Mohon tunggu...
Edhi Setiawan
Edhi Setiawan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tadinya hanya suka membaca, lama-lama jadi ingin menulis. Semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik Lady Gaga : Apakah Standar Moral kita Berhenti di Urusan Syahwat Saja ?

19 Mei 2012   15:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:05 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tadinya saya tidak terlalu peduli dengan ramainya polemik tentang konser Lady Gada di Indonesia. Mengapa ? Jelaslah karena saya ini tidak kenal Lady Gaga, tahu lagunya juga tidak. Lama-lama jadi penasaran juga, siapa sih dia itu yang mampu mengguncang Indonesia, sampai-sampai memancing polemik. Dari pembicaraan di warteg sampai berita TV yang tidak pernah absen. Dari obrolan warung kopi, seniman, pengamat musik hingga ormas, bahkan sampai menteri, menkopolhukam, anggota partai, sampai anggota DPR.

Setelah melihat-lihat dandanan dan penampilan Lady Gaga dari klip yang diputar di TV berita, sampai materi perdebatan, jelaslah sudah keberatan utama adalah penampilan Lady Gaga yang terkenal itu selalu diwarnai kontroversi. Untuk konser di Korea pun akhirnya dikategorikan 18+, dan diwarnai pro dan kontra. Saya secara pribadi sih melihat gambaran Lady Gaga seperti itu ya akhirnya jadi maklum akan kekuatiran sebagian kalangan merujuk pada standar moral di Indonesia. Tapi pertanyaannya apakah dengan melarang konser Lady Gaga, moral kita terjaga baik ? Apakah memang Lady Gaga akan tampil half naked seperti yang dikuatirkan ? Kalau sekedar half-naked ngga usah jauh-jauh di Indonesia juga banyak ?

Sebagai bangsa timur, kita memiliki adat ketimuran yang terkenal santun. Budaya kita itulah yang membentuk standar moral kita, yaitu mengenai hal-hal yang kita terima sebagai sesuatu yang kita sebut dengan “baik”. Itulah moral, standarnya ya nilai budaya kita. Sebagai bangsa yang religius, semestinya nilai-nilai yang diajarkan oleh agama kita seharusnya juga mewarnai standar moral kita. Tak heran, banyak orang sepakat, penampilan yang seronok itu tidak sesuai dengan budaya kita, tidak sesuai dengan standar moral kita, layak kita tolak.

Beberapa catatan menarik bisa kita lihat di sini :

Pertama,  berbicara masalah penerapan standar moral, kita ini masih terkesan sangat reaktif. Misalnya penjualan tiket Konser Lady Gaga ini sudah berlangsung lama, konon ditawarkan sejak tahun 2011. Namun baru belakangan ini kita mendengar polemiknya, setelah ada ormas yang mempersoalkannya. Apakah yang lainnya tidak pernah sadar tentang Lady Gaga ? Apakah baru sadar belakangan kalau kurang sesuai dengan nilai budaya kita ? Atau ikut-ikutan karena takut disebut tidak bermoral ?

Kedua, yang tidak kalah menarik adalah  standar moralitas kita sepertinya baru benar-benar terusik kalau urusannya masalah syahwat. Kita ingat sebelum konser Lady Gaga pun, banyak polemik tentang moral yang materinya adalah soal pemerkosaan akibat rok mini, anggota DPR nonton film porno di sela rapat, anggota DPR bikin film porno. Berita-berita inilah yang cukup awet menghiasi media masa dan hangat diperbincangkan. Sementara itu, topik lainnya kurang mendapat tempat.

Kalau kita berbicara standar moral yang berbudaya Indonesia yang adalah bangsa dengan adat ketimurannya yang santun dan religius, semestinya kita harus pula mengangkat tema-tema lain yang cukup mengusik rasa keadilan dan moralitas kita bersama seperti masalah korupsi misalnya. Kalau kita lihat penuntasan kasus korupsi masih terkesan lambat, dan kita pun masih reaktif membicarakannya, lalu ikut melupakan setelah tertimpa masalah-masalah lain, ya masalah Lady Gaga ini misalnya. Untuk sementara berita korupsi tenggelam oleh berita Lady Gaga. Seolah kita sudah menganggap korupsi itu biasa, karena memang ada di mana-mana. Jangan-jangan kita lebih bisa memaafkan koruptor ketimbang Lady Gaga ? Sisi lain dari moralitas kita adalah soal kekerasan. Kita pun semakin akrab dengan kekerasan, dari premanisme, pemalakan, kriminalitas, tawuran antar mahasiswa dan pelajar, intimidasi terhadap umat beragama, dan kasus kekerasan lainnya. Apakah nantinya kita juga akan maklum karena toh kekerasan juga terjadi setiap hari disekitar kita ? Apakah moralitas kita tidak terusik lagi melihat kekerasan disekitar kita ? Atau barangkali sejauh mana keprihatinan kita melihat “unggah ungguh” anak-anak kita ? Apakah kita berhasil mendidik generasi yang tahu menghormati orang tua ? Bukankah banyak kasus di mana murid berani melawan guru, anak menganiaya orang tua ? Apa ini juga kita anggap sudah biasa ?

Yah, semoga kehidupan berbangsa kita, ditengah jaman yang semakin edan ini masih mengingat kemurnian hati para pendiri negeri ini, yang bahkan mau mati demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau mereka masih hidup hari ini, apakah tidak akan menangis melihat tingkah generasi penerusnya ini ? Pekerjaan rumah masih banyak. Kalaulah generasi ini memang kita anggap mengalami kegagalan moral, janganlah itu terjadi pada anak cucu kita. Kita yang masih punya hati, ya ayo memberikan pendidikan yang baik untuk generasi selanjutnya. Bukan cuma bisa pro dan kontra Lady Gaga saja, tapi jadikanlah mereka generasi penerus yang diidamkan penyusun UUD’45 ini : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. (Pasal 31 ayat 3 UUD ’45 Amandemen IV).

Mari kita dukung bersama !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun