Entah apa pernah dilakukan penelitian serius mengenai kaitan selera humor dengan kondisi suatu bangsa. Â Beberapa negara di Eropa yang kental dengan pola pikir rasionalitasnya, cenderung menyukai humor yang nyentilnya cerdas--maksudnya sarat muatan intelektual, tapi lucu. Â Ekspresi kaku nan konyol, tapi dilakukan dengan gaya yang (sebenarnya) amat cerdas, adalah imej humor Barat. Â Lihat saja semisal Charlie Caplin atau Mr. Bean.
Di nusantara ini mungkin sedikit berbeda. Â Saya 'didesak' untuk merenung ketika dalam sebuah siaran teve swasta, ada dialog yang merespons lawan bicaranya yang bertampang (maaf) buruk muka dengan berujar, "Kamu tuh jelek banget, tau! Â Mau jadi artis apaan dengan muka begitu. Â Mending jadi pelawak aja, pasti laku!" Â Di satu sisi, kejelekan tampang seseorang rupanya masih punya peluang besar bila ingin terjun di dunia keartisan. Â Ya itu tadi, jadi pelawak. Â Tapi di sisi lain, kepungan berita dan info nasional yang membanjiri saya dengan mayoritas "kabar buruk", membuat diri bertanya-tanya: apakah jangan-jangan selera humor mayoritas warga negeri ini sebenarnya mencerminkan kondisi bangsa ini? Â Kita lebih suka menertawakan muka yang begitu jelek, karena kita--yang cukup sering tertindas dengan berbagai bentuk kebohongan politis dan korupsi--sudah muak dengan tampang "bagus" namun tindakan "jelek."
Tapi mungkin saja itu cuma "prasangka" saya pribadi saja. Â Entah bila ada saudara sebangsa lain yang pernah tersentil dengan "prasangka" serupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H