Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Posting di Wall Facebooker Wafat

17 Januari 2015   19:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:56 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14214855431458980193

[caption id="attachment_391364" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi - Laman Facebook. (Shutterstock)"][/caption]

Dari 1.473 teman saya di Facebook, setidaknya 20 di antaranya telah dipanggil Tuhan. Apakah saya me-remove ke-20 teman wafat itu? Tidak. Teman tetaplah teman; mereka tetap bagian dari pertemanan saya, meski mereka telah bergelar almarhum/almarhumah.

Karena masih tetap teman Facebook, sesekali akun mereka saya sambangi. Dan dari kegiatan berziarah ke akun-akun Facebooker wafat ini, saya mendapati banyak pengalaman batin yang bermanfaat dalam hal peneguhan kehidupan sosial kita.

Ternyata, seperti yang Anda, duga. Akun-akun Facebooker wafat masih banyak dikunjungi, masih menerima pesan di wall mereka. Apa saja pesan-pesan yang di-posting di wall Facebooker wafat? Berkenan kiranya membaca narasi yang telah saya pilah-pilah berdasarkan jenis-jenis pesannya.

Posting Rutin Teman dan Anggota Keluarga

Sepengamatan saya, anggota keluarga berakun Facebook rajin posting di wall si wafat. Posting yang paling umum adalah ungkapan dukacita dan kata-kata seperti ‘Selamat jalan…” terutama bila pemilik akun tersebut baru saja meninggal dunia. Juga tersua ungkapan yang terlambat disampaikan misalnya, “Maaf kawan, aku baru tahu kau telah mendahului kami…”

Pesan-pesan lain berkisar antara ucapan selamat ulang tahun, selamat tahun baru, dan semacamnya.

Di salah satu akun seorang ibu yang wafat enam bulan lalu, tersua posting putranya, “Mama, aku baru saja diwisuda. Terimakasih Mama telah mewujudkan semua ini untukku. Semoga Mama damai dan bahagia di atas sana”.

Salah satu akun teman wafat yang saya lihat malah mendapatkan posting-an gambar makanan kesukaan plus kata-kata, “Ini lontong mi kesukaanmu, sobat. Menetes airmataku ketika aku makan ini”. Ini bukti bahwa si wafat masih menjadi sahabat mereka yang masih hidup.

Posting-an lain bisa berupa ucapan dan pertanyaan yang menyentuh hati, misalnya: “Hari ini genap setahun kau meninggalkan kami. Kami yakin kau happy di sana,” atau “Bro, gimana Natal di sana? Pasti asyik!”

Posting Teman Kurang Update

Di sejumlah wall Facebooker wafat, saya masih mendapati posting-posting yang menurut saya tidak menunjukkan update informasi atas teman wafat itu. Di sebuah akun Facebooker wafat, saya membaca posting seperti ini, “Hai, XXX. Masih ingat aku nggak? Gimana kabarnya? Di mana sekarang?”. Atau, “Hello, aku sedang liburan kotamu. Lama nggak ketemu. Bisa ketemuan nggak?”

Dalam hati saya bergumam apakah sebelum posting dia tak lihat posting-posting di atasnya yang berbunyi, misalnya, “Innalilahiwainailahi rojiun….selamat jalan pak/bu…/kawan”.Mereka yang posting beginian biasanya jarang buka Facebook.

Selain salam-sapa kurang update, wall Facebooker wafat masih juga ditebari undangan gabung grup, undangan game online, atau share link-link promo dagangan dan jasa. Mereka yang posting beginian biasanya asal undang saja, tanpa pilah-pilah calon akun penerima undangan.

Akun Berubah Fungsi

Ada satu yang menarik dari akun-akun Facebooker wafat. Pemilik akun ini adalah seorang guru besar dari perguruan tinggi di mana saya menimba ilmu, yang sedemikian saya dan banyak orang hormati. Saya suka bertandang ke akun ini karena akun telah berubah menjadi forum komunikasi dan silaturahim teman-teman yang terkait dengan almarhum. Akun juga menjadi sumber informasi tentang karya-karya besar serta jasa-jasa (akademis dan non-akademis) si pemilik akun yang sebelumnya tak pernah ditampilkan oleh si pemilik akun.

Di akun tersebut, sering pula tersua posting-posting yang menggugah teman untuk turut berdiskusi, membahas persoalan-persoalan sosial politik terkini dan kutipan gagasan/pemikiran pemilik akun yang terbukti tetap relevan. Akun itu, terus terasa hidup, seolah masih dirawat oleh pemiliknya.

Maka biarlah jejak rekan-rekan media sosial yang telah wafat tetap bersama kita. Melalui relasi di media sosial, jejak-jejak itu tidak mati. Ia tetap hidup, baik di hati maupun secara online.

Saya setuju dengan peribahasa yang mengatakan ‘harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan kebajikan’. Di era media sosial semacam ini, kebajikan-kebajikan yang ditinggalkan manusia di akunnya merupakan peneguhan kebajikan. Itulah sebabnya, di bagian belakang pepatah itu boleh ditambahkan, “….manusia mati meninggalkan kebajikan dan akun-akun media sosialnya”. Bukankah kita semua tak akan sempat menutup akun-akun Facebook, Kompasiana, Twitter, Instagram, Line, WeChat, Path, Whatsapp dan sebagainya sebelum kita tiba-tiba dipanggil Yang Maha Kuasa?

Salam Sabtu!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun