Mohon tunggu...
Eduardo Retno
Eduardo Retno Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pencinta Kopi, Travelling dan Musik.

Penulis lepas yang banyak berkicimpung di beberapa organisasi pemuda kemasyarakatan dan beberapa komunitas. Sekarang aktif di dunia Koperasi Credit Union (KSP Credit Union Pancur Solidaritas) Kabupaten Ketapang - Kalimantan Barat.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Peladang Bukan Penjahat

6 September 2019   16:14 Diperbarui: 6 September 2019   16:19 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan : Masyarakat Petani Peladang Daerah Kecamatan Hulu Sungai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat melakukan gotong royong menyemai padi (Menu)/dokpri

Sistem pertanian di Kalimantan pada umumnya memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan sistem pertanian yang ada di daerah lainnya di Indonesia. Masyarakat petani kalimantan masih memegang teguh adat-istiadat dan kearifan lokalnya (local wisdom) terhadap lahan berhutan yang digunakan untuk pertanian. Mereka adalah penduduk asli Kalimantan atau masyarakat lokal yakni suku Dayak yang hidup dan menyatu dengan alam di pedalaman Kalimantan sejak lama.

Bencana kabut asap yang kerap terjadi di beberapa daerah terutama di kalimantan seringkali mengkambing hitamkan masyarakat peladang sebagai penyebab timbulnya kabut asap di musim kemarau. padahal. berladang bagi masyarakat lokal (Etnis Dayak) berladang itu adalah kearifan lokal untuk bertahan hidup. 

Mereka membuka hutan tanpa merusak hutan dengan menggunakan adat yang mereka wariskan secara turun-temurun, namun tetap saja mereka dituduh sebagai penyebab kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Selama ini petani peladang selalu dihantui rasa takut, rasa takut terhadap denda dan jeruji besi oleh aparat pemerintah, kita berharap dan juga menjadi harapan besar masyarakat petani peladang dalam menangani karhutla pemerintah jangan tebang pilih, karna dalam beberapa tahun terakhir masyarakat petani peladang lah yang selalu berakhir di meja hijau. pedahal mereka hanya mencari sesuap nasi bagi keluarganya yang secara turun temurun selalu membakar dan mengolah  ladanganya dengan pola kearifan lokal.

Petani Peladang dalam Persfektif Hukum

Terkait petani peladang ini, teman saya seorang advokat muda yang sudah banyak memberikan bantuan hukum bagi masyarakat kecil di Ketapang, Kalimantan Barat, menulis dari sudut pandang hukum di akun facebooknya : 

"Het strafrecht zich richt tegen min of meer abnormale gedragingen" yang artinya Hukum Pidana berfungsi untuk melawan kelakuan-kelakuan yang tidak normal. menurutnya, petani peladang di kampung yang secara turun-temurun membuka lahan kurang dari 2 (dua) hektar dengan cara membakar untuk tujuan menanam padi supaya dapat beras - dapat makan dimana sebelumnya lahan tersebut sudah dipersiapkan secara cermat dengan membuat sekat bakar dan menyiapkan sarana pemadaman untuk mencegah api tidak merembet. menurutnya merupakan suatu perbuatan yang normal-normal saja. apalagi hal ini dijamin oleh Undang-Undang (lihat pasal 69 ayat (2) dan penjelasan pasal 69 UU Nomor 32/2009 tentang PPLH).

Lebih lanjut menurutnya, menjadi tidak normal ketika membuka lahan (apalagi lahan gambut) dengan cara membakar untuk tujuan ditanam kelapa sawit atau tanaman lain yang bukan untuk tujuan menanam padi. Merejuk pada asas "Nulla regula sine exceptione" yang artinya Tidak ada aturan yang tidak mengenal perkecualian, pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32/2009 telah menjadi exceptione dalam pemidanaan terhadap perkara Karhutla.

Dengan demikian, seharusnya menurut hukum, petani peladang tidak bisa diintimidasi atau bahkan ditangkap karena membakar ladang, sepanjang yang dilakukan petani peladang tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32/2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan "Kearifan lokal yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah melakukan pembakaran lahan dengan luas maksimal 2 hektare per Kepala Keluarga untuk ditanami jenis varietas lokal dan dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegahan penjalaran api ke wilayah sekelilingnya".

Pertanyaannya adalah Masihkah kedepannya petani peladang dipidana apabila membakar lahannya?, Karna Peladang BUKAN Penjahat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun