di Nusantara sufisme berakulturasi dengan budaya kejawen.
    Sufisme seharusnya menjadi tradisi dan jalan kebijaksanaan di dalam Islam. 

Tentang Penulis
Edho Surya Dinata, lahir di Palembang 6 Juli 1983. Pada awalnya Edho menulis genre sastra cerpen dan puisi. Beberapa tulisannya pernah dimuat di beberapa media. Kini Edho bermastautin di Desa Saranglang Pemulutan barat Ogan Ilir Sumatera Selatan. Selain bertani, Edho juga masih tetap menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun