Mohon tunggu...
Odil Dodok
Odil Dodok Mohon Tunggu... Mahasiswa - 𝔅𝔢𝔱𝔞 𝔄𝔡𝔪𝔦𝔫𝔦𝔰𝔱𝔯𝔞𝔰𝔦 𝔓𝔲𝔟𝔩𝔦𝔨

𝚂𝚊𝚙𝚒𝚎𝚗𝚝𝚒𝚊 𝚎𝚝 𝚅𝚒𝚛𝚝𝚞𝚜

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Efektivitas Pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) Aparatur Sipil Negara Daerah

31 Januari 2022   22:31 Diperbarui: 31 Januari 2022   22:35 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Administrasi publik memiliki peran penting dalam memberikan pelayanan publik. Oleh karenanya, Aparatur Sipil Negara selaku administrator publik di tuntut untuk memiliki kompetensi, kemampuan dan kinerja yang berkualitas agar pelayanan yang di berikan berjalan dengan efektif dan efisien. Dengan demikian, organisasi publik melakukan berbagai upaya agar kualitas Aparatur Sipil Negara dalam memberikan pelayanan publik terwujud dan terpelihara.

Namun, pada realitanya sumber daya Aparatur Sipil Negara pemerintah Indonesia masih di nilai rendah oleh berbagai kalangan. Hal ini tergambar dalam sistem pelayanan yang buruk kepada publik dan di perburuk lagi dengan tindakan korupsi yang di lakukan oleh Aparatur Sipil Negara. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah menetapkan kebijakan remunerasi berbasis kinerja sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan Aparatur Sipil Negara (ASN). Kebijakan remunerasi berbasis kinerja tersebut terimplementasi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 tahun 2005.  Pasal 63 (ayat 1) PP tersebut menjelaskan ''pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai Negeri Sipil Daerah berdasarkan pertimbangan yang objektif dengan memperhatikan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut semata-mata untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai sehingga memiliki kualitas Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan berkompetensi.

Dalam rangka mengaplikasikan kebijakan remunerasi berbasis kinerja serta mendukung PP tersebut, setiap Pemerintah daerah di Indonesia menetapkan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah. Tambahan Penghasilan Pegawai tersebut diatur dalam Peraturan Gubernur/Bupati/ Walikota masing-masing daerah di Indonesia. Secara umum, Tambahan Penghasilan Pegawai tersebut merupakan sejumlah uang yang diberikan kepada Pegawai ASN daerah dalam rangka meningkatkan kinerja dan kesejahteraan mereka. Tambahan Penghasilan Pegawai tersebut tidak berikan secara cuma-cuma melainkan didasarkan pada sejumlah syarat, salah satunya adalah berdasarkan prestasi. Jadi, Tambahan Penghasilan Pegawai diberikan kepada Pegawai yang memiliki prestasi sesuai bidang keahliannya dan diakui oleh pimpinan di atasnya.  Tambahan Penghasilan Pegawai tersebut akan dilakukan pengurangan apabila Pegawai ASN tidak masuk kerja atau tidak hadir, terlambat masuk kerja serta pulang kerja sebelum waktunya. Hal ini menunjukkan bahwa Tambahan Penghasilan Pegawai tersebut betul-betul diberikan kepada Pegawai ASN yang disiplin dan berprestasi. Meskipun setiap daerah telah mengimplmentasikan peraturan terkait Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Pegawai Negeri Sipil Daerah tersebut, namun realitanya pelayanan publik di kantor-kantor Dinas pemerintahan daerah masih dinilai masih buruk dan berbelit-belit. Masyarakat menilai pelayanan yang diberikan tidak efektif dan efisien serta masih terikat oleh sistem nepotisme. Masyarakat yang memiliki korelasi dengan pejabat administrator akan mendapatkan pelayanan yang istimewa, efektif dan efisien.

Oleh karena itu, system etika dan akuntabilitas administrasi publik harus tegas dan jelas. Manajemen etika dan akuntabilitas administrasi Negara perlu ditata dengan transparan sehingga berorientasi pada terciptanya administrasi publik yang berciri khas good governance. Dengan demikian, etika dan akuntabilitas administrasi Negara itu bukan hanya sekadar formalitas semata melainkan sungguh-sungguh diimplementasikan dengan konsekuen. Dalam hal ini pula, fungsi pengawasan dari atasan dalam birokrasi pemerintahan memang sangat perlu agar tidak terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan administrasi publik, terutama agar tambahan penghasilan yang diberikan tidak sia-sia atau tidak berdampak positif terhadap tata kelola birokrasi dalam hal pelayanan publik. Selanjutnya, perlu juga ketelitian dan ketegasan atasan dalam mengevaluasi akuntabilitas para bawahannya. Hal ini sangat penting untuk menilai input dengan ouput serta outcome kinerja para bawahannya. Jadi, perlu ketegasan dari pemimpin apabila ditemukan output dan outcome yang tidak sesuai dengan besaran input yang dikorbankan. Namun, apakah atasan dalam birokrasi pemerintahan mampu menindaktegas para bawahan yang kinerjanya jauh dari harapan atau tujuan dan sasaran organisasi publik? Disinilah letak persoalannya. Budaya birokrasi patrimonial yang telah membudaya menjadikan birokrasi bukan lagi sebagai organisasi yang profesional melainkan cenderung mengarah ke organisasi yang berasas kekeluargaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun