Mohon tunggu...
Odil Dodok
Odil Dodok Mohon Tunggu... Mahasiswa - 𝔅𝔢𝔱𝔞 𝔄𝔡𝔪𝔦𝔫𝔦𝔰𝔱𝔯𝔞𝔰𝔦 𝔓𝔲𝔟𝔩𝔦𝔨

𝚂𝚊𝚙𝚒𝚎𝚗𝚝𝚒𝚊 𝚎𝚝 𝚅𝚒𝚛𝚝𝚞𝚜

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Lemahnya Pengawasan dan Proses Penegakan Hukum Normatif dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia

19 Maret 2023   23:38 Diperbarui: 19 Maret 2023   23:40 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai kasus korupsi mungkin sudah tidak asing lagi. Sebab, korupsi saat ini sudah menjadi patologi yang kerap terjadi di lingkungan sektor publik. Persoalan korupsi di Indonesia telah mengakar dan hampir seluruh institusi penyelenggara negara tidak luput dari masalah korupsi. Bahkan, lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, Kejaksaaan dan juga Pengadilan yang berperan untuk berperang melawan korupsi tidak pernah luput dari masalah korupsi. 

Ada satu fenomena yang sering terjadi ketika suatu kasus korupsi terbongkar di Indonesia, yaitu kasus korupsi tersebut baru terbongkar ketika orang yang melakukan korupsi telah merugikan keuangan negara/melakukan korupsi uang negara dalam jumlah yang sangat fantastis, mulai dari puluhan juta hingga triliunan rupiah. 

Hal ini mengindikasikan lemahnya pengawasan dari lembaga terkait dalam hal pencegahan korupsi. Kasus korupsi di Indonesia rupanya merupakan persoalan yang bisa di "nego" atau di "maklumi". Sebab, setiap terjadi kasus korupsi semua lembaga penyelenggara negara rupanya tidak melakukan evaluasi untuk melakukan perbaikan dalam penanganan korupsi. Semua lembaga yang memiliki peran untuk memberantas korupsi di Indonesia kesannya tidak memiliki sinergitas dan komitmen dalam memberantas korupsi. Hal ini ditandai dengan kasus korupsi yang tidak pernah usai.

Kasus korupsi di Indonesia tidak akan pernah usai/menurun drastis selama pengawasan dan proses penegakan hukum dalam hal pemberantasan korupsi tidak ditegakkan. Kedua hal tersebut menjadi kunci dalam pencegahan dan pemberantsan korupsi di Indonesia, yaitu perkuat pengawasan dan tegakkan hukum. 

Penegakkan hukum menjadi langkah terakhir dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, Undang-Undang terkait tindak pidana korupsi di Indonesia terkesan hanya formalitas semata, karena pada ujungnya vonis yang dijatuhkan pengadilan cenderung lebih ringan dibandingkan dengan jumlah uang yang dikorupsinya. 

Apalagi para terpidana kasus korupsi di Indonesia berkesempatan untuk mendapatkan remisi dan bebas bersyarat. Hal ini akan menghilangkan esensi dari penjatuhan sanksi kepada koruptor yaitu memberikan efek jera, tetapi justru membuat orang lain tidak memiliki ketakutan untuk melakukan korupsi. 

Dengan demikian, kesempatan mendapatkan remisi dan bebas bersyarat bagi terpidana korupsi sebenarnya kontradiktif dengan filosofi penjatuhan sanksi/hukuman bagi koruptor karena tidak akan memberikan efek jera baik bagi pelaku maupun bagi orang lain. Kemudian, penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia terlalu bersifat normatif. Padahal, akan lebih baik dan efektif apabila penegakan hukum dalam konteks penjatuhan sanksi atau hukuman bagi koruptor lebih bersifat praktis, misalnya dengan mengembalikan seluruh jumlah uang yang ia korupsi. 

Jadi, hukuman kurangan penjara sebaiknya jangan dijadkan pidana utama/pokok, tetapi pengembalian uang yang dikorupsi harus dipertegas dan ditegakkan. Bagaimana jika si koruptor tidak mampu mengembalikan jumlah uang yang dikorupsinya? Dalam kondisi tersebut, maka aturan atau undang-undang tentang perampasan asset sangat penting untuk diberlakukan. Jadi, apabila koruptor tidak bisa mengembalikan jumlah uang yang dikorupsinya, negara dapat menyita seluruh asetnya untuk kemudian, dijadikan sebagai asset negara. 

Sehingga dalam hal ini, ada upaya untuk memiskinkan para koruptor. Karena hukuman atau sanksi yang berlaku selama ini, belum mampu memberikan efek jera bagi koruptor atau orang lain untuk melakukan korupsi. Selain itu, perlu juga penetapan aturan atau undang-undang pembuktian terbalik harta pejabat publik yang dianggap tidak wajar sesuai dengan gajinya. Oleh karena itu, lemabag legislative sebagai pembentuk undang-undang harus punya komitmen untuk memberantas korupsi melalui pembentukan undang-undang yang berkualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun