Mohon tunggu...
Eddy Roesdiono
Eddy Roesdiono Mohon Tunggu... Guru Bahasa Inggris, Penerjemah, Copywriter, Teacher Trainer -

'S.C'. S for sharing, C for connecting. They leave me with ampler room for more freedom for writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perempuan dari Malmedy 36 : Perempuan Malmedy Berani Mati

18 April 2012   09:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13347417071838600633

EPISODE 35 : SUIKER AND HONIG bisa dibaca di sini

EPISODE 36:  PEREMPUAN MALMEDY BERANI MATI

Jari-jari Zaldy yang bersalut campuran gula dan muda teracung ke hadapan Karin.

”Benda beginian untuk melawan Inrenanu? Aku rahu!” ujar Zaldy.

Andra, menatap jari-jari Zaldy dengan mata membundar. Ia kemudian menunjuk benda lengket itu. ”Suiker en honig!” bersemangat sekali seruan Andra itu. Zaldy dan Pitra bengong.

Zaldy bingung sesaat. Antara percaya dan tidak, ia melangkah dan menghadapkan tangannya ke arah Inrenanu. Siapa tahu rahasia Inrenanu bisa dipatahkan dengan zat-zat sepele seperti yang diisyaratkan Andra. Ya, siapa tahu!

Tapi wajah Zaldy kemudian berubah ngeri. Tak ada tanda-tanda Inrenanu mundur. Malah ia menggeser kakinya perlahan ke depan, seolah sedang menikmati kengerian yang dideritamusuhnya.

”Minggir, Zaldy!” teriak Karin dengan jarum Kalugatii terhunus di tangan kiri.

”Kalugatii...Kalugatii... suiker en honig!” teriak Andra. Ketika gadis cilik itu berteriak. Mata Inrenanu menegang mendengar pekikan Andra yang meleking itu. Karin mendadak tahu apa yang harus dilakukan.

”Dimana kau simpan lelehan stroopwafel itu selengkapnya?” seru Karin.

”Di saku kanan!” kata Zaldy membuka sakunya. Karin cepat meneroboskan telapak tangan ke saku itu. Ia meremas benda lengket di saku kanan Zaldy. Zaldy memekik.

”Setan gundul. Kau merogoh terlalu dalam!” teriak Zaldy.

Karin mencabut telapak tangannya yang berbalur campuran gula dan madu kue stroopwafel. Ia kemudian segera memindahkan jarum Kalugatii ke tangan kanan dan membubuhi jarum itu dengan gula dan madu, kemudian menghunusnya kembali di antara jepitan jari telunjuk dan jempol.

Inrenanu berhenti melangkah. Matanya nyalang dan menampakkan wajah geram ia merangsek lebih cepat. Tapi ketika Karin mengayunkan jarum Kalugatii ke hadapan Inrenanu, makhluk ini melangkah mundur.

Karin maju menerjang. Sayang ia terlalu lemah untuk menghasilkan gerakan yang cepat dan tepat. Inrenanu menghindar dan mengeluarkan lengkingan seram yang membahana.

Karin mengejar Inrenanu yang berlari setengah terbang dan berusaha membumbung ke lantai dua.

”Kau bangkit dari kuburan gelap dan menunggu 500 tahun hanya untuk lari terbirit-biritoleh sepotong jarum!” Karin memekik memburu Inrenanu. Pitra menurunkan Andra dari bopongan dan segera berlari menyusul.

”Tembaki semua benda yang bersinar terang. Ini makhluk yang bergerak karena cahaya. Jangan biarkan bersembunyi,” pekik Karin.

Pitra dan Zaldy memungut senjata laras panjang yang tadi dipakai para petugas keamanan. Berdua mereka membidik semua lampu yang bersinar terang. Bola lampu pecah berhamburan, tak terkecuali juga lampu-lampu yang digunakan untuk menerangi papan penunjuk peron. Aula pusat pertokoan itu berubah redup. Hanya lampu-lampu kecil yang masih menyala.

Karin benar. Kini Inrenanu tampak kebingungan. Tapi ia terus berpusar tanpa menyentuh tanah. Tubuhnya berputar cepat di sekeliling ruangan, sementara Karin mengejar dengan nafsu segarang srigala.

Meski rahasia Inrenanu tampaknya mulai terbongkar, ia kelihatan masih mencari-cari kesempatan untuk menghabisi Karin. Kini Inrenanu membumbung ke atas sekitar 5 meter dari lantai. Jubahnya berkibar dan mulutnya lebar terkekeh dengan mata memandang tajam kebawah.

Karin tengadah dan mengacungkan jarum Kalugatii ke atas. Pitra mengawasi penuh was-was. Rupanya, tak ada yang lain di hati perempuan Malmedy ini selain membinasakan iblis abad gelap itu.

”Turun! Wanita iblis. Dan hadapi tombak bapakmu yang berlumur darah ini! Ayo turun! Nikmati kebangkitanmu!” teriak Karin. Suara Karin tetap segarang singa.

”Kau memang jumawa, perempuan Malmedy. Rasakan ini!” Inrenanu tiba-tiba menurunkan kedua telapaknya dan mengarahkannya pada Karin. Pitra ngeri sekali melihat sinar ungu terlontar dari tangan Inrenanu lengkap dengan tombak-tombak api dan badai topan.

Karin terkejut. Ia mencoba berkelit. Tapi tubuhnya terbanting ke samping begitu tombak-tombak api menerjang tempatnya berdiri. Lantai itu ambrol berderai dengan pecahan yang langsung meluncur deras ke bawah. Kalau tak cepat menyingkir, gaya tarik bagian lantai dua yang ambrol itu bisa dengan mudah menyeretnya bersama keping-keping pecahan beton. Karin mencari-cari. Jarum Kalugatii terlepas dari tangannya.

Seketika, Pitra mencoba maju. Tapi tubuhnya limbung dan terpelanting. Sebuah gelas plastik bekas minuman cola dengan sedotan telah membuatnya terpeleset. Pitra mengumpat. Tapi tanpa sadar gagasannya timbul ketika melihat sedotan plastik itu.

”Benda ini ada gunanya,” desis Pitra mengamati sedotan plastik. Sementara, agak jauh, Karin sudah menemukan kembali jarum Kalugatii.

”Karin! Gunakan ini. Tiup Kalugatii pakai ini!” Pitra melemparkan sedotan itu. Gadis itu segera faham maksud Pitra. Ia memungut sedotan itu. Cepat ia membuat gumpalan selebar lubang sedotan dengan campuran gula dan madu kue stroopwafel yang masih tersisa di tangannya. Pas sekali jarum itu masuk ke dalam lubang sedotan.

Beberapa detik setelah Karin menyumpalkan jarum ke ujung sedotan, Inrenanu tengah turun ke bawah dengan terjangan mematikan. Karin menatap iblis itu dengan tatapan berani, bisa jadi sama beraninya ia menghadapi kemungkinan gagal dan beroleh kematian karena serangan Inrenanu.

Karin menghimpun nafas sebanyak-banyaknya dalam dada. Ini upaya terakhir. Bila gagal, ia siap mati!

Dan sekuat tenaga meniup sedotan membidik Inrenanu.

Jarum Kalugatii berbalur gula dan madu melesat dari sedotan dan tanpa ampun menerjang dada Inrenanu. Iblis betina itu tak sempat mengelak. Teriakan keras menyembur dari mulut Inrenanu. Makhluk itu terhempas ke bawah dan membentur lantai dengan suara keras. Ia mencengkeram dada tempat jarum Kalugatii tertancap dengan mata nanar dan mulut berbuih. Asap ungu mengepul dari dada Inrenanu.

”Huaaaaaaaaaaaa! Inrenanu berdiri. Rambutnya yang panjang terkibas mengikuti gerak kepalanya yang mengamuk. Ia kemudian berlari kencang ke arah Karin yang bersiap bangkit.

Karin faham Inrenanu hendak menghabisinya. Ia hendak berdiri. Tapi lututnya terasa kaku dan sulit digerakkan. Dan Inrenanu seolah punya kesempatan terbaik untuk menghabisi Karin.

Gadis itu menutup mata. Dengus Inrenanu sudah dekat sekali di hadapannya.

Pada saat itu juga, Pitra melompat dan menubruk Karin. Tubuh Karin terseret beberapa centimeter, Inrenanu tak mampu menghentikan dirinya dan langung meluncur ke pagar kaca dan tubuhnya menerobos, meghancurkan kaca tebal itu.

”Aaaaaaaaaaaaakkkkkkhhhhhhh!” terdengar pekik maut Inrenanu. Zaldy menyusul. Tak percaya ia menyaksikan Inrenanu berkelojotan mendekap dadanya sementara tubuhnya meluncur ke bawah, ke arah lajur rel kereta api.

Pada saat itu, sebuah kereta api cepat masuk ke jalur persis di tempat Inrenanu akan terjatuh. Masinis kereta api terkejut. Tak terduga sesosok manusia tiba-tiba meluncur dari atas. Seketika ia membunyikan klakson dan menyorotkan lampu.

Bias sinar lampu lokomotif kereta api menerangi tubuh Inrenanu yang luruh bersamaan dengan hantaman keras lokomotif dalam tingkahan suara klakson dan roda besi yang berdecit hebat karena pengeraman mendadak.

Tadinya Pitra mengira lokomotif akan lewat begitu saja menerjang tubuh terawang Inrenanu. Tapi, di luar dugaan, tubuh Inrenanu seperti tercabik-cabik dihantam kereta api yang masih menyorotkan lampu berkekuatan besar.

Berbagai warna terang bercampur menjadi satu. Sebagian dari warna itu menyala dan menimbulkan percikan-percikan bunga api yang kemudian semburat berbentuk beratus-ratus macam cahaya itu. Tak ada lagi bentuk makhluk bengis itu. Yang ada hanya burai-burai cahaya tanpa bentuk. Pecahan cahaya perlahan-lahan kemudian lenyap tak berbekas. Tinggal kepulan asap pekat yang melayang semakin menipis dalam terpaan lampu kereta api, untuk kemudian lenyap sama sekali.

Kereta api berhenti mendadak. Masinis melompat keluar.

Pitra, Karin dan Zaldy serta sejumlah orang bergegas turun ke bawah, ke dekat rel. Semua orang mencari. Tak ada jasad Inrenanu yang tercabik-cabik. Orang-orang berpandangan tak percaya.

”Apa yang terjadi? Saya merasa menabrak orang!” masinis itu terbengong-bengong.

Karin bersandar di sebuah pilar yang masih utuh. Dadanya naik turun. Berkali-kali ia menyemburkan nafas lega. Tapi ia merasa kepalanya pecah dan dadanya sesak. Pitra segera menangkap tubuh gadis itu ketika ia melorot dan jatuh terduduk. Darah tersimbah dari kepala Karin. Rupanya gadis itu sama sekali tak menyadari ia terluka demikian parah. Keberanian luar biasalah yang membuat ia bisa memaksakan kekuatan fisiknya untuk tetap berdiri tegak.

”Karin. Kau tak apa-apa?” Pitra meraih bahu Karin. Gadis itu menyungging senyum di wajahnya yang kotor dan sebagaian tercoreng darah segar.

”Kau melihat cahaya berburai semburat dari tubuh Inrenanu?” tanya Karin lirih.

”Ya!”

”Kita telah menang. Kita menang...kita menang. Iblis itu sirna untuk selamanya,” suara Karin semakin lirih. Tapi matanya mendadak redup dan terpejam. Darah segar tiba-tiba muncul dari hidung kanan Karin. Pitra tersentak.

”Karin! Karin!”

Karin sulit mengeluarkan suara. Bibir gadis itu hendak mengucapkan sesuatu. Tapi Pitra tak bisa mendengarkan apa yang diucapkan. Kepala Karin lunglai di pelukan Pitra dan matanya terpejam. Pias menebari seluruh wajah Karin.

Pitra memeluk erat gadis itu.

”Karin...tidak! Karin...Karin!” Pitra hendak berteriak. tapi suaranya terhenti di tenggorok. Zaldy terduduk di hadapan Karin dan Pitra. Ia tak percaya pada pandangannya. Karin memang tak bergerak. Tidak berkata-kata.

Orang-orang datang berkerumun. Pemadam kebakaran bekerja keras. Polisi sibuk. Paramedis mengurus jenasah dan orang terluka. Lampu kilat kamera wartawan berkilatan. Pitra hanya bisa mendekap tubuh Karin.

Stasiun Utrecht dan pertokoan Hoog Chatarijne jadi sibuk luar biasa. Terlalu sibuk untuk mengamati seorang gadis gypsy kecil lusuh yang pergi diam-diam dengan sebatang jarum tergenggam erat di telapaknya.

Semula, dari kejauhan ia memperhatikanPitra dan Zaldy yang menunggui Karin. Tapi gadis cilik itu kemudian menyelinap di balik keramaian dan tak seorangpun melihatnya pergi.

(BERSAMBUNG KE EPISODE TERAKHIR DI SINI)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun