Selain dua masalah utama tadi, Gaji dan Sistem yang tidak pernah diperbaiki dengan serius dan konsisten, situasi juga kembali ke "square one" ketika program Reformasi Birokrasi yang diluncurkan pemerintah hanya berkutat kepada masalah formalitas. Banyak langkah diambil dengan biaya yang tidak sedikit justru malah memboroskan anggaran yang seharusnya bisa secara langsung memperbaiki tingkat gaji. Banyak program-program formalitas yang menghabiskan dana dan tenaga harus dilalui untuk sekedar memperbaiki tunjangan atau remunerasi.
***
Banyak masalah lain yang masih menjadi PR pemerintah maupun DPR untuk memperbaiki kondisi birokrasi pemerintahan agar bisa berjalan sesuai harapan yang bebas KKN dan juga kompetitif dengan kondisi dan tuntutan regional. Sayangnya berbagai usaha ini masih belum terintegrasi.
Dari ketiga pokok bahasan di atas, tingkat gaji, sistem, dan formalitas, jelas terlihat  bagaimana seorang pejabat di era sekarang harus mensiasati kondisi birokrasi yang ada. Ia harus tahu persis memainkan kartu trufnya untuk dapat mempertahankan gaya hidup. Pejabat itu harus bisa berperan multi fungsi dan terkadang berkepribadian ganda untuk menjalankan berbagai peran diatas hingga bisa tetap awet dalam posisi jabatan yang saat ini ditempati. Lengah sedikit, jabatan bisa hilang. Dalam kondisi birokrasi berjurang terjal dan berbahaya itulah seorang HP harus mempertahankan eksistensinya. Jika perlu memang melewati batas usia pensiun yang layak untuk seorang manusia yang tidak tak terbatas kekuatan dan kesehatannya.
Ketidakjelasan sistem membuat seorang HP dalam usia diatas 60 tahun masih harus berkutat dengan masalah birokrasi yang sangat memeras otak, tenaga dan konsentrasi. Di tambah semakin canggih dan kompleksnya masalah politik jelas menambah tantangan yang tidak sedikit kepada beliau yang juga menjabat salah satu lembaga tinggi negara. Banyak pelajaran bisa di ambil, namun sebenarnya dan sudah seharusnya menjadi keseharian aparat yang sudah cukup jam terbang.
JIka ada yang harus dikoreksi, mungkin langkah KPK perlu dipertanyakan. Penetapan HP sebagai tersangka persis pada hari ulanga tahunnya yang ke 67 itu memang terasa kurang etis, meski tidak salah. Sebaiknya kita tidak usah jumawa meskipun sedang berkuasa.
Sekali lagi, penetapan tersangka HP tidaklah harus mencengangkan kita, sebagian orang memang sudah menunggu-nunggu, dari dulu.
Semoga kita semua terjauhkan dari hal serupa. Semoga pula Presiden baru nanti mengerti benar akan pentingnya sistem, bukan hanya figure. Amin.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H